BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Skenario
Sdr.
D 21 tahun dirawat di ruang bedah RSUD Ciamis setelah mengalami kecelakaan lalu
lintas dengan keluhan paha kanan tengah bengkak dan nyeri bila digerakkan,
tangan kanan terdapat luka terbungkus perban. Pada inspeksi tampak tungkai
kanan lebih pendek dibandingkan tungkai kiri dan bagian distal dari fraktur
mengalami rotasi eksternal Sdr. D di duga mengalami fraktur femur complit.
1.2.
Kata-Kata
Sulit
No
|
Kata
Sulit
|
Definisi
|
Arti
yang Sebenarnya
|
1
|
Fraktur femur complit
|
Patah tulang paha menyeluruh
|
Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang
pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung (kecelakaan lalu
lintas, jatuh dari ketinggian), kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu
seperti degenerasi tulang/osteoporosis.
Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis
tengah tulang dan biasanya megalami pergeseran (bergeser dari posisi
normal).
Jadi fraktur femur complit adalah rusaknya
kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung
pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya megalami pergeseran
(bergeser dari posisi normal).
|
2
|
Rotasi eksternal
|
Perputaran keluar
|
suatu rotasi femur disekitar axis longitudinal
sehingga knee terputar keluar.juga merupakan suatu rotasi femur disekitar
axis sagital sehingga knee ter-putar kedalam.
|
3
|
Distal
|
Bawah
|
Distal(=bawah): lebih jauh dari batang tubuh atau
pangkal.
|
1.3.
Daftar
Pertanyaan
1.
Mengapa paha kanan
tengah bengkak dan nyeri bila di gerakkan?
Jawaban : karena
setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam
korteks, marrow dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak sehingga
terjadi pendarahan serta terbentuk hematom.
2.
Apa penanganan pertama
dengan adanya keluhan bengkak dan nyeri bila di gerakkan?
Jawaban:
penanganan pertama pada keluhan bengkak
dengan di lakukan kompres hangat, dan untuk mengatasi nyeri dilakukan teknik
relaksasi dan distraksi ( mengalihkan perhatian klien), anjurkan untuk tidak
banyak gerak.
3.
Apa yang dikaji bila
menemukan pasien dengan fraktur femur complit?
Jawaban :
1.
Data Biografi
Identitas pasien seperti umur, jenis kelamin, alamat,
agama, penaggung jawab, status perkawinan.
2.
Riwayat Kesehatan
a.
Riwayat medis dan kejadian yang lalu
b.
Riwayat kejadian cedera kepala,
seperti kapan terjadi dan penyebab terjadinya
c.
Penggunaan alkohol dan obat-obat
terlarang lainnya.
3.
Pemeriksaan fisik
a.
Aktivitas/istirahat
Tanda: Keterbatasab/kehilangan fungsi pada bagian yang
terkena (mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder,
dari pembengkakan jaringan, nyeri).
b.
Sikulasi
Tanda: Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai
respon terhadap nyeri/ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah).
Takikardia (respon stres, hipovolemia). Penurunan/tak ada nadi pada bagian
distal yang cedera, pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena.
Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi cedera.
c.
Neurosensori
Gejala: hilang gerakan/sensasi, spasme otot,
kebas/kesemutan (parestesis).
Tanda: deformitas lokal, angulasi abnormal,
pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderit), spasme otot, terlihat
kelemahan/hilang fungsi. Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas
atau trauma lain).
d.
Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera
(mungkin terlokalisasi pada area
jaringan/kerusakan tulang, dapat berkurang pada imobilisasi), tidak ada nyeri
akibat kerusakan saraf. Spasme/kram otot (setelah imobilisasi)
e.
Keamanan
Tanda: laserasi kulit, avulsi jaringan,
perdarahan, perubahan warna. Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara
bertahap atau tiba-tiba).
4.
Pemeriksaan diagnostic
a.
Pemeriksaan Ronsen : menentukan
lokasi/luasnya fraktur femur/trauma.
b.
Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI:
memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak.
c.
Arteriogram : dilakukan bila
kerusakan vaskuler dicurigai.
d.
Hitung darah lengkap: Ht mungkin
meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur
atau organ jauh pada trauma multipel). Peningkatan jumlah SDP adalah respon
stres normal setelah trauma.
e.
Kreatinin : trauma otot mungkin
meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
f.
Profil koagulasi : perubahan dapat
terjadi pada kehilangan darah, transfusi multipel, atau cedera hati.
4.
