Laporan Pendahuluan CKD ( Cronik Kidney Disease )
A.
Anatomi dan Fisiologi
sistem perkemihan
1.
Ginjal
Ginjal
terletak di bagian belakang abdomen atas, di belakang peritonium, di depan dua
kosta terakhir dan tiga otot-otot besar transversus abdominalis, kuadratus
lumborum dan psoas mayor. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh
bantuan lemak yang tebal. Di sebelah posterior dilindungi oleh kosta dan
otot-otot yang meliputi kosta, sedangkan di anterior dilindungi oleh bantalan
usus yang tebal.
Pada
oran dewasa panajng ginjal 12-13 c,, lebarnya 6 cm dan beratnya antara 120-150
gram. Ukurannya tidak berbeda menurut bentuk dan ukuran tubuh. Sebanyak 95%
orang dewasa memiliki jarak antara ginjal 11-15 cm. Perbedaan panjang kedua
ginjal lebih dari 1,5 cm atau perubahan bentuk merupakan tanda yang penting
karena kebanyakan penyakit ginjal dimanifestasikan dengan perubahan struktur.
Permukaan anterior dan pisterior katup atas dan bawah serta pinggir lateral
ginjal berbentuk konveks, sedangkan pinggir medialnya berbentuk konkaf karena
adanya hilus. Ada beberapa struktur yang masuk dan keluar dari ginjal melalui
hilus antara lain arteri dan vena renalis, saraf dan pembuluh getah bening.
Ginja diliputi oleh suatu kapsul tribosa tipis mengilat, yang berikatan longgar
dengan jaringan dibawahnya dan dapat dilepaskan degnan mudah dari permukaan
ginjal.
Bagian - Bagian Ginjal
Bila sebuah ginjal kita iris
memanjang, akan tampak bahwa ginjal terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian
kulit (korteks), sumsum ginjal (medula), dan bagian rongga ginjal (pelvis
renalis).
1.
Kulit ginjal (korteks)
Pada kulit ginjal terdapat bagian yang
bertugas melaksanakan penyaringan darah yang disebut nefron. Pada tempat
penyaringan darah ini banyak mengandung kapiler-kapiler darah yang tersusun
bergumpal-gumpal disebut glomerolus. Tiap glomerolus dikelilingi oleh simpai
bownman, dan gabungan antara glomerolus dengan simpai bownman disebut badan
malphigi.
Penyaringan darah terjadi pada
badan malphigi, yaitu di antara glomerolus dan simpai bownman. Zat- zat yang
terlarut dalam darah akan masuk ke dalam simpai bownman. Dari sini zat-zat
tersebut akan menuju ke pembuluh yang merupakan lanjutan dari sompai bownman
yang terdapat di dalam sumsum ginjjal.
Unit fungsional ginjal adalah
nefron. Pada manusia setiap ginjal mengandung 1- 1,5 juta nefron yang pada
dasarnya mempunyai struktur dan fungsi yang sama. Nefron dibagi menjadi dua
jenis yaitu :
a.
Nefron kortikalis yaitu nefron yang
glomerulinya terletak pada bagian luar dan korteks dengan lingkungan henle yang
pendek dan tetap berada pada korteks atau mengadakan penetrasi hanya sampai ke
zona luar dari medula.
b.
Nefron juxtamedullaris yaitu nefron yang
glomerulinya terletak pada bagian dalam dari korteks dekat denga korteks medula
dengan lengkung henle yang panjang dan turun jauh ke dalam zona dalam dari
medula, sebelum berbalik dan kembali ke korteks.
Bagian – Bagian
Nefron :
·
Glomerolus
Suatu jaringan
berbentuk bola yang berasal dari arteriolafferent yang kemudian bersatu menjadi
arteriol eferen, berfungsi sebagi filtrasi sebagian air dan zat yang terlarut
dari darah yang melewatinya.
·
Kapsul bownman
Bagian tubulus yang
melingkupi glomerolus untk mengumpulkan cairan yang difiltrasi oleh kapiller
glomerolus.
·
Tubulus terbagi menjadi 3 yaitu :
ü Tubulus
Proksimal
Tubulus proksimal berfungsi
mengadakan reabsorbsi badan-badan dari cairan tubuli dan mensekresikan bahan-
bahan kedalam cairan tubuli.
ü Lengkung
Henle
Lengking henle membentuk lengkungan
tajam berbentuk U. Terdiri dati pars descendens yaitu bagian yang menurun
terbenam dari korteks ke medula, dan pars descendens yaitu bagian yang naik
kembali ke korteks. Bagian bawah lengkung henle mempunyai dinding yang sangat
tipis sehingga disebut segmen tipis, sedangkan bagian atas lebih tebal disebut
segmen tebal. Lengkung henle berfungsi reabsorbsi bahan- bahan dari cairan
tubulus dan sekresi bahan- bahan ke dalam cairan tubulus. Selain itu, berperan
penting dalam mekanisme konsentrasi dan difusi urin.
ü Tubulus
Distal
Tubulus distal berfungsi dalam
reabsorbsi dan sekresi zat- zat tertentu.
·
Duktus pengumpul ( duktus kolektifus)
Satu duktus pngumpul
mungkin menerima cairan dari delapan nefron yang berlainan. Setiap duktus
pengumpul terbenam kedalam medula untuk mengosongkan cairan isinya (urin) ke
dalam pelvis ginjal.
2.
Sumsum Ginjal (medula)
Sumsum ginjal terdiri beberapa
badan berbentuk kerucut yang disebut piramid renal. Dengan dasarnya menghadap
korteks dan puncungnya disebut apeks atau papila renin, mengarah ke bagian
dalam ginjal. Satu piramid dengan jaringan korteks di dalamnya disebut lobus
ginjal. Piramid antara 8 hingga 18 buah tampak bergaris-garis karena terdiri
atas berkas saluran paralel (tubuli dan duktus koligentes). Diantara piramid
terdapat jaringan korteks yang disebut kolumna renal. Pada bagian ini berkumpul
ribuan pembuluh halus yang merupakan lanjutan dari simpai bownman. Di dalam
pembuluh halus ini terangkut urin yang merupakan hasil penyaringan darah dalam
bagian malphigi, setelah mengalami berbagai proses.
3.
Rongga Ginjal (pelvis renalis)
Pelvis renalis adalah ujung urteri
yang berpangkal di ginjal, berbentuk corong lebar. Sebelum berbatasan dengan
jaringan ginjal, pelvis renalis bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor,
yang masing-masing bercabang membentuk beberapa kaliks minor yang langsung
menutupi papilla renin ddari piramid. Kaliks minor ini menampung urin yang
terus keluar dari papila. Dari kaliks minor, urin masuk ke kaliks minor, ke
pelvis renin, ke ureter, hingga ditampung dalam kandung kemih (vesika uinaria).
Fungsi
Ginjal
1.
Mengatur Volume Air (cairan) dalam
tubuh.
Kelebihan air dalam tubuh akan
dieksresikan oleh ginjal sebagai urin (kemih) yang encer dalam jumlah besar,
kekurangan air (kelebihan keringat) menyebabkan urin yang dieksresi berkurang
dan kinsentrasinya lebih pekat sehingga susunan dan volume cairan tubuh dapat
dipertahankan relatif normal.
2.
Mengatu keseimbangan osmotic dan
mempertahankan keseimbangan ion yang optimal dalam plasma (keseimbangan
elektrolit). Bila terjadi pemasukan atau pengeluaran yang abnormal ion- ion
akibat pemasukan garam yang berlebihan atau penyakit perdarahan (diare atau
muntah) ginjal akan meningkatkan eksresi ion-ion yang penting (misalnya
natrium, kalium, klorida, kalsium, dan fosfat).
3.
Mengatu keseimbangan asam basa.
Cairan tubh bergantung pada apa
yang dimakan, campuran makana menghasilkan urin yang bersifat agak asam, pH
kurang dari 6 ini disebabkan hasil akhir metabolisme protein. Apabila banyak
makan sayur-sayuran, urin akan bersifat basa. pH urin bervariasi antara
4,8-8,2. Ginjal mengsekresi urin sesuai dengan perubahan pH darah.
4.
Eksresi sisa hasil metabolisme (ureum,
asam urat, kreatinin) zat-zat toksik, obat-obatan, hasil metabolisme hemoglobin
dan bahan kimia asing (pestisida).
5.
Fungsi hormonal dan metabolisme. Ginjal
mensekresi hormone rennin yang mempunyai peranan penting mengatur tekanan darah
(sistem renin angiotensin aldosteron) membentuk eritropoiesis mempunyai peranan
penting untuk memproses pembentukan sel darah merah (eritropoiesis).
Peredaran darah ginjal
Ginjal mendapat darah dari aorta
abdominalis yang mempunyai percabangan arteria renalis, yang berpasangan kiri
dan kanan dan bercabang menjadi arteria interlobaris kemudian menjadi arteri
akuata. Arteria interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi
kapiler membentuk gumpalan yang disebut glomerolus dan dikelilingi oleh alat
yang disebut simpai bownman, didalamnya terjadi penyadangan pertama dan kapiler
darah yang meninggalkan simpai bowman kemudian menjadi vena renalis masuk ke
vena kava inferior.
Persyarafan Ginjal
Ginjal mendapat persyarafan dari
pleksus renalis (vasomotor). Saraf ini berfungsi mengatur jumlah dara yang
masuk ke dalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang
masuk ke ginjal. Anak ginjal (kelenjar suprarenal) terdapat di atas ginjal yang
merupakan sebuah kelenjar buntu yang menghasilkan dua macam hormon yaitu hormon
adrenalin dan hormon kostison.
2.
Ureter
Ureter
adalah tulang atau saluran yang menghubungkan ginjal dengan kandung kemih.
Ureter murupakan lanjutan pelvis renis, menuju distal dan bermuara pada vasica
urinaria. Panjangnya 25-30 cm. Persarafan ureter oleh pleksus hypogastrikus
inferior T11-12 melalui neuron-neuron simpatis. Ureter terdiri dari dua bagian
yaitu pars abdominalis (urete sebagian terletak dalam rongga abdomen) dan pars
pelvina (sebagian terletak dalam rongga pelvis). Terdiri dari 2 saluran pupa
masing-masing bersambung dari ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria)
panjangnya 25-30 cm dengan penampung 0,5 cm.
Dinding
ureter terdiri dari tiga lapisan : dinding luar jaringan ikat (jaringan
fibrosa), lapisan tengah otot polos dan lapisan sebelah dalam lapisan mukosa.
Tiga
tempat penyempitan pada ureter :
·
Ureteropelvic junction (terletaak dekat
pelvis ginjal)
·
Tempat penyilangan ureter dengan vassa
iliaca sama dengan flexura marginalis
·
Muara ureter ke dalam vesica urinaria
Lapisan
dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali yang
akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesika urinaria).
Gerakan peristaltik mendorong urin melalui ureter yang dieksresikan oleh ginjal
dan disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke dalam
kandungkemih. Ureter berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus
psoas dal dilapisi oleh pedtodinium. Penyempitan ureter terjadi pada tempat
ureter meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah, saraf fan pembuluh
sekitarnya mempunyai saraf sensorik.
Pembuluh
darah ureter :
a.
Arteri renalis
b.
Arteri spermatik interna
c.
Arteri hipogastrika
d.
Arteri vesikalis inferior
Persarafan ureter
Persarafan ureter merupakan cabang
dari pleksus mesenterikus inferior, fleksus spermatikus, dan pleksus pelvis sepertiga
dari nervus vagus rantai eferens dan nervus vagus rantai eferens dari nervus
torakali ke-11 dan ke-12, nervus lumbalis ke-1, dan nervus vagus mempunyai
rantai eferens untuk ureter.
3.
Vesika
Urinaria
Disebut
juga bladder/ kandung kemih. Vesika urinaria merupakan kandung berongga yang
dapat diregangkan dan volumenya dapat disesuaikan dengan mengubah status
kontraktil otot polos di dindingnya. Secara berkala urin dikosongkan dari
kandung kemih ke luar tubuh melalui uretra. Organ ini mempunyai fungsi sebagai
reservoir urin (200-400 cc). Dindingnya mempunyai lapisan otot yang kuat.
Letaknya di belakang os pubis. Bentuk vesika urinaria bila penuh seperti telur
(ovoid). Apabila kosong, seperti limas. Apex (puncak) vesica urinaria terletak
di belakang symphysis pubis.
Fungsi
vesika urinaria adalah sebagai tempat penyimpanan urin dan mendorong urin
keluar dari tubuh.
a.
Bagian – Bagian Vesika Urinaria
·
Fundud, yaitu bagian yang menghadap ke
arah belakang dan bawah, bagian ini terpisah dari rektum oleh spatrium
rectosivikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus deferent, vesika seminalis
dan prostate.
·
Korpus, yaitu bagian antara verteks dan
fundus.
·
Verteks, bagian yang maju ke arah muka
dan berhubungan dengan ligamentum vesika umbilikalis. Dinding kandung kemih
terdiri dari berapa lapisan yaitu peritoneum (lapisan sebelah luar), tunika
muskularis, tunika submukosa, dan lapisa mukosa (mukosa bagian dalam).
b.
Persarafan Vesika Urinaria
Persarafan pertama berasal dari
saraf-saraf pelvis, yaitu berhubungan dengan medula spinalis melalui pleksus
sakralis (S3-S4) dari medula spinalis. Saraf sensorik mendeteksi drajat
regangan dalam dinding kandung kemih. Sinyal regangan merupakan sinyal yang
kuat terutama berperan untuk memicu reflek pengosongan kandung kemih. Saraf motorik
merupakan saraf parasimpatik. Saraf ini berakhir di sel ganglion yang terletak
di dalam dinding kandung kemih. Mempersarafi otot detrusor (kontraksi kandung
kemih).
4.
Uretra
Uretra
merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi
menyalurkan air kemih keluar.
Pada
laki-laki uretra berkelok-kelok melalui tengah-tengah prostat kemudian menembus
lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis ke bagian penis. Panjangnnya 20 cm.
Uretra
pada laki-laki terdiri atas :
1.
Uretra prostaria
2.
Uretra membranosa
3.
Uretra kavernosa
Lapisan
uretra laki-laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling dalam) dan lapisan
submukosa.
Uretra
pada wanita terletak di belakang simfisis pubis berjalan miring sedikit ke arah
atas, panjangnya 3-4 cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri
dari tunika muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari
vena-vena dan lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam). Muara uretra pada wanita
terletak di sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini
hanya sebagian saluran ekskresi.
B. Definisi
Chronik kidney disease adalah Kondisi
penyakit pada ginjal yang persisten (keberlangsungan 3 bulan) dengan kerusakan ginjal, kerusakan
GFR dengan angka GFR 60 ml/menit/1,73m. (Mc clellan, 2006).
Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi renal yang
progresif dan reversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan uremia.
C. Etiologi
1.
Infeksi
saluran kemih (pielonefritis kronis)
2.
Penyakit
peradangan (glomerulonerfitis) primer dan sekunder. Glomerulonerfitis adalah
peradangan ginjal bilateral, biasanya timbul paska infeksi streptococcus, untuk
glomerulus akut, gangguan fisiologis utamanya dapat mengakibatkan ekskresi air,
natrium dan zat-zat nitrogen berkurang sehingga timbul edemadan azotemia,
peningkatan aldosteron menebabkan retensi air dan natrium. Penyakit vaskuler hipertensi (nefrosklerosis, stenosis
arteri renalis). Merupakan penyakit primer dan menyebabkan kerusakan pada
ginjal. Sebaliknya, GGK dapat menyebabkan hipertensi melalui mekanisme retensi
Na dan H2O, pengaruh vasopresor dari system rennin angiotensin dan
defisiensi prostaglandin, keadaan ini merupakan salah satu penyebab utama GGK,
terutama pada populasi bukan orang kulit putih.
3.
Gangguan
jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis sistemik)
4.
Penyakit
congenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal).
penyakit ginjal polikistik yang ditandai dengan kista multiple, bilateral yang
mengadakan ekspansi dan lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim
ginjal normal akibat penekanan. Asidosis tubulus ginjal merupakan gangguan
ekskresi H+ dari tubulus ginjal/ kehilangan HCO3 dalam
kemih walu GFR yang memadai tetap dipertahankan, akibatnya timbul asidosis
metabolic.
5.
Penyakit
metabolic (DM, gout, hiperparatiroidisme)
6.
Nefropati
toksis
7.
Nefropati
obstruktif (batu saluran kemih)
D. Manifestasi
Klinis
Manifestasi
klinik antara lain (Barbara C Long,1996:369) :
1.
Gejala Dini : lethargi,sakit
kepala,kelemahan fisik dan mental, berat badan berkurang,mudah
tersinggung,depresi.
2.
Gejala yang lebih lanjut :
anoreksia,mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktu ada
kegiatan atau tidak,edema yang disertai lekukan,pruritis mungkin tidak ada tapi
mungkin juga sangat parah.
Manifestasi
klinik menurut (Smeltzer,2001:1449) antara lain hipertensi,(akibat retensi
cairan dan natrium dari aktivitas sistem renin angiotensin-aldosteron),gagal
jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis
(akibat iritasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual,
muntah, cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tingkat
mampu berkonsentrasi).
Manifestasi
klinik menurut Suyono (2001) adlah sebagai berikut :
1.
Sistem Kardiovaskuler, antara lain
hipertensi, pitting edema, edema periorbital, pembesaran vena leher,friction
subpericardial.
2.
Sistem Pulmoner, antara lain nafas
dangkal, krekel,kusmaull,sputum kental dan liat.
3.
Sistem Gastrointestinal, antara lain
anoreksia, mual dan muntah perdarahan saluran GI, ulserasi dan perdarahan
mulut, nafas berbau amonia.
4.
Sistem Musculoskeletal, antara lain kram
otot, kehilngan kekuatan otot, fraktur tulang.
5.
Sistem Integumen, antara lain warna kulit abu-abu
mengilat,pruritus,kulit kering bersisik,ekimosis,kuku tipis dan rapuh ,rambut
tipis dan kasar.
6.
Sistem Resproduksi, antara lain
amenore,atrofi testis.
E. Patofisiologi
Pada
wak tu terjadi gagal ginjal, sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus)
diduga utuh sedangkan yang lain rusak. Nefron-nefron yang utuh hipertropibdan
memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorbsi walaupun dalam
keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai dari nefron-nefron
rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa
direabsorpsi berakibat dieresis osmotic disertai poliuri dan haus. Selanjutnya,
oleh karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak, oliguri timbul disertai
retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi
lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira
fungsi ginjal telah hilang 80%-90%. Pada tingkat ini, fungsi renal yang
demikian, nilai kreatinin clearance turun sampai 15ml/menit atau lebih rendah.
(Barbara C Long, 1996)
|
|
Hipertensi
|
|
|
|||
|
|
|
|
|
|||
|
|
CKD
|
|
|
|||
Edema ekstremitas
|
GFR
|
|
Sekresi endopomin
|
Retensi Na
|
|||
|
|
|
|
|
|
||
Ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit
|
Proteinuria
|
|
|
Produksi HB
|
Total CES
|
||
|
|
|
|
|
|
||
|
Ureum dan kreatinin
|
Urokrom
tertimbun di kulit
|
|
O₂
|
Tekanan kapiler naik
|
||
|
|
|
|
Capilary refeil >3
|
Vol
intertisial naik
|
||
Gangguan
keseimbngan asam basa
|
Nafas bau uremia
|
|
|
Suplai O₂
|
Edema
|
||
|
|
|
|
|
|
||
Produksi asam
|
Nafas Kusmaul
|
Intoleransi
aktifitas
|
|
Gangguan
perfusi jaringan
|
Kelebihan
volume cairan
|
||
|
|
|
|
|
|
||
Asam lambung
|
Perubahan pola
nafas
|
|
|
|
|
||
|
|
|
|
|
|
||
Nausea, vomiting
|
Iritasi
lambung
|
|
|
|
|
||
|
|
|
|
|
|
||
Resiko gangguan nutrisi
|
Infeksi
|
Pendarahan
|
|
|
|
||
|
|
|
|
|
|
||
|
Gastritis
|
|
|
|
|
F. Pemeriksaan
Penunjang
1.
Urin
Volume
|
:
|
Biasanya kurang dari 400ml/24 jam
(oliguri)/anuria
|
Warna
|
:
|
Secara abnormal urine keruh,
mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat lunak,
sedimen kotor, kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, mioglobulin, forfirin
|
Berat jenis
|
:
|
< 1,051 (menetap pada 1.010
menunjukan kerusakan ginjal berat)
|
Osmolalitas
|
:
|
< 350 Mosm/kg menunjukan
kerusakan mubular dan rasio urin/sering 1 : 1
|
Kliren kreatinin
|
:
|
Mungkin agak menurun
|
Natrium
|
:
|
>40 ME 0 /% karena
ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium
|
Protein
|
:
|
Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara
bulat, menunjukan kerusakan glomerulus jika SDM dan fagmen juga ada pH,
kekeruhan, glukosa, SDP dan SDM
|
2. Darah
BUN
|
:
|
Urea adalah produksi akhir dari
metabolism protein, peningkatan BUN dapat merupakan indikasi dehidrasi,
kegagalan prerenal atau gagal ginjal
|
Kreatinin
|
:
|
Produksi katabolisme otot dari
pemecahan kreatinin otot dan kreatinin posfat. Bila 50% nefron rusak maka
kadar kreatinin meningkat.
|
Elektrolit
|
:
|
Natrium, kalium, kalsium dan
posfat
|
Hematologi
|
:
|
Hb, thrombosit, Ht dan leukosit
|
3. Pielografi intravena
Menunjukan abnormalitas pelvis
ginjal dan ureter
4. Sistouretrogram berkemih
Menunjukan ukuran kandung kemih,
refluks kedalam uretet, retensi
5. Ultrasonografi ginjal
Menunjukan ukuran kandung kemih,
adanya massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas
6. Biopsy ginjal
Mungkin dilakukan secara endoskopi
untuk menentukan sel jaringan untuk diagnose histologist
7. Endoskopi ginjal nefroskopi
Dilakukan untuk menentukan pelvis
ginjal,keluar batu, hematuria, dan pengankatan tumor selektif.
8. EKG
Mungkin abnormal menunjukan
ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa, aritmia, hipertrofi ventrikel dan
tanda-tanda perikarditis.
G. Penatalaksanaan
Untuk
mendukung pemulihan dan kesembuhan pada klien yang mengalami CKD maka
penatalaksanaan pada klien CKD terdiri dari penatalaksanan medis/farmakologi,
penatalaksanan keperawatan dan penatalaksanaan diet. Dimana tujuan
penatalaksaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama
mungkin.
1.
Penatalaksanaan medis
a.
Cairan yang diperbolehkan adalah 500 samapai 600 ml
untuk 24 jam atau dengan menjumlahkan urine yang keluar dalam 24 jam ditamnbah
dengan IWL 500ml, maka air yang masuk harus sesuai dengan penjumlahan tersebut.
b.
Pemberian
vitamin untuk klien penting karena diet rendah protein tidak cukup
memberikan komplemen vitamin yang diperlukan.
c.
Hiperfosfatemia
dan hipokalemia ditangani dengan antasida mengandung alumunium atau kalsium
karbonat, keduanya harus diberikan dengan makanan.
d.
Hipertensi ditangani dengan berbagai medikasi antihipertensif
dan control volume intravaskuler.
e.
Asidosis metabolik pada gagal ginjal kronik biasanya
tampa gejala dan tidak memerlukan penanganan, namun demikian suplemen makanan
karbonat atau dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis metabolic
jika kondisi ini memerlukan gejala.
f.
Hiperkalemia biasanya dicegah dengan penanganan
dialisis yang adekuat disertai pengambilan kalium dan pemantauan yang cermat
terhadap kandungan kalium pada seluruh medikasi oral maupun intravena. Pasien harus diet rendah kalium kadang – kadang kayexelate sesuai
kebutuhan.
g.
Anemia pada
gagal ginjal kronis ditangani dengan epogen (eritropoetin manusia rekombinan).
Epogen diberikan secara intravena atau subkutan tiga kali seminggu.
h.
Hemodialisa
Hemodialisa
adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti fungsi ginjal untuk
mengeluarkan sisa-sisa metabolism atau racun tertentu dari peredaran darah
manusia seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan
zat-zat lainya melalui membrane semi permeable sebagai pemisah darah dan cairan
dialist pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis, dan
ultrefiltrasi.
i.
Transplantasi ginjal
Transplantasi
ginjal adalah suatu metode terapi dengan “memanfaatkan” sebuah ginjal sehat
(yang diperoleh melalui proses pendonoran) melalui prosedur pembedahan. Ginjal
sehat dapat berasal dari individu yang masih hidup (donor hidup) atau yang baru
saja meninggal (donor cadaver). Ginjal ‘cangkokan’ ini selanjutnya akan
mengambil alih fungsi kedua ginjal yang sudah rusak.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Hitung
intake dan output yaitu cairan : 500 cc ditambah urine dan hilangnya cairan
dengan cara lain (kasat mata) dalam waktu 24 jam sebelumnya.
b. Elektrolit
yang perlu diperhatikan yaitu natrium dan kalium. Natrium dapat diberikan
sampai 500 mg dalam waktu 24 jam.
3. Penatalaksanaan
Diet
a. Kalori harus
cukup : 2000 – 3000 kalori dalam waktu 24 jam.
b. Karbohidrat
minimal 200 gr/hari untuk mencegah terjadinya katabolisme protein
c. Lemak
diberikan bebas.
d. Diet uremia
dengan memberikan vitamin : tiamin, riboflavin, niasin dan asam folat.
e. Diet rendah
protein karena urea, asam urat dan asam organik, hasil pemecahan makanan dan
protein jaringan akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat gagguan
pada klirens ginjal. Protein yang diberikan harus yang bernilai biologis tinggi
seperti telur, daging sebanyak 0,3 – 0,5 mg/kg/hari.
4. Tindakan darurat
Kadar kalium dalam darah harus
dimonitor untuk mendeteksi hiperkalemia. Terapi darurat mencakup terapi
dialisiis, pemberian resin pertukaran kation peroral atau rectal, seperti
natrium polystyrene sulfonate, dan pemberian kalsium glukonat I.V. natrium
bikarbonat, glukosa hipertonik 50% dan insulin regular.
H. Komplikasi
Menurut
Smeltzer (2000), komplikasi gagal ginjal kronik yang memerlukan pendekatan
kolaboratif dalam perawatan, mencakup
1.
Hiperkalemia, akibat penurunan eksresi,
asidosis metabolic, katabolisme dan masukan diit berlebih.
2.
Perikarditis, efusi pericardial dan
temponade jantung akibat retensi produk sampah uremik dan dianalisis yang tidak
adekuat.
3.
Hipertensi, akibat retensi cairan dan
natrium serta mal fungsi sistem rennin, angiotensin, aldosteron.
4.
Anemia, akibat penurunan eritropoeitin,
penurunan rentang usia sel darah merah, pendarahan gastrointestinal akibat
iritasi.
5.
Penyakit tulang, akibat retensi fosfat,
kadar kalium serum yang rendah metabolisme vitamin D, abnormal dan peningkatan
kadar aluminium.
I.
Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah
faktor penting dalam survival pasien dan dalam aspek-aspek Promotif, Preventif,
Kuratif, Rehabilitatif. Untuk sampai pada hal ini, profesi keperawatan telah
mengidentifikasi proses pemecahan masalah yang menggabungkan elemen yang paling
di inginkan dari seni keperawatan dengan elemen yang paling relevan dari sistem
teori, dengan menggunakan metode ilmiah.
(Doenges, Marilyn E. 1999)
Proses keperawatan merupakan
proses yang sistematis yang saling berhubungan, yang disusun menjadi 5 tahap,
yang menekankan pada asuhan keperawatan secara individual:
1.
Pengkajian
keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses
keperawatan dan merupakan suatu proses keperawatan dan merupakan suatu proses
yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber untuk mengevaluasi
dan mengidentifikasi status kesehatan klien. (lyer dkk, 1996 dalam
Nursalam,2001).
Pengkajian keperawatan terdiri atas 3 tahap
yaitu pengumpulan, pengelompokan atau pengorganisasian, sehingga di temukan
diagnosa keperawatan.
Pengkajian dasar Gagal Ginjal Kronik:
a.
Riwayat
gangguan kronis dan gangguan yang mendasari status kesehatan
b.
Kaji derajat
kerusakan Ginjal
c.
Lakukan
pemeriksaan fisik : tanda-tanda vital (Nadi, respirasi, Tekanan darah, suhu
badan) Sistem saraf, sistem integumen, dan sistem musculoskeletal.
d.
Data dasar
pengkajian pasien tergantung pada tahap penyakit dan derajat yang terkena.(Doenges,
Maryline, 1999 )
e.
Aktifitas /
Istirahat
Gejala :
Kelelahan ekstrim, Kelemahan, Malaise, Gangguan tidur, (Insomnia /gelisah
atau somnolen)
Tanda :
Kelemahan otot , kehilangan tonus, Penurunan rentang gerak.
f.
Sirkulasi
Gejala :
Riwayat Hipertensi lama atau berat Palpitasi ; Nyeri dada (Angina )
Tanda : Hipertensi ; DVJ, Nadi kuat, Edema jaringan
umum Dan pitting pada kaki, telapak
tangan. Disritmia Jantung, Nadi Lemah Halus, hipotensi, Pucat ; kulit Coklat
kehitaman , kuning Kecendrungan perdarahan
g.
Integritas
Ego
Gejala :
Faktor stres contoh Finansial, hubungan dan sebagainya, Perasaan tidak
berdaya, tidak ada kekuatan, tidak ada harapan
Tanda :
Menolak, Ansietas, Takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian
h.
Eliminasi
Gejala :
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (Pada tahap lanjut), Abdomen
kembung, diare atau konstipasi
Tanda : Perubahan
warna urine,; contoh kuning pekat, merah, coklat. Oliguria dapat menjadi
anuria.
i.
Makanan /
Cairan
Gejala :
Peningkatan berat badan cepat (edema), Malnutrisi, Anoreksia, nyeri ulu
hati, mual/muntah, rasa tak sedap pada mulut
Tanda :
Distensi abdomen/asites, Pembesaran hati (Tahap akhir), Perubahan turgor
kulit kelembaban, Edema, Ulserasi gusi, perdarahan gusi dan mulut, Penurunan
otot, penurunan lemak sub kutan, penampilan tak bertenaga.
j.
Neurosensori
Gejala :
Sakit kepala , penglihatan kabur., Kram otot/ kejang, Kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstrimitas
bawah
Tanda : Gangguan status mental, contoh
penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, penurunan tingkat
kesadaran, stupor, koma. Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
k.
Nyeri /
kenyamanan
Gejala :
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot nyeri kaki
Tanda : Perilaku berhati-hati, gelisah.
l.
Pernapasan
Gejala : Napas pendek; batuk dengan/tanpa sputum
Tanda :
Takipnea, dispnea, Peningkatan frekwensi/ kedalaman (kusmaul). Batuk
produktif dengan sputum merah muda
m.
Keamanan
Gejala :
Kulit gatal, Ada/ berulangnya infeksi
Tanda : Pruritus, Demam; sepsis dehidrasi, Normotermia
dapat secara atual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh
lebih rendah dari normal, Fraktur tulang, Deposit fosfat kalsium pada kulit,
jaringan lunak, sendi, keterbatasan gerak sendi
n.
Seksualitas
Gejala :
Penurunan libido, amenorea, infertilitas
o.
Interaksi
sosisal
Gejala :
Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi
peran dalam keluarga.
p.
Penyuluhan /
Pembelajaran
Gejala : Riwayat DM keluarga (Resiko tinggi
untuk gagal ginjal) Penyakit polikistik,
Nefritis, Riwayat terpajan pada toksik, contoh obat dan racun lingkungan
,Penggunaan antibiotik berulang.
2. Diagnosa keperawatan.
a.
Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin dan retensi air dan
natrium.
b.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, nausea,
vomitus, perubahan membrane mukosa oral.
c.
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah.
d.
Gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan atau tahanan, gangguan
metabolisme tulang
e.
Kurang
pengetahuan tentang kondisi dan penanganan berhubungan dengan kurang
terpajannya informasi.
f.
Resiko
tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit
dan akumulasi toksin.
3. Rencana Keperawatan
Intervensi adalah rencana yang disusun oleh
perawat untuk kepentingan tindakan keperawatan bagi perawat yang menulis dan
perawat lainnya (carpenito 2000).
a.
Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin dan retensi air dan
natrium.
Tujuan : mempertahankan berat tubuh ideal tanpa
kelebihan cairan
kriteria
hasil :
·
memepertahankan
pembatasan diet dan cairan
·
menunjukan
turgor kulit normal tanpa edema
·
menunjukan
tanda-tanda vital normal
·
menunjukan
tidak adanya distensi vena leher
Intervensi
1.
Kaji status
cairan
·
Timbang berat badan harian
·
Keseimbangan
masukan dan haluaran
·
Turgor kulit
dan adanya edema
·
Distensi
vena leher
·
Tekanan
darah, denyut dan irama nadi
Rasional : pengkajian merupakan data dasar dan berkelanjutan untuk memantau
Perubahan dan mengevaluasi intervensi
2.
Batasi
pemasukan cairan
Rasional : Pembatasan
cairan akan menentukan berat tubuh ideal, haluaran urin dan respon
3.
Identifikasi
sumber potensial cairan
Rasional : Sumber
kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat diidentifikasi.
4.
Jelaskan
pada pasien dan keluarga mengenai pembatasan cairan
Rasional : Untuk
peningkatan kerja sama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan
5.
Tingkatkan
dan dorong oral hiegyne oral dengan sering
Rasional :
Hiegine mengurangi kekeringan membran mukosa mulut
6.
Berikan
medikasi antihipertensi sesuai indikasi
Rasional : Medikasi antihipertensi berperan
penting dalam penanganan hipertensi yang berhubungan dengan gagal ginal
kronik.
b.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, Nausea,
vomitus, perubahan membran mukosa oral.
Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang
adekuat
kriteria
hasil :
·
Mengkonsumsi
protein yang mengandung nilai biologis yang tinggi
·
Mengkonsumsi
makanan tinggi kalori dalam batasan diet
·
Melaporkan
peningkatan nafsu makan menunjukan tidak adanya penurunan berat badan yang
cepat
Intervensi
1.
Kaji status
nutrisi
Rasional : Menyediakan
data untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intrvensi
2.
Kaji pola
diet nutrisi pasien
Rasional : pola
diet dahulu dan sekarang dapat di pertimbangkan dalam menyusun menu
3.
Kaji faktor
yang berperan dalam merubah masukan nutrisi
Rasional : menyedikan
informasi mengenai faktor lain yang dapat di ubah atau di hilangkan untuk
meningkatkan masukan diet
4.
Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas
diet
Rasional :
mendorong peningkatan masukan klien
5.
Anjurkan
makanan yang tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium diantaranya waktu
makan
Rasional : Mengurangi
makanan dan protein yang di batasi dan menyediakan kalori untuk energi,
membatasi protein untuk pertumbuhan dan penyembuhan jaringan
6.
Sediakan
daftar makanan yang di anjurkan secara tertulis dan anjurkan untuk memperbaiki
rasa tanpa menggunakan natrium dan
kalium untuk pasien dan keluarga dapat di gunakan di rumah
Rasional : Daftar
yang dibuat menyediakan pendekatan positif terhadap pembatasan diet dan
merupakan referensi
c.
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah.
Tujuan : Berpartisipasi
dalam aktivitas yang dapat di toleransi
kriteria
hasil :
·
berpartisipasi
dalam meningkatkan tingkat aktivitas dan latihan
·
melaporkan
peningkatan rasa kesejateraan
·
berpartisipasi
dalam aktivitas dalam perawatan mandiri yang pilih
Intervensi :
1.
Kaji faktor
yang menimbulkan
Rasional :
Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat
keletihan
2.
Tingkatkan
kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat ditoleransi: bantu jika keletihan terjadi
Rasional : Meningkatkan
aktivitas ringan/sedang dan memperbaiki harga diri.
3.
Anjurkan
aktivitas alternatif sambil istirahat
Rasional : Mendorong
aktivitas dan latihan pada batas-batas yang dapat di toleransi dan isrirahat
yang adekuat
4.
Berikan
terapi komponen darah sesuai indikasi
Rasional : Terapi
komponen darah mungkin diperlukan jika pasien simtomatik
5.
Berikan
indikasi sesuai resep mencakup suplemen
zat besi dan asam folat dan multivitamin
Rasional : Sel
darah merah membutuhkan zat besi , asam folat dan multivitamin untuk produksi
d.
Gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan atau tahanan, gangguan
muskuloskeletal.
Tujuan : Mempertahankan
mobilitas/fungsi optimal
Kriteria
hasil : Menunjukan peningkatan kekuatan dan bebas dari komplikasi (kotraktur,) dekubitus
Intervensi
1.
Kaji
keterbatasan aktivitas, perhatikan adanya keterbatasan atau keitdakmampuan
Rasional : mempengaruhi
pilihan intervensi
2.
Ubuh posisi
secara sering bila tirah baring, dukung bagian tubuh yang sakit/sendi dengan
bantalan sesuai indikasi
Rasional : Menurunkan
ketidaknyamanan, mempertahankan otot/mobilitas sendi, meningkatkan sirkulasi
dan mencegah kerusakn kulit.
3.
Berikan
pijatan kulit., pertahankan kebersihan dan kekeringan kulit, pertahankan linen
kering dan bebas kerutan
Rasional :
Merangsang sirkulasi, mencegah iritasi kulit
4.
Dorong napas
dalam dan batuk tinggikan kepala tempat
tidur sesuai yang diperbolehkan. Ubah satu sisi ke sisi lain.
Rasional : Memobilisasi
sekresi, memperbaiki ekspansi paru dan
menurunkan resiko komplikasi paru contoh atelektasis, pneumonia
5.
Berikan pengalihan dengan tepat pada kondisi pasien
contoh kunjungan radio TV atau buku
Rasional : Menurunkan
kebosanan, meningkatkan relaksasi.
e.
Kurang
pengetahuan tentang kondisi dan penanganan berhubungan dengan kurang
terpajannya informasi.
Tujuan : Meningkatkan pengetahuan kondisi dan
penangan yang bersangkutan
Kriteria
Hasil :
·
Menyatakan
hubungan antara penyebab gagal ginjal dan konsekuensinya
·
Pembatasan
cairan dan diet sehubungan dengan kegagalan regulasi ginjal
·
Menanyakan
tentang pilihan terapi, yang merupakan petunjuk kesiapan belajar
·
Menyatakan
rencana untuk melanjutkan kehidupan normalnya sedapat mungkin.
Intervensi
1.
Kaji
pemahaman mengenai penyebab gagal ginjal kronik, konsekuensinya dan
penanganannya
Rasional :
Merupakan instruksi dasar untuk penjelasan dan penyuluhan lebih lanjut
2.
Jelaskan
fungis renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai denga tingkat pemahaman dan
kesiapan pasien untuk belajar
Rasional : Pasien
dapat belajar tentang gagal ginjal dan penanganan setelah mereka siap untuk
memahami dan menerima diagnosis dan konsekuensinya.
3.
Bantu pasien
untuk mengidentifiaksi cara-cara untuk memahami berbagai perubahan akibat
panyakit dan penangan yang mempengaruhi dan penanganan yang mempengaruhi
hidupnya.
Rasional : Pasien
dapat melihat bahwa tidak harus berubah akibat penyakit
4.
Sediakan
informasi baik tertulis maupun lisan
dengan tepat
Rasional ; pasien
memiliki informasi yang dapat digunakan untuk klasifikasinya di rumah
f.
Resiko
tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit
dan akumulasi toksin.
Kriteria evaluasi : Mempertahankan curah jantung dengan bukti
tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan
sama dengan waktu pengisian kapiler.
Intervensi
1.
Auskultasi bunyi
jantung dan paru. Evaluasi adanya edema perifer / kongesti vascular dan keluhan
dispnea.
Rasional : Takikardia
frekuensi jantung tak teratur, takipnea, mengi, dan edema / distensi jugular
menunujukan gagal ginjal kronik.
2.
Kaji adanya /
derajat hipertensi : awasi tekanan darah, perhatikan perubahan postural, contoh
duduk, berbaring, berdiri.
Rasional : Hipertensi
bermakna dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron renin
angiontensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal ). Meskipun hipertensi umum,
hipotensi ortostatik dapat terjadi sehubungn dengan defisit cairan, respon
terhadap obat anti hipertensi, atau temponade pericardial uremik.
3.
Selidiki keluhan
nyeri dada, perhatikan lokasi radiasi, beratnya ( skala 0-10) dan apakah tidak
menetap dengan inspirasi dalam dan posisi terlentang
Rasional : Hipertensi
dan GJK dapat menyebabkan IM, kurang lebih pasien gagal ginjal kronik dengan
dialysis mengalami perikaridtis, potensial resiko efusi perikardial /
temponade.
4.
Evaluasi bunyi
jantung takanan darah, nadi perifer, pengisian kapiler, kongesti vaskuler, suhu
dan sensori / mental.
Rasional : Adanya
hipontensi tiba-tiba, penyempitan tekanan nadi, penurunan / tak adanya nadi
perifer, distensi jugular nyata, pucat, dan penyimpangan mental cepat
menunjukan tempo nadi, yang merupakan kedaduratan medik.
4. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan
keperawatan oleh perawat dan klien (Nursalam,2001)
Implementasi keperawatan dibedakan atas 3 bagian
berdasarkan kewenangan dan tanggung jawab perawat secara professional
sebagaimana terdapat dalam standar praktek keperawatan (Nursalam, 2001)
a.
Independen
Tindakan
keperawatan independen adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat
tanpa petunjuk dan perintah dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya.
b.
Interdependen
Interdependen
tindakan keparawatan menjelaskan suatu kegiatan yang memerlukan kerjasama
dengan tenaga kesehatan lainnya misalnya tenaga sosial, ahli gizi, fisioterapi
dan dokter.
c.
Dependen
Tindakan
dependen berhubungan dengan pelaksanaan tindakan medis. Tindakan tersebut
menandakan suatu cara dimana tindakan dilaksanakan.
5. Evauasi
Evaluasi adalah fase pengkajian proses
keperawatan yang menilai keefektifan tindakan keperawatan dan mengindikasi
kemajuan klien terhadap tujuan pencapaian(Nursalam, 2001).
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi
proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana
tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai.
Tujuan evaluasi adalah untuk menentukan seberapa
efektifnya tindakan keperawatan itu untuk mencegah atau mengobati respon
manusia terhadap prosedur kesehatan. Berdasarkan respon klien terhadap tindakan
keperawatan yang diberikan sehingga perawat dapat mengambil keputusan:
a.
Mengakhiri
rencana tindakan keperawatan (klien tetah mencapai tujuan yang ditetapkan)
b.
Memodifikasi
rencana tindakan keperawatan (klien mengalami kesulitan untuk mencapai tujuan)
c.
Meneruskan
rencana tindakan keprerawatan (klien memerlukan waktu yang lama untuk mencapai
tujuan).(Nursalam, 2001)
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilynn E.1999. Rencana
Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien. EGC : Jakarta.
Smeltzer Suzzane C dan Bare
Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth edisi 8 vol.
2. EGC : Jakarta.
Haryono Rudi. 2013. Keperawatan
Medikal Bedah : Sistem Perkemihan. Rapha Publishing: Yogyakarta.
Marya R. K.2013. Buku
Ajar Patofisiologi Mekanisme terjadinya Penyakit. Binarupa Aksara
Publisher: Tangerang Selatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar