Kamis, 09 Oktober 2014

fraktur

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.       Skenario
Sdr. D 21 tahun dirawat di ruang bedah RSUD Ciamis setelah mengalami kecelakaan lalu lintas dengan keluhan paha kanan tengah bengkak dan nyeri bila digerakkan, tangan kanan terdapat luka terbungkus perban. Pada inspeksi tampak tungkai kanan lebih pendek dibandingkan tungkai kiri dan bagian distal dari fraktur mengalami rotasi eksternal Sdr. D di duga mengalami fraktur femur complit.

1.2.       Kata-Kata Sulit
No
Kata Sulit
Definisi
Arti yang Sebenarnya
1
Fraktur femur complit
Patah tulang paha menyeluruh
Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis.
Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya megalami pergeseran  (bergeser dari posisi normal).
Jadi fraktur femur complit adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya megalami pergeseran  (bergeser dari posisi normal).
2
Rotasi eksternal
Perputaran keluar
suatu rotasi femur disekitar axis longitudinal sehingga knee terputar keluar.juga merupakan suatu rotasi femur disekitar axis sagital sehingga knee ter-putar kedalam.
3
Distal
Bawah
Distal(=bawah): lebih jauh dari batang tubuh atau pangkal.
1.3.       Daftar Pertanyaan
1.        Mengapa paha kanan tengah bengkak dan nyeri bila di gerakkan?
Jawaban : karena setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak sehingga terjadi pendarahan serta terbentuk hematom.
2.        Apa penanganan pertama dengan adanya keluhan bengkak dan nyeri bila di gerakkan?
Jawaban: penanganan pertama pada keluhan bengkak dengan di lakukan kompres hangat, dan untuk mengatasi nyeri dilakukan teknik relaksasi dan distraksi ( mengalihkan perhatian klien), anjurkan untuk tidak banyak gerak.
3.        Apa yang dikaji bila menemukan pasien dengan fraktur femur complit?
Jawaban  :
1.        Data Biografi
Identitas pasien seperti umur, jenis kelamin, alamat, agama, penaggung jawab, status perkawinan.
2.        Riwayat Kesehatan
a.         Riwayat medis dan kejadian yang lalu
b.        Riwayat kejadian cedera kepala, seperti kapan terjadi dan penyebab terjadinya
c.         Penggunaan alkohol dan obat-obat terlarang lainnya.
3.        Pemeriksaan fisik
a.       Aktivitas/istirahat
Tanda: Keterbatasab/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri).
b.      Sikulasi
Tanda: Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri/ansietas) atau hipotensi  (kehilangan darah). Takikardia (respon stres, hipovolemia). Penurunan/tak ada nadi pada bagian distal yang cedera, pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena. Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi cedera.
c.       Neurosensori
Gejala: hilang gerakan/sensasi, spasme otot, kebas/kesemutan (parestesis).
Tanda: deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderit), spasme otot, terlihat kelemahan/hilang fungsi. Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma lain).
d.      Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada  area jaringan/kerusakan tulang, dapat berkurang pada imobilisasi), tidak ada nyeri akibat kerusakan saraf. Spasme/kram otot (setelah imobilisasi)
e.       Keamanan
Tanda:  laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna. Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba).
4.        Pemeriksaan diagnostic
a.         Pemeriksaan Ronsen : menentukan lokasi/luasnya fraktur femur/trauma.
b.         Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c.         Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
d.        Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma.
e.         Kreatinin : trauma otot mungkin meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
f.          Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multipel, atau cedera hati.



4.        Bagaimana cara perawatan pada klien yang mengalami fraktur femur complit?
Jawaban:
1.        Penatalaksanaan fraktur prinsipnya adalah dengan 4-R :
a.         Recognisi : riwayat dari terjadinya fraktur sampai didiagnosa fraktur
b.        Reduksi : upaya memanipulasi fragmen tulang
c.         Retensi : memelihara reduksi sampai penyembuhan
d.        Rehabilitasi : upaya untuk pencapai kembali fungsi tulang secara normal
2.        Beberapa intervensi yang diperlukan
a.         Intervensi Terapeutik atau konservatif
·           Proteksi dengan mitela atau pembebatan fraktur diatas dan dibawah sisi cidera sebelum memindahkan pasien. Pembebatan atau pemdidaian mencegah luka dan nyeri yang lebih jauh dan mengurangi adanya komplikasi.
·           Immobilitas
Dilakukan dalam jangka waktu berbeda-beda untuk kesembuhan fragmen yang dipersatukan dengan pemasangan gips.
·           Memberikan kompres dingin untuk menentukan perdarahan, edema dan nyeri
·           Meninggikan tungkai untuk menurunkan edema nyeri
·           Kontrol perdarahan dan memberikan penggantian cairan untuk mencegah syock.
·           Traksi untuk fraktur tulang panjang
Sebagai upaya menggunakan kekuatan tarikan untuk meluruskan dan immobilisasi fragmen tulang.
·            Reposisi tertutup atau fiksasi dengan gips
Pada fraktur supra kondilus, reposisi dapat dilaksanakan dengan anestesi umum atau lokal.
b.        Pemberian Diet
Pemberian diet TKTP dan zat besi untuk mencegah terjadinya anemia.

c.         Intervensi farmakologis
·           Anestesi local, analgesic narkotik, relaksasi otot atau sedative diberikan untuk membantu klien selama prosedur reduksi tertutup.
·           Anestesi dapat diberikan
·           Analgesic diberikan sesuai petunjuk untuk mengontrol nyeri pada pasca operasi
·           ATS diberikan pada pasien tulang complicated
d.        Intervensi operatif
·           Reduksi untuk memperbaiki kontinuitas tulang
ü  Reduksi Tertutup
Fragmen tulang disatukan dengan manipulasi dan traksi manual untuk memperbaiki kesejajaran gips atas bebat dipasang, untuk mengimmobilisasi ekstremitas dan mempertahankan reduksi. Diperlukan suatu kontrol radiology yang diikuti fiksasi interna.
ü  Reduksi terbuka dan fiksasi internal / ORIF
Fiksasi interna dengan pembedahan terbuka akan mengimmobilisasi fraktur. Memasukkan paku, sekrup atau pen atau plat ke dalam tempat fraktur untuk memfiksasi bagian tulang yang fraktur secara bersamaan. Fragmen tulang secara langsung terlihat dan alat fiksasinya digunakan untuk memegang fragmen tulang dalam posisi. Terjadi penyembuhan tulang dan dapat diangkat bila tulang sembuh. Setelah penutupan luka, beban atau gips untuk stabilisasi dan sokong tambahan.
·           Penggantian endoprostetik
Penggantian fragmen dengan alat logam terimplantasi dan digunakan bila terakhir mengganggu nutrisi tulang atau pengobatan pilihan adalah penggantian tulang.


1.4.            Tujuan Pembelajaran
1.      Mengetahui Definisi fraktur
2.      Mengetahui Anatomi fraktur
3.      Mengetahui Etiologi fraktur
4.      Mengetahui Manifestasi fraktur
5.      Mengetahui Klasifikasi fraktur
6.      Mengetahui Patofisiologi fraktur
7.      Mengetahui Penatalaksanaan fraktur
8.      Mengetahui Pemeriksaan penunjang fraktur
9.      Mengetahui Komplikasi fraktur
10.  Mengetahui Asuhan Keperawatan Pasien dengan fraktur


BAB II
PEMBAHASAN

2.1.       Definisi Fraktur
a.       Fraktur
Fraktur adalah Terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. (Sjamsuhidajat R., 1997)
Fraktur adalah Patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.(Price and Wilson, 2006).
Fraktur adalah Terputusnya kontinuitas tulang dan tulang rawan (Mansjoer,dkk, 2000).
Fraktur adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan. Patah tulang dapat terjadi dalam keadaan normal atau patologis. Pada keadaan patologis, misalnya kanker tulang atau osteoporosis, tulang menjadi lebih lemah. Dalam keadaan ini, kekerasan sedikit saja akan menyebabkan patah tulang. (Oswari , 2005 : 144).
b.      Fraktur femur
Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis. Ada 2 tipe dari fraktur femur, yaitu :
1.      Fraktur Intrakapsuler; femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul       dan kapsula.
·           Melalui kepala femur (capital fraktur)
·           Hanya di bawah kepala femur
·           Melalui leher dari femur
2.      Fraktur Ekstrakapsuler;
·           Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.
·           Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah trokhanter kecil.


2.2.       Anatomi Fisiologi
1.      Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada intra-seluler. Tulang berasal dari embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses “Osteogenesis” menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut “Osteoblast”. Proses mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium. Ada 206 tulang dalam tubuh manusia.
Tulang   dapat   diklasifikasikan  dalam   lima   kelompok   berdasarkan   bentukannyaitu :
a.       Tulang panjang (Femur, Humerus)  
terdiri dari batang tebal panjang yang disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. Di sebelah proksimal dari epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang rawan yang tumbuh, yang disebutlempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis. Tulang rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang memanjang. Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis dibentuk dari spongi bone (cancellous atau trabecular). Pada akhir tahun-tahun remaja tulang rawan habis, lempeng epifisis berfusi, dan tulang berhenti tumbuh. Hormon pertumbuhan, estrogen, dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang. Estrogen, bersama dengan testosteron, merangsang fusi lempeng epifisis. Batang suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis. Kanalis medularis berisi sumsum tulang.
b.      Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous (spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat.
c.       Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan lapisan luar adalah tulang concellous.
d.      Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek.
e.       Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar tulang yang berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial, misalnya patella (kap lutut).
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas tiga jenis dasar-osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matriks tersusun atas 98% kolagen dan 2% subtansi dasar (glukosaminoglikan, asam polisakarida) dan proteoglikan). Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik ditimbun.Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang). Osteoklas adalah sel multinuclear (berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran, resorpsi dan remosdeling tulang.
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa. Ditengah osteon terdapat kapiler. Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang dinamakan lamella. Didalam lamella terdapat osteosit, yang memperoleh nutrisi melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuliyang halus (kanal yang menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 0,1 mm).
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum. Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah, dan limfatik. Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblast, yang merupakan sel pembentuk tulang.
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus. Osteoklast , yang melarutkan tulang untuk memelihara rongga sumsum, terletak dekat endosteum dan dalam lacuna  Howship (cekungan pada permukaan tulang).
2.      Otot
Otot dibagi dalam tiga kelompok, dengan fungsi utama untuk kontraksi dan menghasilkan pergerakan dari bagian tubuh atau seluruh tubuh. Kelompok otot terdiri dari :
a.         Otot rangka (otot lurik) : didapatkan pada sistem skeletal danberfungsi untuk memberikan pengontrolan pergerakan mempertahnakan sikap dan menghasilkan panas
b.         Otot viseral (otot polos) : didapatkan pada saluran pencernaan, saluran perkemihan dan pembuluih darah. Dipengaruhi oleh sistem saraf otonom dan kontraksinya tidak dibawah kontrol keinginan.
c.         Otot jantung : didapat hanya pada jantung dan kontraksinya tidak kontorl keinginan.
Otot rangka merupakan otot yang mempunyai variasi ukuran dan bentuk dari panjang dan tipis sampai dengan yang lebar dan datar atau dapat berbentuk massa-massa yang besar sekali. Kontraksi otot rangka hanya dapat dirangsang. Energi kontraksi otot dipenuhi dari pemecahan adenosin triphospate (ATP) dan kegiatan kalsium. Serat-serat dengan oksigenasi secara adekuat dapat berkontraksi lebih kuat, bila dibandingkan dengan oksigenisasi tidak adekuat.
Pergerakan ditimbulkan oleh tarikan otot pada tulang yang berperan sebagai pengungkit dan sendi berpungsi sebagai tumpuan/penopang. Otot rangka lebih besar dari pembuluh darah. Selama kontraksi otot akan terjadi perubahan kimia. Akibatnya terjadi pembentukan produk-produk sisa metabolisme. Otot yang lelah dan nyeri terjadi pada saat otot kekurangan oksigen dan produk buangan tidak dapat dikeluarkan.
a.         Kartilago
Kartilago terdiri dari serat-serat dilekatkan pada suatu gelatin yang kuat. Kartilago sangat kuat tetapi fleksible dan tidak bervaskuler. Nutrisi mencapai kesel-sel kartilago dengan proses difusi melalui gelatin dari kapiler-kapiler yang berada di perichondrium (fibrous yang menutupi kartilago ) atau sejumlah serat-serat kolagen didapatkan pada kartilago, dimana tipenya: fibrous, hyaline, atau elastik. Fibrous atau (fifibrocartilago) mempunyai banyak serat-serat dan oleh karena itu paling besar kekuatannya untuk merenggang . Fibrocartilagomenyusun diskus intervertebralis. Arthicular (Hyaline) cartilage-halus, putih, putih, berkilau dan kenyal membungkus permukaan persediaan dari tulang dan beberapa sebagian bantalan. Kartilago elastik mempunyai paling sedikit serat-serat dan sering didapatkan pada daerah telinga luar.
b.         Sumsum Tulang
jaringan vaskuler dalam rongga sumsum (batang) tulang panjang dan dalam tulang pipih. Sumsum tulang merah, yang terutama terletak di sternum, ilium, vertebra dan rusuk pada orang dewasa, bertanggung jawab pada produksi sel darah merah dan putih. Pada orang dewas, tulang panjang terisi oleh sumsum lemak kuning. Biopsi sumsum tulang dilakukan pada tulang pipih.


c.         Ligament
Ligament adalah sekumpulan dari jaringan fibrous yang tebal dimana merupakan akhiran dari suatu aoat dan berfungsi mengikat suatu tulang
d.        Tendon
Tendon adalah suatu perpanjangan dari pembungkus fibon yang membungkus setiap otot dan berkaitan dengan prioteum jaringan penyambung yang mengelilingi tendon tertentu khususnya pada pergelangan tangan dan tumit. Pembungkus ini dibatasi oleh membram synovial lumbrika untuk memudahkan pergerakan tendon.
e.         Fasia
Fasia adalah suatu permukaan jaringan penyambun longgar yang didapatkan langsung dibawah kulit sebagai fasisupervisial atau pembungkus tebal, jaringan penyambung fibrous yang membungkus otot, saraf dan pembuluh darah. Bagian akhir diketahui sebagai fasia dalam.
f.          Bursae
Burse adalah suatu kantong kecil dair jaringan penyambung disuatu tempat, dimana digunakan diatas bagian yang bergerak, misalnya terjadi antara kulit dan tulang, anatar tendon dan tulang atau antara otot. Burse bertindak sebagai penampang antara bagian yang bergerak, seperti pada olecra non bursae, terletak antara presesus dan kulit.
g.         Persendian
Pergerakan tidak akan mungkin terjadi bila kelenturan dalam rangka tulang tidak ada. Kelenturan dimungkinkan karena adanya persendian, atau letak dimana tulang-tulang berada bersama-sama. Bentuk dari persendian akan ditetapkan berdasarkan jumlah dan tipe pergerakan yang memungkinkan, dan klasifikasi didasarkan pada jumlah pergerakan yang dilakukan.







2.3.       Etiologi
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
1.      Cedera traumatic
a.       cedera langsung, berarti pukulan langsung pada tulang sehingga tulang patah secara spontan.
b.      cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari benturan, misalnya jatuh dengan tangan menjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
c.       Fraktur yang disebabkan kontraksi keras dari otot yang kuat.
2.      Fraktur patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit, diman dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur, dapat juga terjadi pada keadaan :
a.       Tumor tulang (jinak atau ganas)
b.      Infeksi seperti osteomielitis
c.       Rakhitis, suatu penyakti tulang yang disebabkan oleh devisiensi vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain.
3.      Secara spontan, disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran.

2.4.       Manifestasi Klinis
Daerah paha yang patah tulangnya sangat membengkak, ditemukan tanda  functio laesa, nyeri tekan dan nyeri gerak. Tampak adanya deformitas angulasi ke lateral atau angulasi ke anterior. Ditemukan adanya perpendekan tungkai bawah. Pada fraktur 1/3 tengah femur, saat pemeriksaan harus diperhatikan pula kemungkinan adanya dislokasi sendi panggul dan robeknya ligamentum didaerah lutut. Selain itu periksa juga nervus siatika dan arteri dorsalis pedis
Tanda Dan Gejala :
a.       Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b.      Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.
c.       Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm
d.      Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.
e.       Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.
f.       Peningkatan temperatur local
g.      Pergerakan abnormal
h.      Echymosis (perdarahan subkutan yang lebar-lebar)
i.        Kehilangan fungsi

2.5.       Klasifikasi
a.         Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya megalami pergeseran  (bergeser dari posisi normal).
b.        Fraktur Tidak komplit (inkomplit) adalah patah yang hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
c.         Fraktur tertutup (fraktur simple) tidak menyebabkan robeknya kulit
d.        Fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks) merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau mebran mukosa sampai ke patahan kaki.
Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat, yaitu :
Derajat I :
·           Luka < 1 cm
·           Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk
·           Fraktur sederhana, tranversal, oblik, atau kominutif ringan
·           Kontaminasi minimal
Derajat II :
·           laserasi > 1 cm
·           Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse
·           Fraktur kominutif sedang
·           Kontaminasi sedang


Derajat III :
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot. dan neurovascular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat tiga terbagi atas:
·           Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi luas/flap/avulse atau fraktur segmental/sangat kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran  luka.
·           Kehilangann jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau kontaminasi massif.Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.
e.         Sesuai pergerseran anatomisnya fraktur dibedakan menjadi tulang bergeser/tidak bergeser. Jenis khusus fraktur dibagi menjadi:
2.         Greensick, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya membengkok.
3.         Transversal, fraktur sepanjang garis tengah tulang.
4.         Oblik, fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang (lebih tidak stabil dibanding transversal).
5.         Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang.
6.         Kominutif, fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
7.         Depresi, fraktur dengan fragmen patahan terdorng ke dalam (sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah).
8.         Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang).
9.         Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, penyakit Paget, metastasi tulang, tumor).
10.     Avulsi, tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada perlengkatannya.
11.     Epfiseal, fraktur melalui epifisis
12.     Impaksi, fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.



2.6.       Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. ini merupakan dasar penyembuhan tulang (Black, J.M, et al, 1993).



2.7.       Penatalaksanaan
1.        Penatalaksanaan fraktur prinsipnya adalah dengan 4-R :
a.       Recognisi : riwayat dari terjadinya fraktur sampai didiagnosa fraktur
b.      Reduksi : upaya memanipulasi fragmen tulang
c.       Retensi : memelihara reduksi sampai penyembuhan
d.      Rehabilitasi : upaya untuk pencapai kembali fungsi tulang secara normal

2.        Beberapa intervensi yang diperlukan
a.         Intervensi Terapeutik atau konservatif
·         Proteksi dengan mitela atau pembebatan fraktur diatas dan dibawah sisi cidera sebelum memindahkan pasien. Pembebatan atau pemdidaian mencegah luka dan nyeri yang lebih jauh dan mengurangi adanya komplikasi.
·         Immobilitas
Dilakukan dalam jangka waktu berbeda-beda untuk kesembuhan fragmen yang dipersatukan dengan pemasangan gips.
·         Memberikan kompres dingin untuk menentukan perdarahan, edema dan nyeri
·         Meninggikan tungkai untuk menurunkan edema nyeri
·         Kontrol perdarahan dan memberikan penggantian cairan untuk mencegah syock.
·         Traksi untuk fraktur tulang panjang
Sebagai upaya menggunakan kekuatan tarikan untuk meluruskan dan immobilisasi fragmen tulang.
·          Reposisi tertutup atau fiksasi dengan gips
Pada fraktur supra kondilus, reposisi dapat dilaksanakan dengan anestesi umum atau lokal.
b.         Pemberian Diet
Pemberian diet TKTP dan zat besi untuk mencegah terjadinya anemia.
c.         Intervensi farmakologis
·         Anestesi local, analgesic narkotik, relaksasi otot atau sedative diberikan untuk membantu klien selama prosedur reduksi tertutup.
·         Anestesi dapat diberikan
·         Analgesic diberikan sesuai petunjuk untuk mengontrol nyeri pada pasca operasi
·         ATS diberikan pada pasien tulang complicated



d.        Intervensi operatif
·         Reduksi untuk memperbaiki kontinuitas tulang
ü  Reduksi Tertutup
Fragmen tulang disatukan dengan manipulasi dan traksi manual untuk memperbaiki kesejajaran gips atas bebat dipasang, untuk mengimmobilisasi ekstremitas dan mempertahankan reduksi. Diperlukan suatu kontrol radiology yang diikuti fiksasi interna.
ü  Reduksi terbuka dan fiksasi internal / ORIF
Fiksasi interna dengan pembedahan terbuka akan mengimmobilisasi fraktur. Memasukkan paku, sekrup atau pen atau plat ke dalam tempat fraktur untuk memfiksasi bagian tulang yang fraktur secara bersamaan. Fragmen tulang secara langsung terlihat dan alat fiksasinya digunakan untuk memegang fragmen tulang dalam posisi. Terjadi penyembuhan tulang dan dapat diangkat bila tulang sembuh. Setelah penutupan luka, beban atau gips untuk stabilisasi dan sokong tambahan.
·         Penggantian endoprostetik
Penggantian fragmen dengan alat logam terimplantasi dan digunakan bila terakhir mengganggu nutrisi tulang atau pengobatan pilihan adalah penggantian tulang.

2.8.       Pemeriksaan Penunjang
a.       Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment. Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.
b.      Pemeriksaan Laboratorium
·           Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
·           Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
·           Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
c.       Pemeriksaan lain-lain
·           Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
·           Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
·           Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
·           Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.
·           Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
·           MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.(Ignatavicius, Donna D, 1995)

2.9.       Komplikasi
Komplikasi dini dari fraktur femur ini dapat terjadi syok dan emboli lemak. Sedangkan komplikasi lambat yang dapat terjadi delayed union, non-union, malunion, kekakuan sendi lutut, infeksi dan gangguan saraf perifer akibat traksi yang berlebih.
a.         Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau mirin
b.         Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
c.         Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali
d.        Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang berlebihan di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat.
e.         Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
f.          Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70 sam pai 80 fraktur tahun.
g.         Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu yang imobiil dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah ortopedil
h.         Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
i.           Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis iskemia.
j.           Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri, perubahan tropik dan vasomotor instability.

2.10.   Asuhan Keperawatan
A.    Pengkajian
1.         Data Biografi
Identitas pasien seperti umur, jenis kelamin, alamat, agama, penaggung jawab, status perkawinan.
2.         Riwayat Kesehatan
d.      Riwayat medis dan kejadian yang lalu
e.       Riwayat kejadian cedera kepala, seperti kapan terjadi dan penyebab terjadinya
f.       Penggunaan alkohol dan obat-obat terlarang lainnya.
3.         Pemeriksaan fisik
a.       Aktivitas/istirahat
Tanda: Keterbatasab/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri).
b.      Sikulasi
Tanda: Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri/ansietas) atau hipotensi  (kehilangan darah). Takikardia (respon stres, hipovolemia). Penurunan/tak ada nadi pada bagian distal yang cedera, pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena. Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi cedera.
c.       Neurosensori
Gejala: hilang gerakan/sensasi, spasme otot, kebas/kesemutan (parestesis).
Tanda: deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderit), spasme otot, terlihat kelemahan/hilang fungsi. Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma lain).
d.      Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada  area jaringan/kerusakan tulang, dapat berkurang pada imobilisasi), tidak ada nyeri akibat kerusakan saraf. Spasme/kram otot (setelah imobilisasi)
e.       Keamanan
Tanda:  laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna. Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba).
4.         Pemeriksaan diagnostic
g.      Pemeriksaan Ronsen : menentukan lokasi/luasnya fraktur femur/trauma.
h.      Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
i.        Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
j.        Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma.
k.      Kreatinin : trauma otot mungkin meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
l.        Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multipel, atau cedera hati.






B.      Diagnosa Keperawatan
1.         Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas.
2.         Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
3.         Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
4.         Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
5.         Kurang pengetahuan tantang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.

C.     Intervensi
1.      Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas.
Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil : Nyeri berkurang atau hilang, Klien tampak tenang.
Intervensi
a.       Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
R/ hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif
b.      Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri
R/ tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri
c.       Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri
R/ memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri.

d.      Observasi tanda-tanda vital.
R/ untuk mengetahui perkembangan klien
e.       Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesic
R/ merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.

2.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil : tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus., luka bersih tidak lembab dan tidak kotor, Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi :
a.       Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
b.      Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka
R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
c.       Pantau peningkatan suhu tubuh.
R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.
d.      Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.
R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.
e.       Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya.


f.       Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
g.      Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
R / antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.

3.      Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
Tujuan : Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil : penampilan yang seimbang, melakukan pergerakkan dan perpindahan., mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
0        : mandiri penuh
1        : memerlukan alat bantu
2        : memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran
3        : membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat bantu
4        : ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi :
a.       Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi
b.      Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
c.       Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
d.      Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
e.       Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
4.      Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus. Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi :
a.       Pantau tanda-tanda vital.
R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
b.      Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptic
R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
c.       Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.
R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
d.      Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.
R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi.
e.       Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.

5.      Kurang pengetahuan tantang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
Kriteria Hasil :
·           Melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.
·           memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan.
Intervensi :
a.       Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
R/ mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
b.      Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
R/ dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
c.       Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.
R/ diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
d.      Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.
R/ mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.

D.    Implementasi
Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.

E.     Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya






BAB III
PENUTUP
3.1.        Kesimpulan
Fraktur adalah Terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. (Sjamsuhidajat R., 1997)
Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis.

3.2.       Saran
Sebagai perawat kita harus mampu mengenali tanda–tanda terjadinya fraktur femur complit dan memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur femur complit dengan benar. Perawatan tidak kalah pentingnya dengan pengobatan karena bagaimanapun teraturnya pengobatan tanpa perawatan yang sempurna maka penyembuhan yang diharapkan tidak tercapai.