Bagaimana cara
perawatan pada klien yang mengalami fraktur femur complit?
Jawaban:
1.
Penatalaksanaan fraktur
prinsipnya adalah dengan 4-R :
a.
Recognisi : riwayat dari
terjadinya fraktur sampai didiagnosa fraktur
b.
Reduksi : upaya memanipulasi
fragmen tulang
c.
Retensi : memelihara reduksi
sampai penyembuhan
d.
Rehabilitasi : upaya untuk
pencapai kembali fungsi tulang secara normal
2.
Beberapa intervensi yang
diperlukan
a.
Intervensi Terapeutik atau
konservatif
·
Proteksi dengan mitela atau
pembebatan fraktur diatas dan dibawah sisi cidera sebelum memindahkan pasien.
Pembebatan atau pemdidaian mencegah luka dan nyeri yang lebih jauh dan
mengurangi adanya komplikasi.
·
Immobilitas
Dilakukan dalam jangka waktu berbeda-beda untuk
kesembuhan fragmen yang dipersatukan dengan pemasangan gips.
·
Memberikan kompres dingin untuk
menentukan perdarahan, edema dan nyeri
·
Meninggikan tungkai untuk
menurunkan edema nyeri
·
Kontrol perdarahan dan memberikan
penggantian cairan untuk mencegah syock.
·
Traksi untuk fraktur tulang
panjang
Sebagai upaya menggunakan kekuatan tarikan untuk
meluruskan dan immobilisasi fragmen tulang.
·
Reposisi
tertutup atau fiksasi dengan gips
Pada fraktur supra kondilus, reposisi dapat
dilaksanakan dengan anestesi umum atau lokal.
b.
Pemberian Diet
Pemberian diet TKTP dan zat besi untuk mencegah
terjadinya anemia.
c.
Intervensi farmakologis
·
Anestesi local, analgesic
narkotik, relaksasi otot atau sedative diberikan untuk membantu klien selama
prosedur reduksi tertutup.
·
Anestesi dapat diberikan
·
Analgesic diberikan sesuai
petunjuk untuk mengontrol nyeri pada pasca operasi
·
ATS diberikan pada pasien tulang
complicated
d.
Intervensi operatif
·
Reduksi untuk memperbaiki
kontinuitas tulang
ü
Reduksi Tertutup
Fragmen tulang disatukan dengan manipulasi dan traksi
manual untuk memperbaiki kesejajaran gips atas bebat dipasang, untuk
mengimmobilisasi ekstremitas dan mempertahankan reduksi. Diperlukan suatu
kontrol radiology yang diikuti fiksasi interna.
ü
Reduksi terbuka dan fiksasi
internal / ORIF
Fiksasi interna dengan pembedahan terbuka akan
mengimmobilisasi fraktur. Memasukkan paku, sekrup atau pen atau plat ke dalam
tempat fraktur untuk memfiksasi bagian tulang yang fraktur secara bersamaan.
Fragmen tulang secara langsung terlihat dan alat fiksasinya digunakan untuk
memegang fragmen tulang dalam posisi. Terjadi penyembuhan tulang dan dapat
diangkat bila tulang sembuh. Setelah penutupan luka, beban atau gips untuk
stabilisasi dan sokong tambahan.
·
Penggantian endoprostetik
Penggantian fragmen dengan alat logam terimplantasi
dan digunakan bila terakhir mengganggu nutrisi tulang atau pengobatan pilihan
adalah penggantian tulang.
1.4.
Tujuan
Pembelajaran
1. Mengetahui
Definisi fraktur
2. Mengetahui
Anatomi fraktur
3. Mengetahui
Etiologi fraktur
4. Mengetahui
Manifestasi fraktur
5. Mengetahui
Klasifikasi fraktur
7. Mengetahui
Penatalaksanaan fraktur
8. Mengetahui
Pemeriksaan penunjang fraktur
9. Mengetahui
Komplikasi fraktur
10. Mengetahui
Asuhan Keperawatan Pasien dengan fraktur
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Definisi Fraktur
a. Fraktur
Fraktur adalah Terputusnya
kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh
ruda paksa. (Sjamsuhidajat R., 1997)
Fraktur adalah Patah tulang,
biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.(Price and Wilson, 2006).
Fraktur adalah Terputusnya
kontinuitas tulang dan tulang rawan (Mansjoer,dkk, 2000).
Fraktur adalah terputusnya hubungan
normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan. Patah
tulang dapat terjadi dalam keadaan normal atau patologis. Pada keadaan
patologis, misalnya kanker tulang atau osteoporosis, tulang menjadi lebih
lemah. Dalam keadaan ini, kekerasan sedikit saja akan menyebabkan patah tulang.
(Oswari , 2005 : 144).
b. Fraktur
femur
Fraktur femur adalah rusaknya
kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung
(kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), kelelahan otot,
kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis. Ada 2 tipe
dari fraktur femur, yaitu :
1. Fraktur
Intrakapsuler; femur yang terjadi di dalam tulang sendi,
panggul dan kapsula.
·
Melalui kepala femur (capital
fraktur)
·
Hanya di bawah kepala femur
·
Melalui leher dari femur
2. Fraktur
Ekstrakapsuler;
·
Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui
trokhanter femur yang lebih besar/yang lebih kecil /pada daerah
intertrokhanter.
·
Terjadi di bagian distal menuju
leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah trokhanter kecil.
2.2.
Anatomi Fisiologi
1. Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada
pada intra-seluler. Tulang berasal dari embrionic hyaline cartilage yang mana
melalui proses “Osteogenesis” menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel
yang disebut “Osteoblast”. Proses mengerasnya tulang akibat penimbunan garam
kalsium. Ada 206 tulang dalam tubuh manusia.
Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima kelompok berdasarkan bentukannyaitu
:
a. Tulang
panjang (Femur, Humerus)
terdiri dari batang tebal panjang yang
disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. Di sebelah
proksimal dari epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis dan
metafisis terdapat daerah tulang rawan yang tumbuh, yang disebutlempeng
epifisis atau lempeng pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh karena akumulasi
tulang rawan di lempeng epifisis. Tulang rawan digantikan oleh sel-sel tulang
yang dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang memanjang. Batang dibentuk oleh
jaringan tulang yang padat. Epifisis dibentuk dari spongi bone (cancellous atau
trabecular). Pada akhir tahun-tahun remaja tulang rawan habis, lempeng epifisis
berfusi, dan tulang berhenti tumbuh. Hormon pertumbuhan, estrogen, dan
testosteron merangsang pertumbuhan tulang
panjang. Estrogen, bersama dengan testosteron, merangsang
fusi lempeng epifisis. Batang suatu tulang panjang memiliki rongga yang
disebut kanalis medularis. Kanalis medularis berisi sumsum tulang.
b. Tulang
pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous
(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat.
c. Tulang
pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang
padat dengan lapisan luar adalah tulang concellous.
d. Tulang yang
tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek.
e. Tulang
sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar
tulang yang berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan
fasial, misalnya patella (kap lutut).
Tulang tersusun atas sel,
matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas tiga jenis
dasar-osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam pembentukan
tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matriks tersusun
atas 98% kolagen dan 2% subtansi dasar (glukosaminoglikan, asam
polisakarida) dan proteoglikan). Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam
mineral anorganik ditimbun.Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan
fungsi tulang dan terletak dalam osteon (unit matriks
tulang). Osteoklas adalah sel multinuclear (berinti banyak) yang
berperan dalam penghancuran, resorpsi dan remosdeling tulang.
Osteon merupakan unik fungsional
mikroskopis tulang dewasa. Ditengah osteon terdapat kapiler. Dikelilingi
kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang dinamakan lamella. Didalam
lamella terdapat osteosit, yang memperoleh nutrisi melalui prosesus yang
berlanjut kedalam kanalikuliyang halus (kanal yang menghubungkan dengan
pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 0,1 mm).
Tulang diselimuti dibagian oleh
membran fibrous padat dinamakan periosteum. Periosteum memberi nutrisi ke
tulang dan memungkinkannya tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon dan
ligamen. Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah, dan limfatik.
Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblast, yang merupakan
sel pembentuk tulang.
Endosteum adalah membran
vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang panjang dan rongga-rongga
dalam tulang kanselus. Osteoklast , yang melarutkan tulang untuk
memelihara rongga sumsum, terletak dekat endosteum dan dalam
lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang).
2.
Otot
Otot dibagi dalam tiga kelompok,
dengan fungsi utama untuk kontraksi dan menghasilkan pergerakan dari bagian
tubuh atau seluruh tubuh. Kelompok otot terdiri dari :
a.
Otot rangka (otot lurik) :
didapatkan pada sistem skeletal danberfungsi untuk memberikan pengontrolan
pergerakan mempertahnakan sikap dan menghasilkan panas
b.
Otot viseral (otot
polos) : didapatkan pada saluran pencernaan, saluran perkemihan
dan pembuluih darah. Dipengaruhi oleh sistem saraf otonom dan kontraksinya tidak
dibawah kontrol keinginan.
c.
Otot jantung : didapat hanya
pada jantung dan kontraksinya tidak kontorl keinginan.
Otot rangka merupakan otot yang
mempunyai variasi ukuran dan bentuk dari panjang dan tipis sampai dengan yang
lebar dan datar atau dapat berbentuk massa-massa yang besar sekali. Kontraksi
otot rangka hanya dapat dirangsang. Energi kontraksi otot dipenuhi dari
pemecahan adenosin triphospate (ATP) dan kegiatan kalsium. Serat-serat dengan
oksigenasi secara adekuat dapat berkontraksi lebih kuat, bila dibandingkan
dengan oksigenisasi tidak adekuat.
Pergerakan ditimbulkan oleh tarikan
otot pada tulang yang berperan sebagai pengungkit dan sendi berpungsi sebagai
tumpuan/penopang. Otot rangka lebih besar dari pembuluh darah. Selama kontraksi
otot akan terjadi perubahan kimia. Akibatnya terjadi pembentukan produk-produk
sisa metabolisme. Otot yang lelah dan nyeri terjadi pada saat otot kekurangan
oksigen dan produk buangan tidak dapat dikeluarkan.
a.
Kartilago
Kartilago terdiri dari serat-serat dilekatkan pada
suatu gelatin yang kuat. Kartilago sangat kuat
tetapi fleksible dan tidak bervaskuler. Nutrisi mencapai
kesel-sel kartilago dengan proses difusi melalui gelatin dari
kapiler-kapiler yang berada di perichondrium (fibrous yang menutupi
kartilago ) atau sejumlah serat-serat kolagen didapatkan pada kartilago, dimana
tipenya: fibrous, hyaline, atau elastik. Fibrous atau (fifibrocartilago)
mempunyai banyak serat-serat dan oleh karena itu paling besar kekuatannya untuk
merenggang . Fibrocartilagomenyusun diskus intervertebralis. Arthicular
(Hyaline) cartilage-halus, putih, putih, berkilau dan kenyal membungkus
permukaan persediaan dari tulang dan beberapa sebagian bantalan. Kartilago
elastik mempunyai paling sedikit serat-serat dan sering didapatkan pada daerah
telinga luar.
b.
Sumsum Tulang
jaringan vaskuler dalam rongga sumsum (batang) tulang
panjang dan dalam tulang pipih. Sumsum tulang merah, yang terutama terletak di
sternum, ilium, vertebra dan rusuk pada orang dewasa, bertanggung jawab
pada produksi sel darah merah dan putih. Pada orang dewas, tulang panjang
terisi oleh sumsum lemak kuning. Biopsi sumsum tulang dilakukan pada tulang
pipih.
c.
Ligament
Ligament adalah sekumpulan dari jaringan fibrous yang
tebal dimana merupakan akhiran dari suatu aoat dan berfungsi mengikat suatu
tulang
d.
Tendon
Tendon adalah suatu perpanjangan dari pembungkus fibon
yang membungkus setiap otot dan berkaitan dengan prioteum jaringan penyambung
yang mengelilingi tendon tertentu khususnya pada pergelangan tangan dan tumit.
Pembungkus ini dibatasi oleh membram synovial lumbrika untuk memudahkan
pergerakan tendon.
e.
Fasia
Fasia adalah suatu permukaan jaringan penyambun
longgar yang didapatkan langsung dibawah kulit sebagai fasisupervisial atau
pembungkus tebal, jaringan penyambung fibrous yang membungkus otot, saraf dan
pembuluh darah. Bagian akhir diketahui sebagai fasia dalam.
f.
Bursae
Burse adalah suatu kantong kecil dair jaringan
penyambung disuatu tempat, dimana digunakan diatas bagian yang bergerak,
misalnya terjadi antara kulit dan tulang, anatar tendon dan tulang atau antara
otot. Burse bertindak sebagai penampang antara bagian yang bergerak, seperti
pada olecra non bursae, terletak antara presesus dan kulit.
g.
Persendian
Pergerakan tidak akan mungkin terjadi bila kelenturan
dalam rangka tulang tidak ada. Kelenturan dimungkinkan karena adanya
persendian, atau letak dimana tulang-tulang berada bersama-sama. Bentuk dari
persendian akan ditetapkan berdasarkan jumlah dan tipe pergerakan yang
memungkinkan, dan klasifikasi didasarkan pada jumlah pergerakan yang dilakukan.
2.3.
Etiologi
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi
menjadi tiga, yaitu:
1. Cedera
traumatic
a. cedera
langsung, berarti pukulan langsung pada tulang sehingga tulang patah secara
spontan.
b. cedera tidak
langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari benturan, misalnya jatuh
dengan tangan menjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
c. Fraktur yang
disebabkan kontraksi keras dari otot yang kuat.
2.
Fraktur patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit,
diman dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur, dapat juga terjadi pada
keadaan :
a.
Tumor tulang (jinak atau ganas)
b.
Infeksi seperti osteomielitis
c.
Rakhitis, suatu penyakti tulang yang
disebabkan oleh devisiensi vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet
lain.
3.
Secara spontan, disebabkan oleh
stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang
bertugas di kemiliteran.
2.4. Manifestasi Klinis
Daerah paha yang patah tulangnya
sangat membengkak, ditemukan tanda functio laesa, nyeri tekan dan nyeri
gerak. Tampak adanya deformitas angulasi ke lateral atau angulasi ke anterior.
Ditemukan adanya perpendekan tungkai bawah. Pada fraktur 1/3 tengah femur, saat
pemeriksaan harus diperhatikan pula kemungkinan adanya dislokasi sendi panggul
dan robeknya ligamentum didaerah lutut. Selain itu periksa juga nervus siatika
dan arteri dorsalis pedis
Tanda Dan Gejala :
a.
Nyeri terus menerus dan bertambah
beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai
fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan
gerakan antar fragmen tulang.
b.
Deformitas dapat disebabkan
pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas dapat di ketahui dengan
membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi
dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melengketnya obat.
c.
Pemendekan tulang, karena kontraksi
otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling
melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm
d.
Krepitasi yaitu pada saat
ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang. Krepitasi yang
teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.
e.
Pembengkakan dan perubahan warna
lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.
f.
Peningkatan temperatur local
g.
Pergerakan abnormal
h.
Echymosis (perdarahan subkutan yang
lebar-lebar)
i.
Kehilangan fungsi
2.5. Klasifikasi
a.
Fraktur komplit adalah
patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya megalami pergeseran (bergeser dari posisi normal).
b.
Fraktur Tidak komplit
(inkomplit) adalah patah yang hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah
tulang.
c.
Fraktur tertutup
(fraktur simple) tidak menyebabkan robeknya kulit
d.
Fraktur terbuka
(fraktur komplikata/kompleks) merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau
mebran mukosa sampai ke patahan kaki.
Fraktur terbuka terbagi atas tiga
derajat, yaitu :
Derajat I :
·
Luka < 1 cm
·
Kerusakan jaringan
lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk
·
Fraktur sederhana,
tranversal, oblik, atau kominutif ringan
·
Kontaminasi minimal
Derajat II :
·
laserasi > 1 cm
·
Kerusakan jaringan
lunak, tidak luas, flap/avulse
·
Fraktur kominutif
sedang
·
Kontaminasi sedang
Derajat III :
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang
luas, meliputi struktur kulit, otot. dan neurovascular serta kontaminasi
derajat tinggi. Fraktur derajat tiga terbagi atas:
·
Jaringan lunak yang
menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi luas/flap/avulse
atau fraktur segmental/sangat kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi
tinggi tanpa melihat besarnya ukuran
luka.
·
Kehilangann jaringan
lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau kontaminasi massif.Luka pada
pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan
jaringan lunak.
e.
Sesuai pergerseran anatomisnya
fraktur dibedakan menjadi tulang bergeser/tidak bergeser. Jenis khusus fraktur
dibagi menjadi:
2.
Greensick, fraktur
dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya membengkok.
3.
Transversal, fraktur
sepanjang garis tengah tulang.
4.
Oblik, fraktur
membentuk sudut dengan garis tengah tulang (lebih tidak stabil dibanding
transversal).
5.
Spiral, fraktur
memuntir seputar batang tulang.
6.
Kominutif, fraktur
dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
7.
Depresi, fraktur dengan
fragmen patahan terdorng ke dalam (sering terjadi pada tulang tengkorak dan
tulang wajah).
8.
Kompresi, fraktur
dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang).
9.
Patologik, fraktur yang
terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, penyakit Paget, metastasi
tulang, tumor).
10. Avulsi,
tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada perlengkatannya.
11. Epfiseal,
fraktur melalui epifisis
12. Impaksi,
fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.
2.6.
Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai
kekeuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi
apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan
jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan
tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami
nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn
vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. ini
merupakan dasar penyembuhan tulang (Black, J.M, et al, 1993).
2.7.
Penatalaksanaan
1.
Penatalaksanaan fraktur
prinsipnya adalah dengan 4-R :
a. Recognisi : riwayat dari terjadinya fraktur sampai didiagnosa fraktur
b. Reduksi : upaya memanipulasi fragmen tulang
c. Retensi : memelihara reduksi sampai penyembuhan
d.
Rehabilitasi : upaya untuk
pencapai kembali fungsi tulang secara normal
2.
Beberapa intervensi yang
diperlukan
a.
Intervensi Terapeutik atau
konservatif
·
Proteksi dengan mitela atau
pembebatan fraktur diatas dan dibawah sisi cidera sebelum memindahkan pasien.
Pembebatan atau pemdidaian mencegah luka dan nyeri yang lebih jauh dan
mengurangi adanya komplikasi.
·
Immobilitas
Dilakukan dalam jangka waktu berbeda-beda untuk
kesembuhan fragmen yang dipersatukan dengan pemasangan gips.
·
Memberikan kompres dingin untuk
menentukan perdarahan, edema dan nyeri
·
Meninggikan tungkai untuk
menurunkan edema nyeri
·
Kontrol perdarahan dan memberikan
penggantian cairan untuk mencegah syock.
·
Traksi untuk fraktur tulang
panjang
Sebagai upaya menggunakan kekuatan tarikan untuk
meluruskan dan immobilisasi fragmen tulang.
·
Reposisi
tertutup atau fiksasi dengan gips
Pada fraktur supra kondilus, reposisi dapat
dilaksanakan dengan anestesi umum atau lokal.
b.
Pemberian Diet
Pemberian diet TKTP dan zat besi untuk mencegah
terjadinya anemia.
c.
Intervensi farmakologis
·
Anestesi local, analgesic
narkotik, relaksasi otot atau sedative diberikan untuk membantu klien selama
prosedur reduksi tertutup.
·
Anestesi dapat diberikan
·
Analgesic diberikan sesuai
petunjuk untuk mengontrol nyeri pada pasca operasi
·
ATS diberikan pada pasien tulang
complicated
d.
Intervensi operatif
·
Reduksi untuk memperbaiki
kontinuitas tulang
ü
Reduksi Tertutup
Fragmen tulang disatukan dengan manipulasi dan
traksi manual untuk memperbaiki kesejajaran gips atas bebat dipasang, untuk
mengimmobilisasi ekstremitas dan mempertahankan reduksi. Diperlukan suatu
kontrol radiology yang diikuti fiksasi interna.
ü
Reduksi terbuka dan fiksasi
internal / ORIF
Fiksasi interna dengan pembedahan terbuka akan
mengimmobilisasi fraktur. Memasukkan paku, sekrup atau pen atau plat ke dalam
tempat fraktur untuk memfiksasi bagian tulang yang fraktur secara bersamaan.
Fragmen tulang secara langsung terlihat dan alat fiksasinya digunakan untuk
memegang fragmen tulang dalam posisi. Terjadi penyembuhan tulang dan dapat
diangkat bila tulang sembuh. Setelah penutupan luka, beban atau gips untuk
stabilisasi dan sokong tambahan.
·
Penggantian endoprostetik
Penggantian fragmen dengan alat logam terimplantasi
dan digunakan bila terakhir mengganggu nutrisi tulang atau pengobatan pilihan
adalah penggantian tulang.
2.8.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan
Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah
“pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3
dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi
yaitu AP atau PA dan lateral. X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas
dan metalikment. Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk
mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.
b. Pemeriksaan
Laboratorium
·
Kalsium Serum dan Fosfor Serum
meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
·
Alkalin Fosfat meningkat pada
kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
·
Enzim otot seperti Kreatinin Kinase,
Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang
meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
c. Pemeriksaan
lain-lain
·
Pemeriksaan mikroorganisme kultur
dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
·
Biopsi tulang dan otot: pada intinya
pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila
terjadi infeksi.
·
Elektromyografi: terdapat kerusakan
konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
·
Arthroscopy: didapatkan jaringan
ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.
·
Indium Imaging: pada pemeriksaan ini
didapatkan adanya infeksi pada tulang.
·
MRI: menggambarkan semua kerusakan
akibat fraktur.(Ignatavicius, Donna D, 1995)
2.9.
Komplikasi
Komplikasi dini dari fraktur femur
ini dapat terjadi syok dan emboli lemak. Sedangkan komplikasi lambat yang dapat
terjadi delayed union, non-union, malunion, kekakuan sendi lutut, infeksi dan
gangguan saraf perifer akibat traksi yang berlebih.
a.
Malunion, adalah suatu keadaan
dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak pada seharusnya,
membentuk sudut atau mirin
b.
Delayed union adalah proses
penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari
keadaan normal.
c.
Nonunion, patah tulang yang tidak
menyambung kembali
d.
Compartment syndroma adalah suatu
keadaan peningkatan takanan yang berlebihan di dalam satu ruangan yang
disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat.
e.
Shock terjadi karena kehilangan
banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan
menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
f.
Fat embalism syndroma, tetesan lemak
masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor resiko terjadinya emboli lemak ada
fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70 sam pai 80 fraktur
tahun.
g.
Tromboembolic complicastion, trombo
vena dalam sering terjadi pada individu yang imobiil dalam waktu yang lama
karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan
ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah
ortopedil
h.
Infeksi, Sistem pertahanan tubuh
rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai
pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus
fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan
seperti pin dan plat.
i.
Avascular necrosis, pada umumnya
berkaitan dengan aseptika atau necrosis iskemia.
j.
Refleks symphathethic dysthropy, hal
ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf simpatik abnormal syndroma ini
belum banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri, perubahan tropik dan vasomotor
instability.
2.10.
Asuhan Keperawatan
A.
Pengkajian
1.
Data Biografi
Identitas pasien seperti umur, jenis kelamin, alamat,
agama, penaggung jawab, status perkawinan.
2.
Riwayat Kesehatan
d. Riwayat
medis dan kejadian yang lalu
e. Riwayat
kejadian cedera kepala, seperti kapan terjadi dan penyebab terjadinya
f. Penggunaan
alkohol dan obat-obat terlarang lainnya.
3.
Pemeriksaan fisik
a.
Aktivitas/istirahat
Tanda: Keterbatasab/kehilangan fungsi pada bagian yang
terkena (mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder,
dari pembengkakan jaringan, nyeri).
b.
Sikulasi
Tanda: Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai
respon terhadap nyeri/ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah). Takikardia
(respon stres, hipovolemia). Penurunan/tak ada nadi pada bagian distal yang
cedera, pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena. Pembengkakan
jaringan atau massa hematoma pada sisi cedera.
c.
Neurosensori
Gejala: hilang gerakan/sensasi, spasme otot,
kebas/kesemutan (parestesis).
Tanda: deformitas lokal, angulasi abnormal,
pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderit), spasme otot, terlihat
kelemahan/hilang fungsi. Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas
atau trauma lain).
d.
Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera
(mungkin terlokalisasi pada area
jaringan/kerusakan tulang, dapat berkurang pada imobilisasi), tidak ada nyeri
akibat kerusakan saraf. Spasme/kram otot (setelah imobilisasi)
e.
Keamanan
Tanda: laserasi kulit, avulsi jaringan,
perdarahan, perubahan warna. Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara
bertahap atau tiba-tiba).
4.
Pemeriksaan diagnostic
g.
Pemeriksaan Ronsen : menentukan
lokasi/luasnya fraktur femur/trauma.
h.
Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI:
memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak.
i.
Arteriogram : dilakukan bila
kerusakan vaskuler dicurigai.
j.
Hitung darah lengkap: Ht mungkin
meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur
atau organ jauh pada trauma multipel). Peningkatan jumlah SDP adalah respon
stres normal setelah trauma.
k.
Kreatinin : trauma otot mungkin
meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
l.
Profil koagulasi : perubahan dapat
terjadi pada kehilangan darah, transfusi multipel, atau cedera hati.
B.
Diagnosa Keperawatan
1.
Nyeri berhubungan dengan terputusnya
jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat
traksi/immobilisasi, stress, ansietas.
2.
Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi dan
penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan,
penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
3.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan
aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
4.
Risiko infeksi berhubungan dengan
stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur
penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
5.
Kurang pengetahuan tantang kondisi,
prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif,
kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
C.
Intervensi
1. Nyeri
berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema
dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas.
Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil : Nyeri berkurang atau hilang, Klien
tampak tenang.
Intervensi
a. Lakukan
pendekatan pada klien dan keluarga
R/ hubungan yang baik membuat klien dan keluarga
kooperatif
b. Kaji tingkat
intensitas dan frekwensi nyeri
R/ tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan
skala nyeri
c. Jelaskan
pada klien penyebab dari nyeri
R/ memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan
klien tentang nyeri.
d. Observasi
tanda-tanda vital.
R/ untuk mengetahui perkembangan klien
e. Melakukan
kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesic
R/ merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik
berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.
2.
Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi dan
penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan,
penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang
sesuai.
Kriteria Hasil : tidak ada tanda-tanda infeksi seperti
pus., luka bersih tidak lembab dan tidak kotor, Tanda-tanda vital dalam batas
normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi :
a.
Kaji kulit dan identifikasi pada
tahap perkembangan luka.
R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka
mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
b.
Kaji lokasi, ukuran, warna, bau,
serta jumlah dan tipe cairan luka
R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan
mempermudah intervensi.
c.
Pantau peningkatan suhu tubuh.
R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan
sebagai adanya proses peradangan.
d.
Berikan perawatan luka dengan tehnik
aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.
R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan
luka dan mencegah terjadinya infeksi.
e.
Jika pemulihan tidak terjadi
kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak
menyebar luas pada area kulit normal lainnya.
f.
Setelah debridement, ganti balutan
sesuai kebutuhan.
R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari
tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
g.
Kolaborasi pemberian antibiotik
sesuai indikasi.
R / antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme
pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.
3.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan
aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
Tujuan : Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas
optimal.
Kriteria hasil : penampilan yang seimbang, melakukan
pergerakkan dan perpindahan., mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di
toleransi, dengan karakteristik :
0
: mandiri penuh
1
: memerlukan alat bantu
2
: memerlukan bantuan dari orang lain
untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran
3
: membutuhkan bantuan dari orang
lain dan alat bantu
4
: ketergantungan; tidak
berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi :
a.
Kaji kebutuhan akan pelayanan
kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi
R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi
b.
Tentukan tingkat motivasi pasien
dalam melakukan aktivitas.
R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas
apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
c.
Ajarkan dan pantau pasien dalam hal
penggunaan alat bantu.
R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
d.
Ajarkan dan dukung pasien dalam
latihan ROM aktif dan pasif.
R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
e.
Kolaborasi dengan ahli terapi fisik
atau okupasi.
R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan
perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
4.
Risiko infeksi berhubungan dengan
stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur
penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti
pus. Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor. Tanda-tanda vital dalam batas
normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi :
a.
Pantau tanda-tanda vital.
R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama
bila suhu tubuh meningkat.
b.
Lakukan perawatan luka dengan teknik
aseptic
R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
c.
Lakukan perawatan terhadap prosedur
inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.
R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
d.
Jika ditemukan tanda infeksi
kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.
R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari
normal bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi.
e.
Kolaborasi untuk pemberian
antibiotik.
R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme
patogen.
5.
Kurang pengetahuan tantang kondisi,
prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif,
kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman tentang
kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
Kriteria Hasil :
·
Melakukan prosedur yang diperlukan
dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.
·
memulai perubahan gaya hidup yang
diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan.
Intervensi :
a.
Kaji tingkat pengetahuan klien dan
keluarga tentang penyakitnya.
R/ mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan
klien dan keluarga tentang penyakitnya.
b.
Berikan penjelasan pada klien
tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
R/ dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang,
klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
c.
Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan
diet makanan nya.
R/ diet dan pola makan yang tepat membantu proses
penyembuhan.
d.
Minta klien dan keluarga mengulangi
kembali tentang materi yang telah diberikan.
R/ mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan
keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
D.
Implementasi
Merupakan inisiatif
dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan
dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders
untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana
tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan klien.
E.
Evaluasi
Evaluasi adalah
perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien dengan
tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan
melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Fraktur adalah Terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. (Sjamsuhidajat R.,
1997)
Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha
yang dapat disebabkan oleh trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
ketinggian), kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi
tulang/osteoporosis.
3.2.
Saran
Sebagai perawat kita
harus mampu mengenali tanda–tanda terjadinya fraktur femur complit dan
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur femur complit dengan
benar. Perawatan tidak kalah pentingnya dengan pengobatan karena bagaimanapun
teraturnya pengobatan tanpa perawatan yang sempurna maka penyembuhan yang
diharapkan tidak tercapai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar