Laporan Pendahuluan
Vesikolithiasis
A. Konsep
Dasar
1. Anatomi
Fisiologi Sistem Urinaria
a.
Anatomi
1.
Anatomi Ginjal
(Renal)
Ginjal suatu
kelenjar yang terletak dibagian belakang dari kavum abdomeinalis dibelakang
peritonium pada kedua sisi vertebral lumbalis III, melekat langsung pada
dinding belakang abdomen. Bentuknya seperti biji kacang, jumlahnya ada dua kiri
dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan pada umumnya ginjal
laki-laki lebih panjang dari ginjal wanita (Syaifuddin, 1999).
2.
Anatomi Ureter
Ureter terdiri dari dua saluran pipa masing-masing
bersambung dari ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria) panjangnya 25-30 cm,
dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen dan
sebagian terletak dalam rongga pelvis.
Lapisan dinding ureter terdiri dari:
·
Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
·
Lapisan tengah
lapisan otot polos.
·
Lapisan sebelah
dalam lapisan mukosa.
Lapisan dinding
ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik tiap 5x/menit sekali yang akan
mendorong air kemih masuk kedalam kandung kemih. Gerakan peristaltik urin masuk
ke dalam kandung kemih.
3.
Anatomi Vesika
urinaria (kandung kemih)
Kandung kemih adalah satu kantong berotot yang dapat
mengempes, terletak dibelakang simfisis pubis dan kandung kemih mempunyai tiga
muara, dua muara ureter serta satu muara uretra. Kandung kemih dapat mengembang
dan mengempis seperti balon karet, terletak dibelakang simfisis pubis didalam
rongga panggul. Bentuk kandung kemih seperti kerucut dikelilingi oleh otot yang
kuat, berhubungan dengan ligamentum vesika umbilikus medius (Sylvia A. Prince
Lorrance W, 1995).
Bagian vesika urinaria terdiri dari:
·
Fundus yaitu bagian yang menghadap kearah belakang dan
bawah, bagian ini terpisah dari rektum oleh spatium rectovesikale yang terisi oleh
jaringan ikat duktus deferent vesika seminalis dan prostat.
·
Korpus yaitu bagian antara verteks dan fundus.
·
Verteks bagian yang runcing kearah muka dan
berhubungan dengan ligamentum vesika umilikalis.
Dinding kandung kemih terdiri dari lapisan:
·
Peritonium (Lapisan Luar)
·
Tunika Muskularis (lapisan otot)
·
Tunika Submukosa dan
·
Lapisan mukosa (lapisan bagian dalam)
4.
Proses miksi atau rangsangan berkemih
Distensi kandung kemih oleh air kemih akan merangsang
stresreseptor yang terdapat pada dinding kandung kemih dengan jumlah 250 cc
sudah cukup untuk merangsang berkemih (proses miksi). Akibatnya akan terjadi
reflek kontraksi dinding kandung kemih, dan pada saat yang sama terjadi
relaksasi spinter internus segera diikuti oleh relaksasi spinter eksternus,
akhirnya terjadi pengosongan kandung kemih. Rangsangan yang menyebabkan
kontraksi kandung kemih dan relaksasi spinter interhus dihantarkan melalui
serabut-serabut saraf para simpatis. Kontraksi spinter eksternus secara
volunter ini hanya mungkin bila saraf-saraf yang menangani kandung kemih uretra
medula spinalis dan otak masih utuh. Bila ada kerusakan pada saraf-saraf
tersebut maka terjadi inkontinensia urin (kencing keluar terus menerus tanpa
disadari) dan retensi urin (kencing tertahan). Persyaratan dan peredaran darah
vesika urinarius. Persyaratan diatur torako lumbar berfungsi untuk relaksasi
lapisan otot dan kontaksi spinter internal peritonium melapisi kandung kemih.
Peritonuim dapat digerakkan membuat lapisan dan menjadi lurus apabila kandung
kemih berisi penuh.
5.
Pembuluh Darah
Arteri vesikalis superior berpangkal dari umbikalis
bagian distal, vena membentuk anyaman dibawah kandung kemih. Pembuluh Limfa
berjalan menuju duktus limfatikus sepanjang arteri umbilikalis (Syaifuddin,
1996).
b.
Fisiologi
Kandung kemih juga sering disebut buli-buli. Adapun
fungsi dari kandung kemih adalah:
·
Muara tempat akhir zat-zat sisa dari makanan yang kita
makan yang tidak diperlukan tubuh atau tidak diroabsorsi tubuh.
·
Tempat penampungan atau menyimpan air kemih yang akan
dikeluarkan melalui uretra (Syaifuddin, 1996).
Ginjal juga merupakan salah satu salah satu organ
tubuh yang sangat penting berfungsi sebagai:
·
Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat
toksis atau racun.
·
Mempertahankan suasana keseimbangan cairan.
·
Mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat
lain dalam tubuh.
·
Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari
cairan tubuh.
·
Mengeluarkan sisa-sisa metabilosme hasil akhir dari
protein ureum, kreatinin, amoniak (Syaifuddin, 1996).
2. Definisi
Visikolitiasis adalah penyumbatan saluran kemih khususnya pada vesika
urinaria atau kandung kemih oleh batu, penyakit ini juga disebut batu kandung
kemih (Smeltzer dan Bare, 2000).
Vesikolitiasis adalah batu yang terjebak divesika urinaria yang menyebabkan
gelombang nyeri yang luar biasa sakitnya biasa sakitnya yang menyebar kepaha,
abdomen dan daerah genitalia. Medikasi yang diketahui menyebabkan pada banyak
klien mencakup penggunaan antasid diamox, vitamin D, Laksatif dan aspirin dosis
tinggi yang berlebihan.
Batu vesika
urinaria terutama mengandung kalsium atau magnesium dalam kombinasinya dengan
fosfat, oksalat, dan zat-zat lainnya (Suddarths dan Brunner, 2001)
Vesikolitektomi adalah mengangkat
batu vesika urinaria (Tjokro, N.A, et al, 2001).
Batu kandung kemih adalah batu yang
tidak normal didalam saluran kemih yang mengandung komponen kristal dan matriks
organik tepatnya pada vesika urinaria atau kandung kemih. Batu kandung kemih
sebagian besar mengandung batu kalsium oksalat atau fosfat. (Prof. Dr. Arjatm
T. Ph.D dan dr. Hendra Utama, SPFK, 2001).
Batu ginjal didalam saluran kemih
(kalkulus Uriner) adalah massa keras seperti batu yang terbentuk disepanjang
saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan/ penyumbatan aliran kemih
atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk didalam kandung kemih (batu kandung
kemih). proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis (litiasis renalis)
(hhtp://id.wikipedia.org).
3. Etiologi
Menurut Smeltzer (2002:1460) bahwa, batu kandung kemih
disebabkan infeksi, statis urin dan periode imobilitas (drainage renal yang
lambat dan perubahan metabolisme kalsium).
Faktor- faktor yang mempengaruhi menurut Soeparman (2001:378) batu kandung kemih (Vesikolitiasis) adalah
Faktor- faktor yang mempengaruhi menurut Soeparman (2001:378) batu kandung kemih (Vesikolitiasis) adalah
1.
Factor
endogen
a.
Hiperkalsiuria
Suatu peningkatan kadar kalsium dalam urin, disebabkan
karena, hiperkalsiuria idiopatik (meliputi hiperkalsiuria disebabkan masukan
tinggi natrium, kalsium dan protein), hiperparatiroidisme primer, sarkoidosis,
dan kelebihan vitamin D atau kelebihan kalsium.
b.
Hipositraturia
Suatu penurunan ekskresi inhibitor pembentukan kristal
dalam air kemih, khususnya sitrat, disebabkan idiopatik, asidosis tubulus
ginjal tipe I (lengkap atau tidak lengkap), minum Asetazolamid, dan diare dan
masukan protein tinggi.
c.
Hiperurikosuria
Peningkatan kadar asam urat dalam air kemih yang dapat memacu pembentukan batu kalsium karena masukan diet purin yang berlebih.
Peningkatan kadar asam urat dalam air kemih yang dapat memacu pembentukan batu kalsium karena masukan diet purin yang berlebih.
d.
Penurunan jumlah air kemih
Dikarenakan masukan cairan yang sedikit.
e.
Jenis cairan yang diminum
Minuman yang banyak mengandung soda seperti soft drink,
jus apel dan jus anggur.
f.
Hiperoksalouria
Kenaikan ekskresi oksalat diatas normal (45 mg/hari), kejadian ini disebabkan oleh diet rendah kalsium, peningkatan absorbsi kalsium intestinal, dan penyakit usus kecil atau akibat reseksi pembedahan yang mengganggu absorbsi garam empedu.
Kenaikan ekskresi oksalat diatas normal (45 mg/hari), kejadian ini disebabkan oleh diet rendah kalsium, peningkatan absorbsi kalsium intestinal, dan penyakit usus kecil atau akibat reseksi pembedahan yang mengganggu absorbsi garam empedu.
g.
Ginjal Spongiosa Medula
Disebabkan karena volume air kemih sedikit, batu
kalsium idiopatik (tidak dijumpai predisposisi metabolik).
h.
Batu Asan Urat
Batu asam urat banyak disebabkan karena pH air kemih
rendah, dan hiperurikosuria (primer dan sekunder).
i.
Batu Struvit
Batu struvit disebabkan karena adanya infeksi saluran
kemih dengan organisme yang memproduksi urease.
Kandungan batu kemih kebayakan terdiri dari :
·
75 % kalsium.
·
15 % batu tripe/batu struvit (Magnesium Amonium
Fosfat).
·
6 % batu asam urat.
·
1-2 % sistin (cystine)
2.
Faktor-Eksogen.
Faktor lingkungan, pekerjaan
(sopir) , makanan, infeksi bakteri (kurang personal hygine) dan kejenuhan
mineral dalam air minum.
3.
Faktor-lainnya.
Infeksi, stasis dan obstruksi
urine, keturunan, air minum, pekerjaan, makanan atau penduduk yang vegetarian
lebih sering menderita batu saluran kencing atau buli-buli (Syaifuddin, 1996).
Batu kandung kemih dapat disebabkan oleh kalsium oksalat atau agak jarang
sebagai kalsium fosfat. Batu vesika urinaria kemungkinan akan terbentuk apabila
dijumpai satu atau beberapa faktor pembentuk kristal kalsium dan menimbulkan
agregasi pembentukan batu proses pembentukan batu kemungkinan akibat
kecenderungan ekskresi agregat kristal yang lebih besar dan kemungkinan sebagai
kristal kalsium oksalat dalam urine.
Dan beberapa medikasi yang
diketahui menyebabkan batu ureter pada banyak klien mencakup penggunaan
obat-obatan yang terlalu lama seperti antasid, diamox, vitamin D, laksatif dan
aspirin dosis tinggi. (Prof.Dr.Arjatmo T. Ph. D.Sp. And. Dan dr. Hendra U.,
SpFk, 2001). Menurut Smeltzer (2002:1460) bahwa, batu kandung kemih disebabkan
infeksi, statis urin dan periode imobilitas (drainage renal yang lambat dan
perubahan metabolisme kalsium).
4. Manifestasi
Klinis
Menurut Dr willie japans, 1993 bahwa
tanda dan gejala atau keluhan tidak selalu ditemukan pada penderita yang
mengidap batu saluran kemih. Bila batunya masih kecil atau besar tapi tidak
berpindah, tidak meregang atau menyumbat permukaan saluran kemih, tidak akan
timbul keluhan seperti biasa sampai suatu saat mungkin ditemukan secara
kebetulan pada saat melalukan check up dan poto roentgen tampak ada batu pada
ginjal. Jika pada suatu saat batu tergeser mengelilingi ginjal kebawah, maka
timbullah gejala nyeri hebat pada daerah pinggang. Saluran ureter yang
menghubungkan ginjal dan kandung kamih kecil sekali sehingga batu akan
meregangkan dindingnya, bahkan merobek menyumbat lubang visika. Jika batu
berhasil sampai bagian bawah saluran ureter maka nyeri akan berpindah dan
terasa merambat kearah kemaluan atau daerah pangkal paha. Biasanya disertai
keluar darah bersama air. Bila lukanya kecil, darah yang keluarpun sedikit dan
hanya dapat dilihat dengan mokroskop. Sumbatan atau regangan batu pada kandung
kemih dapat juga menimbulkan nyeri pada konstan dan tumpul pda daerah atas
kemaluan pada waktu kencing, kencing tidak tuntas, pancaran kencing tidak kuat.
Batu yang terjebak di kandung kemih
biasanya menyebabkan iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius
dan hematuria, jika terjadi obstruksi pada leher kandung kemih menyebabkan
retensi urin atau bisa menyebabkan sepsis, kondisi ini lebih serius yang dapat
mengancam kehidupan pasien, dapat pula kita lihat tanda seperti mual muntah,
gelisah, nyeri dan perut kembung (Smeltzer, 2002:1461).
Jika sudah terjadi komplikasi
seperti seperti hidronefrosis maka gejalanya tergantung pada penyebab
penyumbatan, lokasi, dan lamanya penyumbatan. Jika penyumbatan timbul dengan cepat
(Hidronefrosis akut) biasanya akan menyebabkan koliks ginjal (nyeri yang luar
biasa di daerah antara rusuk dan tulang punggung) pada sisi ginjal yang
terkena. Jika penyumbatan berkembang secara perlahan (Hidronefrosis kronis),
biasanya tidak menimbulkan gejala atau nyeri tumpul di daerah antara tulang
rusuk dan tulang punggung.
Selain tanda diatas, tanda
hidronefrosis yang lain menurut Samsuridjal (http://www.medicastore.com, 4
Desember 2009) adalah:
a.
Hematuri.
b.
Sering ditemukan infeksi disaluran kemih.
c.
Demam.
d.
Rasa nyeri di daerah kandung kemih dan ginjal
e.
Mual.
f.
Muntah.
g.
Nyeri abdomen.
h.
Disuria.
i.
Menggigil.
5.
Patofisiologi
Penyebab spesifik dari batu kandung kemih adalah bisa dari batu kalisium
oksalat dengan inhibotor sitrat dan glikoprotein. Beberapa promotor (reaktan)
dapat memicu pembentukan batu kemih seperti asam sitrat memacu batu kalsium
oksalat. Aksi reaktan dan intibitor belum dikenali sepenuhnya dan terjadi
peningkatan kalsium oksalat, kalsium fosfat dan asam urat meningkat akan
terjadinya batu disaluran kemih. Adapun faktor tertentu yang mempengaruhi
pembentukan batu kandung kemih, mencakup infeksi saluran ureter atau vesika
urinaria, stasis urine, periode imobilitas dan perubahan metabolisme kalsium.
Sebagian besar batu saluran kencing adalah idiopatik dan dapat bersifat
simtomatik ataupun asimtimatik. Terbentuknya batu saluran kencing memerlukan
adanya substansi organik sebagai inti yang akan mempermudah kristalisasi dan
agregasi substansi pembentukan batu. Terjadinya supersaturasi atau kejenuhan
substansi pembentuk batu dalam urine seperti asam urat, kalsium oksalat, sistin
akan mempermudah terbentuknya batu Perubahan pola urine yang bersifat asam akan
mengendapkan sistin, santin asam dan garam urat, sedangkan pada urine yang
bersifat alkali akan mengendapkan garam-garam fosfat (Prof. Dr. Arjatmo
Tjokonegoro, Ilmu Penyakit Dalam Jilid II).
Faktor-faktor resiko mencakup usia dan jenis kelamin, kelainan marfologi
makanan yang dapat meningkatkan kalsium dan asam urat, dan adanya kelainan pada
ginjal dan saluran (Brunner dan Suddarth, 2001).
Patway
6.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjangnya dilakukan di laboratorium
yang meliputi pemeriksaan:
a.
Urine
· pH lebih
dari 7,6 biasanya ditemukan kuman area splitting, organisme dapat berbentuk
batu magnesium amonium phosphat, pH yang rendah menyebabkan pengendapan batu
asam urat.
· Sedimen :
sel darah meningkat (90 %), ditemukan pada penderita dengan batu, bila terjadi
infeksi maka sel darah putih akan meningkat.
· Biakan Urin
: Untuk mengetahui adanya bakteri yang berkontribusi dalam proses pembentukan
batu saluran kemih.
· Ekskresi
kalsium, fosfat, asam urat dalam 24 jam untuk melihat apakah terjadi
hiperekskresi.
b.
Darah
· Hb akan
terjadi anemia pada gangguan fungsi ginjal kronis.
· Lekosit
terjadi karena infeksi.
· Ureum
kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.
· Kalsium,
fosfat dan asam urat.
c.
Radiologis
· Foto BNO/IVP
untuk melihat posisi batu, besar batu, apakah terjadi bendungan atau tidak.
· Pada
gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan, pada keadaan ini dapat
dilakukan retrogad pielografi atau dilanjutkan dengan antegrad pielografi tidak
memberikan informasi yang memadai.
d.
USG (Ultra Sono Grafi)
Untuk mengetahui sejauh mana terjadi kerusakan pada
jaringan ginjal.
7.
Penatalaksanaan
Menurut
Soeparman ( 2001:383) pengobatan dapat dilakukan dengan :
1.
Mengatasi Simtom
Ajarkan dengan tirah baring dan cari penyebab utama
dari vesikolitiasis, berikan spasme analgetik atau inhibitor sintesis
prostaglandin, bila terjadi koliks ginjal dan tidak di kontra indikasikan
pasang kateter.
2.
Pengambilan Batu
a.
Batu dapat keluar sendiri
Batu tidak diharapkan keluar dengan spontan jika
ukurannya melebihi 6 mm.
b.
Vesikolithotomi.
c.
Pengangkatan Batu
·
Lithotripsi gelombang kejut ekstrakorporeal
Prosedur non invasif yang digunakan untuk
menghancurkan batu. Litotriptor adalah alat yang digunakan untuk
memecahkan batu tersebut, tetapi alat ini hanya dapat memecahkan batu
dalam batas ukuran 3 cm ke bawah. Bila batu di atas ukuran ini dapat ditangani
dengan gelombang kejut atau sistolitotomi melalui sayatan prannenstiel. Setelah
batu itu pecah menjadi bagian yang terkecil seperti pasir, sisa batu tersebut
dikeluarkan secara spontan.
·
Metode endourologi pengangkatan batu
Bidang endourologi mengabungkan ketrampilan ahli
radiologi mengangkat batu renal tanpa pembedahan mayor. Batu diangkat dengan
forseps atau jarring, tergantung dari ukurannya. Selain itu alat ultrasound
dapat dimasukkan ke selang nefrostomi disertai gelombang ultrasonik untuk
menghancurkan batu.
·
Ureteroskopi
Ureteroskopi mencakup visualisasi dan akses ureter
dengan memasukkan alat ureteroskop melalui sistoskop. Batu dapat dihancurkan
dengan menggunakan laser, litotrips elektrohidraulik, atau ultrasound kemudian
diangkat.
d.
Pencegahan (batu kalsium kronik-kalsium oksalat)
·
Menurunkan
konsentrasi reaktan (kalsium dan oksalat)
·
Meningkatkan
konsentrasi inhibitor pembentuk batu yaitu sitrat (kalium sitrat 20 mEq tiap
malam hari, minum jeruk nipis atau lemon malam hari), dan bila batu tunggal
dengan meningkatkan masukan cairan dan pemeriksaan berkala pembentukan batu
baru.
·
Pengaturan diet
dengan meningkatkan masukan cairan, hindari masukan soft drinks, kurangi
masukan protein (sebesar 1 g/Kg BB /hari), membatasi masukan natrium, diet
rendah natrium (80-100 meq/hari), dan masukan kalsium.
·
Pemberian obat
8.
Komplikasi
Adapun komplikasi dari batu kandung kemih ini adalah:
a.
Hidronefrosis
b.
Adalah pelebaran pada ginjal serta pengisutan jaringan
ginjal sehingga ginjal menyerupai sebuah kantong yang berisi kemih, kondisi ini
terjadi karena tekanan dan aliran balik ureter dan urine ke ginjal akibat
kandung kemih tidak mampu lagi menampung
urine. Sementara urine terus menerus bertambah dan tidak bisa dikeluarkan. Bila
hal ini terjadi maka, akan timbul nyeri pinggang, teraba benjolan besar di
daerah ginjal dan secara progresif dapat terjadi gagal ginjal.
c.
Urimia
d.
Adalah peningkatan ureum di dalam darah akibat
ketidakmampuan ginjal menyaring hasil metabolisme ureum, sehingga akan terjadi gejala mual-muntah, sakit
kepala, penglihatan kabur, kejang, koma, nafas dan keringat berbau urine.
e.
Pyelonefritis
f.
Adalah infeksi ginjal yang disebabkan oleh bakteri
yang naik secara assenden ke ginjal dan kandung kemih. Bila hal ini terjadi
maka akan timbul panas yang tinggi disertai menggigil, sakit pinggang, disuria,
poliuria dan nyeri ketok kosta vertebra.
g.
Gagal ginjal akut sampai kronis
h.
Obstruksi pada kandung kemih
i.
Ferforasi pada kandung kemih
j.
Hematuria atau kencing darah
k.
Nyeri pinggang kronis
l.
Infeksi pada saluran ureter dan vesika
urinaria oleh batu (Soeparman, et. al, 1960).
B.
Konsep Dasar Keperawatan
Asuhan
keperawatan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari lima
tahap, yaitu: pengkajian, perumusan, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi (Nursalam, 2001, dikutip dari iyer, 1996).
1.
Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan
dan merupakan upaya untuk mengumpulkan data secara lengkap dan sistematis mulai
dari pengumpulan data, identifikasi, dan evaluasi status kesehatan pasien
(Nursalam, 2001).
a.
Biodata klien dan penanggung jawab
b.
Keluhan klien
Nyeri pinggang, sakit saat miksi keluar darah serta
nyeri pada supra pubis.
c.
Riwayat penyakit sebelumnya
·
Apakah klien pernah dirawat sebelumnya bagaimana cara
klien mengatasi nyeri (mis. Nyeri berkurang jika klien bnyak minum dan
mengurangi aktifitas
·
Apakah klien ada riwayat alergi
d.
Riwayat penyakit keluarga
·
Apakah ada keluarga yang mengalami penyakit yang sama
·
Apakah keluarga biasa mengkonsumsi makanan yang banyak
mengandung asam urat (ikan, daging, jeroan dan ayam)
·
Apakah klien biasa minum air yang sudah dimasak
e.
Pemahaman klien tentang kejadian
Ahli bedah bertanggung jawab, untuk menjelaskan sifat
operasi, semua pilihan alternatif, hasil yang diperkirakan dan kemungkinan
komplikasi yang dapat terjadi. Ahli bedah mendapatkan dua consent (ijin) satu
untuk prosedur bedah dan satu untuk anestesi. Perawat bertanggung jawab untuk
menentukan pemahaman klien tentang informasi, lalu memberitahu ahli bedah
apakah diperlukan informasi lebih banyak (informed consent)
f.
Kondisi akut dan kronis :
Untuk mengkompensasi pengaruh trauma bedah dan
anestesi, tubuh manusia membutuhkan fungsi pernafasan, sirkulasi, jantung,
ginjal, hepar dan hematopoetik yang optimal. Setiap kondisi yang mengganggu
fungsi sistem ini (misalnya: DM, gagal jantung kongestif, PPOM. Anemia,
sirosuis, gagal ginjal) dapat mempengaruhi pemulihan. Disamping itu faktor
lain, misalnya usia lanjut, kegemukan dan penyalahgunaan obat / alkohol membuat
klien lebih rentan terhadap komplikasi.
g.
Pengalaman bedah sebelumnya
Perawat mengajukan pertanyaan spesifik pada klien
tentang pengalaman pembedahan masa lalu. Informasi yang didapatkandigunakan
untuk meningkatkan kenyamanan (fisik dan psikologis) untuk mencegah komplikasi
serius.
h.
Status Nutrisi
Status nutrisi klien praoperatif secara langsung
mempengaruhi responnya pada trauma pembedahan dan anestesi. Setelah terjadi
luka besar, baik karena trauma atau bedah, tubuh harus membentuk dan
memperbaiki jaringan serta melindungi diri dari infeksi. Untuk membantu proses
ini, klien harus meningkatkan masukan protein dan karbohidrat dengan cukup
untuk mencegah keseimbangan nitrogen negatif, hipoalbuminemia, dan penurunan
berat badan. Status nutrisi merupakan akibat masukan tidak adekuat,
mempengaruhi metabolik atau meningkatkan kebutuhan metabolik.
i.
Status cairan dan elektrolit
Klien dengan gangguan keseimbangan cairan dan
elektolit cenderung mengalami shock, hipotensi, hipoksia, dan disritmia, baik
pada intraoperatif dan pascaoperatif. Fluktuasi valume cairan merupakan akibat
dari penurunan masukan cairan atau kehilangan cairan abnormal.
j.
Status emosi.
·
Respon klien, keluarga dan orang terdekat pada
tindakan pembedahan yang direncanakan tergantung pada pengalaman masa lalu,
strategi koping, signifikan pembedahan dan sistem pendukung.
·
Kebanyakan klien dengan pembedahan mengalami ancietas
dan ketakutan yang disebabkan penatalaksanaan tindakan operasi, nyeri, dan
immobilitas.
k.
Pola eliminasi
·
Masalah kebiasaan eliminasi urin pada klien vesikolithiasis
( terganggu ).
·
penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat
terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
l.
Pola istirahat tidur
·
Sering terbangun pada malam hari untuk kencing.
·
Klien merasa tidak nyaman.
m.
Terapi dan diet.
Berikut ini beberapa tips untuk mengurangi risiko
masalah prostat, antara lain:
·
Mengurangi makanan kaya akan kalsium.
·
Makan sedikitnya 5 porsi buah dan sayuran sehari.
Kurangi
·
Berolahraga secara rutin.
·
Pertahankan berat badan ideal.
n.
Pemeriksaan fisik
a.
Kepala :
Biasanya pada klien dengan vesikolithiasis tidak ada
ke abnormalan kepala yang dikarenakan oleh batu buli buli
b.
Mata :
Tidak ada tampak ikterik.
c.
Mulut dan gigi :
bibir kering, mukosa agak kering.
d.
Thorax :
Auskultasi bunyi napas normal
e.
Abdomen :
·
Defisiensi nutrisi, edema, pruritus, echymosis
menunjukkan renal insufisiensi dari obstruksi yang lama.
·
Distensi kandung kemih
·
retensi urine®- Inspeksi : Penonjolan pada daerah
supra pubik
·
retensi urine®- Palpasi : Akan terasa adanya
ballotement dan ini akan menimbulkan pasien ingin buang air kecil
·
residual urine®- Perkusi : Redup
f.
Pemeriksaan penis :
uretra kemungkinan adanya penyebab lain misalnya
stenose meatus, striktur uretra, batu uretra/femosis.
g.
Pengkajian per sistem
·
Sistem Pernafasan
Atelektasis bida terjadi jika ekspansi
paru yang tidak adekuat karena pengaruh analgetik, anestesi, dan posisi yang
dimobilisasi yang menyebabkan ekspansi tidak maksimal. Penumpukan sekret dapat
menyebabkan pnemunia, hipoksia terjadi karena tekanan oleh agens analgetik dan
anestesi serta bisa terjadi emboli pulmonal.
·
Sistem Sirkulasi
Dalam sistem peredaran darah bisa
menyebabkan perdarahan karena lepasnya jahitan atau lepasnya bekuan darah pada
tempat insisi yang bisa menyebabkan syok hipovolemik. Statis vena yang terjadi
karena duduk atau imobilisasi yang terlalu lama bisa terjadi tromboflebitis,
statis vena juga bisa menyebabkan trombus atau karena trauma pembuluh darah.
·
Sistem Gastrointestinal
Akibat efek anestesi dapat
menyebabkan peristaltik usus menurun sehingga bisa terjadi distensi abdomen
dengan tanda dan gejala meningkatnya lingkar perut dan terdengar bunyi timpani
saat diperkusi. Mual dan muntah serta konstipasi bisa terjadi karena belum
normalnya peristaltik usus.
·
Sistem Genitourinaria
Akibat pengaruh anestesi bisa menyebabkan
aliran urin involunter karena hilangnya tonus otot.
·
Sistem Integumen
Perawatan yang tidak memperhatikan
kesterilan dapat menyebabkan infeksi, buruknya fase penyembuhan luka dapat
menyebabkan dehisens luka dengan tanda dan gejala meningkatnya drainase dan
penampakan jaringan yang ada dibawahnya. Eviserasi luka/kelurnya organ dan
jaringan internal melalui insisi bisa terjadi jika ada dehisens luka serta bisa
terjadi pula surgical mump (parotitis).
·
Sistem Saraf
Bisa menimbulkan nyeri yang tidak
dapat diatasi.
h.
Pemeriksaan penunjang
·
Lab. è hematuria (bila terjadi obstruksi
yang lama)
·
Pemeriksaan pielografi intravena
·
Pemeriksaan ultrasonografi
Adanya batu didalam ginjal, vesika
urinaria dan tanda-tanda obstruksi urine
2.
Diagnose keperawatan
a.
Pre Operasi
1.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka
gesekan batu pada vesika urinaria
2.
Perubahan eliminasi (BAK) retensio urine berhubungan
dengan adanya penutupan saluran kemih oleh batu dan adanya obstruksi mekanik,
peradangan ditandai dengan urgensi dan frekuensi, oliguria (retensi) dan
hematuria.
3.
Resiko tinggi deficit volume cairan berhubungan dengan
adannya nausea/vomiting, status hipermetabolisme, demam, proses penyembuhan
4.
Kurangnya pengetahuan tentang prognosis kebutuhan
perawatan berhubungan dengan pemahaman dan rencana tindakan
b.
Post Operasi
1.
Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan ditandai dengan keluhan rasa nyeri terus menerus operasi,
ekpresi wajah meringis, nyeri pada angka….(dengan skala 0-10), tingkah laku,
focus pada diri sendiri
2.
Kebersihan jalan napas tidak efektif berhubungan
dengan dampak obat anastesi ditandai dengan pernapasan lebih dari 20 kali
permenit, adanya secret pada jalan napas
3.
Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan pemasangan kateter, efek medikasi, akumulasi, drainase, status metabolic
yang menurun ditandai dengan pemasangan kateter pada permukaan kulit dan
jaringan.
4.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan terputus
jaringan, dampak dari insisi pembedahan ditandai dengan adanya luka jahitan
operasi.
3.
Intervensi
a.
Pre Operasi
1.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka
gesekan batu pada vesika urinaria
Tujuan : perubahan pola eliminasi BAK : Retensio
urin teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan criteria BAK dalam
jumlah normal, pola BAK seperti biasa, nyeri hilang saat kencing
Intervensi :
a.
Monitor out put intake serta karakteristik urine
Rasional :
memberikan info tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi seperti infeksi dan
perdarahan dapat mengidentifikasi peningkatan obstruksi atau iritasi ureter
b.
Anjurkan klien untuk meningkatkan intake cairan
(minimal 3 – 4 liter/hari sesuai dengan toleransi jantung)
Rasional :
meningkatkan hidrasi dapat mengeluarkan bakteri darah dan dapat mamfasilitasi
pengeluaran batu.
c.
Tampung urine 24 jam catat jika ada batu yang ikut
keluar dan kirim kelaboratorium untuk dianalisa.
Rasional : dapat
membantu dalam mengidentifikasi tipe batu dan akan membantu pilihan terapi.
d.
Observasi perubahan warna, bau, PH urine setiap 2 jam.
Rasional : untuk
deteksi dini masalah pengumpulan ureum dan ketidakseimbangan setiap elektrolit
dapat menjadi racun terhadap CNS (Central Nervus System)
e.
Kolaborasi dalam memonitor pemeriksaan laboratorium
seperti elektrolit BUN (Blood Urea Nitrogen), keratin.
Rasional :
peningkatan BUN, Kreatinin, dan elektrolit-elektrolit tertentu menindikasikan
adanya disfungsi ginjal.
2.
Perubahan eliminasi (BAK) retensio urine berhubungan
dengan adanya penutupan saluran kemih oleh batu dan adanya obstruksi mekanik,
peradangan ditandai dengan urgensi dan frekuensi, oliguria (retensi) dan
hematuria.
Tujuan : setelah dinfakan keperawatan nyeri teratasi
dengan criteria : keluhan nyeri hilang, klien tampak tenang dan tidak
meningkatkan klien dapat tidur/istirahat yang cukup.
Intervensi :
a.
Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karakteristik,
intensitas (skala 0-10). Dan perhatikan tanda-tanda peningkatan tekanan darah,
nadi, tidak bisa beristirahat, gelisah dan rasa nyeri yang meningkat.
Rasional : membantu
mengevaluasi lokasi nyeri, obstruksi dan pergerakan batu.
b.
Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya
mengidentifikasi perubahan terjadinya karakteristik nyeri.
Rasional :
pengetahuan klien dengan penyebab nyeri dapat membantu meningkatkan koping
klien dan dapat menurunkan kecemasan.
c.
Berikan tindakan untuk kenyamanan seperti membatasi
pengunjung, lingkungan yang tenang.
d.
Rasional :
meningkatkan relaksasi, mengurangi ketegangan otot, dan meningkatkan koping.
e.
Anjurkan teknik napas dalam sebagai upaya dalam
merelaksasi otot.
Rasional :
mengalihkan perhatian sebagai upaya dalam merelaksasi otot.
f.
Anjurkan/Bantu klien melakukan ambulasi secara teratur
sesuai dengan indikasi dan meningkatkan intake
cairan minimal 3-4 liter/hari sesuai toleransi jantung.
Rasional : hidrasi
meningkatkan jalan keluarnya batu mencegah urine statis dan mencegah
pembentukan batu.
g.
Catat keluhan meningkatnya nyeri abdomen.
Rasional :obstruksi
sempurna pada ureter/vesika urinaria dapat menyebabkan perforasi dan ekstra
vasasi didalam daerah perineal yang memerlukan pembedahan segera.
h.
Berikan kompres hangat pada punggung.
Rasional :
menghilangkan ketegangan otot dan menurunkan reflek spasme sehingga rasa nyeri
hilang.
i.
Pertahankan
posisi kateter
Rasional : mencegah
urine statis/retensi mengurangi vesiko meningkatnya tekanan renal dan infeksi.
j.
Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi.
·
Narkotik missalnya : meperidin (Demerol) morphin.
Rasional : biasanya
diberikan pada fase akut untuk menurunkan kolik dan meningkatkan relaksasi
otot/mental.
·
Antispasmodic seperti flavoxate oxybutynin
Rasional : menurunkan
reflek spasme yang dapat menurunkan kolik dan nyeri.
·
Kortikosteroid
Rasional : digunakan
untuk meningkatkan edema jaringan, untuk memfasilitasi gerakan batu.
3.
Resiko tinggi deficit volume cairan berhubungan dengan
adannya nausea/vomiting, status hipermetabolisme, demam, proses penyembuhan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan
ketakutan tertasi dengan criteria dapat mengungkapkan perasaannya dan
mengidentifikasi cara yang tepat untuk menangani tampak rileks dapat
tidur/istirahat dengan cukup. Pernyataan menurunnya Ketakutan dan kecemasan.
Intervensi :
a.
Adakan kunjungan pada klien dengan personal ruangan
bedah sebelum operasi jika mungkin diskusikan hal-hal yang kiranya dapat
menimbulkan ketakutan kekhawatiran pada klien misalnya masker, lampu,
elektroda, suara outoclave, tangisan kecil.
b.
Rasional : dapat
memberikan ketenangan/ketentraman hati dan meredakan kecemasan klien sekaligus
memberikan informasi untuk tindakan operatif.
c.
Informasi tentang peran perawat sebagai klien
intraperatif pada klien.
Rasional : membina
hubungan saling percaya, mengurangi ketakutan akan kehilangan control dilingkungan
yang baru/asing.
d.
Identifikasi tingkak ketakukan klien yang mungkin
mengharuskan penundaan prosedur operasi.
Rasional : ketakutan
yang berlebihan atau yang menetap dapat menyebabkan reaksi stress yang
berlebihan yang beresiko atau munculnya reaksi yang merugikan terhadap prosedur
pembedahan dan obat anastesi.
e.
Beritahu klien tentang anastesi spinal/general yang
akan membuat klien tidak sadar/tertidur, dimana jumlah yang lebih akan
diberikan jika perlu
Rasional :
menerunkan kecemasan atau ketakutan bahwa klien melihat prosedur operasi
f.
Perkenalkan staf operasi saat klien dipindahkan
keruang operasi
Rasional : memberi
hubungan dan kenyamanan psikis
g.
Bandingkan jadwal operasi, status klien, tingkat
operasi dan bicarakan informed consent.
Rasional : menurunkan
ketakuatan bahwa prosedur yang salah mungkin dilakukan
4.
Kurangnya pengetahuan tentang prognosis kebutuhan
perawatan berhubungan dengan pemahaman dan rencana tindakan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan
deficit volume cairan teratasi dengan criteria vital sign normal, berat badan
dalam batas normal, nadi perifer teraba, mukosa membrane lembab, turgor kulit
baik
Intervensi :
a.
Monitor intake dan out put
Rasional :
perbandingan antara intake dan out put dapat digunakan untuk mengevaluasi
adanya tingkat renal statis atau gangguan
b.
Monitor vital sign dan evaluasi nadi/volume sirkulasi
dan perlunya intervensi
Rasional : merupakan
indicator vibrasi atau volume sirkulasi dan perlunya intervensi
c.
Timbang berat badan setiap hari
Rasional :
peningkatan BB yng cepat biasa berhubungan dengan retensi air
d.
Kaji adanya muntah, diare, catat karakteristikdan
frekuensi muntah dan diare serta factor pencetusnya
Rasional :
nausea/vomiting dan diare umunya berhubungan dengan kolik renal karena gangguan
sifat seliaka menuju ginjal dan perut, muntah dan diare dapat menyebabkan
kurangnya cairan tubuh
b.
Post Operasi
1.
Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan ditandai dengan keluhan rasa nyeri terus menerus operasi,
ekpresi wajah meringis, nyeri pada angka….(dengan skala 0-10), tingkah laku,
focus pada diri sendiri
Tujuan : jalan napas kembali efektif setelah dilakukan
tindakan keperawatan dengan criteria pola respirasi klien normal (respirasi
16-20) kali permenit), tidak ada ronchi dan stridor, sianosis dan tanda-tanda
hipoksia lainnya
Intervensi :
a.
Tidurkan klien dengan posisi terlentang dengan kepala
dimiringkan selama kesadaran belum pulih
Rasional : posisi
tersebut menurunkan resiko aspirasi karena secret terlentang dan dapat keluar
lewat mulut
b.
Auskultasi suara napas, dengarkan adanya wheezing
crowing dan tidak adanya suara napas setelah ekspirasi
Rasional : kurangnya
perbedaannya suara napas merupakan indikasi adanya obstruksi oleh mukusa/lidah
yang dapat dikoreksi dengan pengaturan posisi/suction wheezing dapat merupakan
indikasi bronkho spasma, berkurangnya suara napas menandakan parsia, total
laring spasme
c.
Observasi frekuensi kedalaman penggunaan otot-otot
Bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung, warna kulit dan mukosa
Rasional :
memastikan keefektifan respirasi dengan segera sehingga tindakan, koreksi dapat
dilakukan segera jika diperlukan
d.
Monitor tanda-tanda vital secara teratur
Rasional : respirasi
yang meningkat, takikardi dan atau barikardi dapat bergerak pada hipoksia
e.
Observasi tingkat kesadaran
Rasional : dengan
mengobservasi tingkat kesadaran klien dapat diketahui perkembangan klien dan
keberhasilan operasi, serta menentukan tindakan keperawatan selanjutnya
f.
Observasi kebersihan jalan napas dan kebersihan sisa
muntahan yang masih tertiggal (dimulut, melakukan section bila perlu)
Rasional : obstruksi
jalan napas dapat terjadi, larutan section bila perlu atau mucus didalam
tenggorokan/trakea.
g.
Kolaborasi dalam pemberian O2 intake sesuai
indikasi
Rasional :
memaksimalkan O2 intake untuk berkaitan dengan Hb
5.
Kebersihan jalan napas tidak efektif berhubungan
dengan dampak obat anastesi ditandai dengan pernapasan lebih dari 20 kali
permenit, adanya secret pada jalan napas
Tujuan : gangguan ras nyaman nyeri teratasi setelah
dilakukan tindakan keperwatan dengan criteria keluhan nyeri hilang, tampak
rilek, dapat istirahat/tidur dengan cukup dan dapat berpartisipasi secara
adekuat
Intervensi :
a.
Monitor dan dokumentasikan lokasi dan tempat dari
nyeri, catat umuir klien, berat badan, catatan medis/problem psikologis,
kesensitipan terhadap analgetik tertentu, hasil intraOperatif seperti ukuran,
lokasi, insisi
Rasional :
pendekatan penagananan nyeri post operatif tingkatan pada berbagai factor.
b.
Review laporan intraoperatif/respirasi atau mengetahui
tipe anastesi dan obat-obatan yang dilakukan.
Rasional : klien yang
dianastesi dengan fluthane dan ether dapat mengalami efek analgetik sisa/residu
sebagai tambahan, intraoperatif : Blokoka/regional memiliki waktu yang
bervariasi yaitu 1-2 jam untuk regional atau lebih 2-6 jam untuk lokal
c.
Evaluasi nyeri secara teratur (setiap 2 jam), catat
karakteristik lokasi dan intensitas nyeri (skala 0-10)
Rasional : memberikan
informasi tentang kebutuhan untuk dan atau keaktifan intervensi
d.
Anjurkan untuk menggunakan teknik relaksasi, seperti
latihan napas dalam
Rasional :
menghilangkan ketegangan otot dan dapat meningkatkan kemampuan koping
e.
Keposisi sesuai indikasi, misalnya semifowler
Rasional : dapat
menghilangkan nyeri dan menunjang sirkulasi jaringan, semifowler dapat
menurunkan tegangan otot abdomen dan tulang belakang
f.
Berikan informasi tentang ketidaknyamanan yang akan
terjadi yang hanya bersifat sementara
Rasional : pemahaman
tentang ketidaknyaman dapat memberikan keterangan emosional.
g.
Kolaborasi pemberian analgetik intravena sesuai
indikasi
Rasional : analgetik
intra vena akan mencapai pusat nyeri dengan segera
6.
Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan pemasangan kateter, efek medikasi, akumulasi, drainase, status metabolic
yang menurun ditandai dengan pemasangan kateter pada permukaan kulit dan jaringan.
Tujuan : gangguan integritas jaringan kulit teratsi
setelah dilakukan tondakan keperawatan dengan criteria : luka sembuh sesuai
dengan waktu yang ditentukan, klien dapat mendemontrasikan teknik/prilaku yang
menunjang penyembuhan ddan pencegahan komplikasi
Intervensi:
a.
Lepaskan plester dan balutkan dengan lembut
Rasional :
menurunkan resiko trauma pada kulit dan gangguan pada luka operasi
b.
Infeksi luka secara teratur, catat karakteristik dan
integritasnya.
Rasional :
pengenalan dini terhadap adanya penyembuhan yang terlambat atau perkembangan
kearah komplikasi dapat mencegah situasi yang lebih serius
c.
Kaji jumlah dan karakteristik drainase
Rasional : penurunan
jumlah drainase mengarah kepada kemajuan proses penyemabuhan, sedangkan
drainase yang tepat/ mengandung darah eksudat menandakan adanya komplikasi.
d.
Anjurkan klien untuk tidak menyentuh luka
Rasional : mencegah
terkontaminasinya luka
e.
Ganjal area insisi pada abdomen dengan bantal pada
saat batuk/ bergerak
Rasional :
menggunakan tekanan pada luka, meminimalkan resiko terputusnya jahitan atau
rupturnya jaringan
f.
Ganti dan keluarkan balutan sesuai indikasi, rawat
luka yang menggunakan teknik aseptic
Rasional :
melindungi luka dari injuri mekanik dan kontaminasi, mencegah akumulasi
cairan/eksudat yang dapat mengakibatkan infeksi.
g.
Kolaborasi dalam pemberian es jika diperlukan,
penmggunaan abdominal binder-iritasi luka disertai debridement sesuai kebutuhan
Rasional :
menurunkan pembentukan edema
7.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan terputus
jaringan, dampak dari insisi pembedahan ditandai dengan adanya luka jahitan
operasi.
Tujuan : infeksi tidak terjadi setelah dilakukan
tindakan kepaeawatan dengan criteria tidak ada tanda-tanda infeksi luka :
purulent, drainase, eritema, luka sembuh pada waktunya
Intervensi
a.
Observasi tanda-tanda infeksi pad luka post operasi
Rasional : dapat
diketahui secra dini tanda-tanda infeksi pada luka operasi seperti edema,
kemerahan, nyeri, yang bertambah berat/terdapat pus pada luka tersebut
b.
Monitor tanda-tanda vital, catat serangan panas,
perubahan kesadaran, atau keluhan meningkatnya nyeri yang hebat
Rasional : merupakan
tanda-tanda adanjya peradangan/sepsis yang berkembang
c.
Infeksi insisi dan balutan, catat karakteristik
drainase dari luka/drainase adanya erytem
Rasional : infeksi
dini dari perkembangan proses infeksidan atau memonitor perkembangan kearah
abses
d.
Monitor kelancaran drain, hitung output dan warna
cairan
Rasional : dapat
diketahui adanya infeksi pada luka operasi
e.
Berikan informasi tentang hal-hal yang mempengaruhi
daya tahan tubuh
Rasional : dengan
meningkatkan pengetahuan klien tentang hal-hal yang mempengaruhi daaaaya tahan
tubuh diharapkan klien dapat kooperatif dengan tindakan keperawatan yang akan
dilakuakan
4.
Implementasi
Setelah rencana tindakan keperawatan disusun secara
sistemik. Selanjutnya rencana tindakan tersebut diterapkan dalam bentuk
kegiatan yang nyata dan terpadu guna memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan
yang diharapkan.
5.
Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau
terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan
tenaga kesehatan lainnya.
Daftar
Pustaka
Doengoes E. marlynn.1999.
Rencana Asuhan Keperawatan pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. EGC: jakarta
Didi GoldWine .2012. asuhan Keperawatan Vesikolithiasi.
http://dgoldwine.blogspot.com/2012/03/vesikolithiasis.html. diakses pada tanggal 2 juli 2014 pukul 19.00 WIB.
Agustion Suzuki A.Md.Kep . 2011. Askep Vesikolithiasis.
http://agustion-gustifit.blogspot.com/2011/10/askep-visikolitiasis.html. diakses pada tanggal 2 juli pukul 19.30 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar