Artikel Keperawatan dan Umum
Fraktur (patah tulang) yang
sering terjadi pada lansia
poko
rantau 06 oktober 2011
Fraktur merupakan salah satu masalah musculoskeletal (tulang dan otot) yang sering terjadi pada manusia lanjut usia, dan fraktur yang berhubungan dengan osteoporosis dianggap yang paling menyebabkan morbiditas dan disalbilitas pada lanjut usia. Pada tulisan ini, penulis akan mencoba membahas tiga jenis fraktur berdasarkan lokasinya yang sering terjadi pada lansia yaitu (1) fraktur kompresi Vertebra, (2) fraktur panggul, dan (3) fraktur pinggul.
Fraktur ini menyebabkan sakit punggung yang merupakan
gejala osteoporosis yang paling sering dijumpai. Gejala yang mungkin terjadi
paling awal adalah nyeri akut pada bagian tengah sampai bagian bawah vertebra
toraksika selama aktifitas harian rutin. Focus pada perawatan fraktur kompresi akut ini adalah
mengurangi gejala sesegera mungkin dengan bedrest pada posisi apapun
untuk memberikan kenyamanan maksimum pada klien. Relaksan untuk otot seperti
panas dan analgesic juga dapat digunakan bila ada indikasi, karena penggunaan
relaksan otot jangka pendek dalam jumlah sedikit dapat mengurangi spasme otot
yang sering menyertai fraktur-fraktur seperti ini.
Setelah nyeri berkurang, segerakan klien untuk mencoba
bangun dari tempat tidur secara perlahan dan dengan dibantu oleh perawat.
Latihan dengan bantuan ini diharapkan dapat memperbaiki deformitas postural dan
dapat meningkatkan tonus otot. Selain itu klien juga harus diajarkan tentang
cara mencegah ketegangan punggung dengan menghindari gerakan berputar atau
pergerakan yang kuat atau membungkuk secara mendadak. Tindakan yang berhubungan
dengan cara mengangkat dan membawa barang-barang juga perlu dijelaskan.
Fraktur Panggul
Klien lansia biasanya mengalami cedera ini karena
terjatuh. Walaupun hanya 3% dari semua fraktur adalah fraktur panggul, tipe
cidera ini diperhitungkan menimbulkan 5 sampai 20 % kematian diantara lansia
akibat fraktur. Fraktur panggul adalah hal yang tidak menyenangkan karena
fraktur tersebut dapat juga menyebabkan cedera intraabdomen yang serius,
seperti laserasi kolon, paralisis ileum, perdarahan intrapelvis, dan ruptur
uretra serta kandung kemih.
Fraktur Pinggul
Hoolbrook (1984) melaporkan bahwa 1 dari 20 klien yang
berusia lebih dari 65 tahun yang baru saja dirawat di rumah sakit mengelami
penyembuhan dari fraktur pinggul, dan pada klien yang berasal dari panti werda,
70% tidak bertahan hidup 1 tahun, hanya sepertiga dari klien yang dapat
bertahan hidup setelah mengalami fraktur pinggul dapat kembali ke gaya hidup
dan tingkat kemandirian yang dapat dibandingkan dengan kondisi sebelum klien
mengalami fraktur tersebut.
Antara 75 dan 80% dari semua fraktur tulang pinggul
mempengaruhi wanita, dan hampir setengahnya terjadi pada seseorang yang berusia
80 tahun atau lebih. Manifestasi klinis dari fraktur tulang pinggul ini adalah
rotasi eksternal, pemendekan ekstremitas yang terkena, dan nyeri berat serta
nyeri tekan di lokasi fraktur.
Penatalaksanaan
Perawat harus mewaspadai faktor-faktor praoperasi dan
pascaoperasi yang jika tidak dikenali dapat menjadi faktor penentu yang
berdampak kurang baik terhadap klien.
Praoperasi
Perawat harus mengajarkan klien untuk melatih kaki yang
tidak mengalami cidera dan kedua lengannya. Selain itu sebelum dilakukan
operasi klien harus diajrakna menggunakan trapeze yang
dipasangkan di atas tempat tidur dan di sisi pengaman tempa tidur yang berfungsi
untuk membantunya dalam mengubah posisi, klien juga perlu mempraktikan
bagaimana cara bangun dari tempat tidur dan pindah ke kursi.
Pascaoperasi
Perawat memantau tanda vital serta memantau asupan dan
keluaran cairan, mengawasi aktivitas pernapasan, seperti napas dalam dan batuk,
memberikan pengobatan untuk menghilangkan rasa nyeri, dan mengobservasi balutan
luka terhadap tanda-tanda infeksi dan perdarahan. Sesudah dan sebelum reduksi
fraktur, akan selalu ada resiko mengalami gangguan sirkulasi, sensasi, dan
gerakan. Tungkai klien tetap diangkat untuk menghindari edema. Bantal pasir
dapat sangat membantu untuk mempertahankan agar tungkai tidak mengalami rotasi
eksterna. Untuk menurunkan kebutuhan akan penggunaan narkotika dapat
menggunakan transcutaneus electrical nerve stimulator (TENS).
Untuk mencegah dislokasi prosthesis, perawat
harus senantiasa menggunakan 3 bantal diantara tungkai klien ketika mengganti
posisi, pertahankan bidai abductor tungkai pada klien kecuali pada saat mandi,
hindari mengganti posisi klien ke sisi yang mengalami fraktur. Menahan
benda/beban yang berat pada ekstremitas yang terkena fraktur tidak dapat
diizinkan kecuali telah mendapatkan hasil dari bagian radiologi yang menyatakan
adanya tanda-tanda penyembuhan yang adekuat, umumnya pada waktu 3 sampai 5
bulan