Laporan Pendahuluan
PPOK ( Penyakit Paru Obstruktif Kronik )
A. Konsep
Dasar
1.
Definisi
PPOK
sebagai penyakit yang dapat diobati dan dicegah dengan beberapa efek
ektrapulmonal yang memberi kontribusi keparahan penyakit. Komponen paru
ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak reversibel sempurna. Hambatan
aliran udara biasanya progresif dan ada hubungan dengan respons inflamasi paru
terhadap berbagai partikel noksa dan gas.(2)
Penyakit
Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, yang
ditandai dengan adanya hambatan aliran udara
pada
saluran pernapasan yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan yang bersifat progresif ini terjadi
karena adanya respon inflamasi paru akibat pajanan partikel atau gas beracun yang disertai
efek ekstraparu yang berkontribusi
terhadap
derajat penyakit.(4)
Penyakit paru obstruksi kronik adalah klasifikasi luas dari gangguan yang
mencakup bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma, yang merupaka
kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan
aliran masuk dan keluar udara paru-paru.(1)
2.
Etiologi
Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan
factor-faktor risiko yang terdapat pada penderita antara lain: (5, 7, 8)
a.
Pajanan
dari partikel antara lain :
· Merokok
Merokok merupakan penyebab PPOK terbanyak (95% kasus)
di negara berkembang. Perokok aktif dapat meng-alami hipersekresi mucus dan
obstruksi jalan napas kronik. Dilaporkan ada hubung-an antara penurunan volume
ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dengan jumlah, jenis dan lamanya merokok.
Studi di China menghasilkan risiko relative merokok 2,47 (95% CI : 1,91-2,94),
Perokok pasif juga menyumbang terhadap symptom saluran
napas dan PPOK dengan peningkatan kerusakan paru-paru akibat menghisap partikel
dan gas-gas berbahaya. Merokok pada saat hamil juga akan meningkatkan risiko
terhadap janin dan mempengaruhi pertumbuhan paru-paru-nya.
· Polusi indoor
memasak dengan bahan biomass dengan ventilasi dapur
yang jelek misalnya terpajan asap bahan bakar kayu dan asap bahan bakar minyak
diperkirakan memberi kontribusi sampai 35%.
Manusia banyak menghabiskan waktunya pada lingkungan
rumah (indoor) seperti rumah, tempat kerja, perpustakaan, ruang kelas, mall,
dan kendaraan. Polutan indoor yang penting antara lain SO2, NO2 dan CO yang
dihasilkan dari memasak dan kegiatan pemanasan, zat-zat organik yang mudah
menguap dari cat, karpet, dan mebelair, bahan percetakan dan alergi dari gas
dan hewan peliharaan serta perokok pasip. WHO melaporkan bahwa
polusi indoor bertanggung jawab terhadap kematian dari 1,6 juta orang
setiap tahunya.
·
Polusi outdoor
polusi udara
mempunyai pengaruh buruk pada VEP1, inhalan yang paling kuat menyebabkan PPOK
adalah Cadmium, Zinc dan debu. Bahan asap pem-bakaran/ pabrik/ tambang.
Bagaimanapun
peningkatan relatif kendara-an sepeda motor di jalan raya pada dekade terakhir
ini. saat
ini telah meng-khawatirkan sebagai masalah polusi udara pada banyak kota
metropolitan seluruh dunia. Pada negara dengan income rendah dimana
sebagian besar rumah tangga di masyarakat menggunakan cara masak tradi-sional
dengan minyak tanah dan kayu bakar, polusi indoor dari bahan sampah
biomassa telah memberi kontribusi untuk PPOK dan penyakit kardio respiratory,
khususnya pada perempuan yang tidak merokok
·
Polusi di tempat kerja
polusi dari
tempat kerja misalnya debu-debu organik (debu sayuran dan bakteri atau
racun-racun dari jamur), industri tekstil (debu dari kapas) dan lingkungan
industri (pertambangan, industri besi dan baja, industri kayu, pembangunan
gedung), bahan kimia pabrik cat, tinta, sebagainya diperkirakan men-capai 19%.
b. Genetik
(defisiensi Alpha 1-antitrypsin): Faktor risiko dari genetic memberikan
kontribusi 1 – 3% pada pasien PPOK.
c. Riwayat
infeksi saluran napas berulang :Infeksi saliran napas akut adalah infeksi akut
yang melibatkan organ saluran pernafasan, hidung, sinus, faring, atau laring.
Infeksi saluran napas akut adalah suatu penyakit terbanyak diderita anak-anak.
Penyakit saluran pernafasan pada bayi dan anak-anak dapat pula memberi
kecacat-an sampai pada masa dewasa, dimana ada hubungan dengan terjadinya PPOK.
d. Gender,
usia, konsumsi alkohol dan kurang aktivitas fisik: Studi pada orang dewasa di
Cina14 didapatkan risiko relative pria terhadap wanita adalah 2,80 (95% C I ;
2,64-2,98). Usia tua RR 2,71 (95% CI 2,53-2,89). Konsumsi alkohol RR 1,77 (95%
CI : 1,45 – 2,15), dan kurang aktivitas fisik 2,66 (95% CI ; 2,34 – 3,02).
3. Klasifikasi(1)
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah
sebagai berikut:
1. Bronkitis kronik
Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari disertai
pengeluaran dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan dalam satu tahun dan terjadi paling
sedikit selama 2 tahun berturut-turut.
2.
Emfisema
paru
Emfisema paru merupakan suatu definisi anatomic, yaitu suatu perubahan
anatomic paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara
bagian distal bronkus terminalis, yang disertai kerusakan dinding alveolus.
3.
Asma
Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas
cabang-cabang trakeobronkial terhadap pelbagai jenis rangsangan. Keadaan ini
bermanifestasi sebagai penyempitan saluran-saluran napas secara periodic dan reversible
akibat bronkospasme.
4.
Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah dilatasi bronkus dan bronkiolus kronik yan mungkin
disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi bronkus,
aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda dari saluran pernapasan atas,
dan tekanan terhadap tumor, pembuluh darah yang berdilatasi dan pembesaran
nodus limfe.
4.
Tingkat Keparahan PPOK
Tingkat keparahan PPOK diukur dari skala sesak napas. Menurut
American Thoracic Society (ATS) penggolongan PPOK berdasarkan derajat
obstruksi saluran napas yaitu ringan, sedang, berat dan sangat berat. Gejala
ini ditandai dengan sesak napas pada penderita yang dirinci sebagai berikut :
a.
Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat
dengan skala 0.
b.
Terganggu oleh sesak napas saat bergegas waktu
berjalan atau sedikit mendaki nilai 1 skala ringan. Serta pengukuran spirometri
menunjuk-kan nilai VEP1 ≥ 50 %
c.
Berjalan lebih lambat daripada orang lain yang
sama usia karena sesak napas, atau harus ber-henti sesaat untuk bernapas pada
saat berjalan walau jalan mendatar nilai 2 skala sedang.
d.
Harus berhenti bila berjalan 100 meter atau
setelah beberapa menit berjalan nilai 3 skala berat.
e.
Sesak napas tersebut menyebabkan kegiatan
sehari-hari terganggu atau sesak napas saat menggunakan atau melepaskan
pakaian, nilai 4 skala sangat berat.
Pada penderita PPOK derajat berat sudah terjadi gangguan
fungsional sangat berat serta mem-butuhkan perawatan teratur dan spesialis
respirasi.
5. Tipe
PPOK(6)
Berdasarkan kesepakatan para pakar (PDPI/ Perkumpulan Dokter
Paru Indonesia) tahun 2005 maka PPOK dikelompokkan ke dalam :
a.
PPOK ringan adalah pasien dengan atau tanpa
batuk. Dengan atau tanpa produksi sputum dan dengan sesak napas derajad nol
sampai satu. Sedangkan pemeriksaan Spirometrinya me-nunjukkan VEP1 ≥ 80% prediksi
(normal) dan VEP1/KVP < 70%
b.
PPOK sedang adalah pasien dengan gejala klinis
dengan atau batuk. Dengan atau produksi sputum dan sesak napas dengan derajad
dua. Sedangkan pemeriksaan Spirometrinya menunjukkan VEP1 ≥ 70% dan VEP1/KVP
< 80% prediksi
c.
PPOK berat adalah pasien dengan gejala klinis
sesak napas derajad tiga atau empat dengan gagal napas kroniki. Eksaserbasi
lebih sering terjadi. Disertai komplikasi kor pulmonum atau gagal jantung
kanan. Adapun hasil spirometri menunjukkan VEP1/KVP < 70 %, VEP1< 30 %
prediksi atau VEP1> 30 % dengan gagal napas kronik. Hal ini ditunjukkan
dengan hasil pe-meriksaan analisa gas darah dengan kriteria hipoksemia dengan
normokapnia atau hipokse-mia dengan hiperkapnia.
6. Patofisiologi
Fungsi paru mengalami
kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan elastisitas jaringan paru
dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut, kekuatan
kontraksi otot pernapasan dapat berkurang sehingga sulit bernapas.
Fungsi paru-paru menentukan
konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam
paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya
dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan
oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.
Faktor-faktor risiko tersebut
diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga menimbulkan
kerusakan apda dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan
terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami
penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli
pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan
terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya
keluhan sesak napas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal
ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase
ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun
perfusi darah akan mengalami gangguan (Brannon, et al, 1993).(3)
7. Tanda dan
Gejala
Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok:
1.
Mempunyai
gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis (blue bloater).
2.
Mempunyai
gambaran klinik kearah emfisema (pink
puffers).
Tanda dan gejalanya adalah sebagi berikut:
3.
Kelemahan
badan
4.
Batuk
5.
Sesak napas
6.
Sesak napas
saat aktivitas dan napas berbunyi
7.
Mengi atau
wheeze
8.
Ekspirasi
yang memanjang
9.
Bentuk dada
tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut.
10. Penggunaan otot bantu pernapasan
11. Suara napas melemah
12. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
13. Edema kaki, asites dan jari tabuh.
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1.
Pemeriksaan
radiologis
a.
Pada
bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
·
Tubular
shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel, keluar
dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang
menebal.
·
Corak paru
yang bertambah
a.
Pada
emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
·
Gambaran
defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula. Keadaan
ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.
·
Corakan paru
yang bertambah.
2.
Pemeriksaan
faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah
dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM
(kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate),
kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih
jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada
saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun
karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
3.
Analisis gas
darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis,
terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang
kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia.
Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus
bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.
4.
Pemeriksaan
EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah
terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada
hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan
V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
5.
Kultur
sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
6.
Laboratorium
darah lengkap
9. Penatalaksanaan (2)
a.
Mencegah progresi penyakit
b.
Menghilangkan gejala
c.
Memperbaiki exercise tolerance
d.
Memperbaiki status kesehatan
e.
Mencegah dan mengobati penyulit
f.
Mencegah dan mengobati eksaserbasi
g. Menurunkan
mortalitas
10. Komplikasi
1.
Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2
kurang dari 55 mmHg, dengan
nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan
mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.
2.
Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2
(hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi,
dizzines, tachipnea.
3.
Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan
produksi mukus, peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa.
Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
4.
Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat
penyakit paru), harus diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat.
Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien
dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
5.
Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain,
efek obat atau asidosis respiratory.
6.
Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan
asthma bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan
seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa diberikan. Penggunaan
otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian mencakup informasi
tentang gejala-gejala terakhir dan manifestasi penyakit sebelumnya. Berikut ini
beberapa pedoman pertanyaan untuk mendapatkan data riwayat kesehatan dari
proses penyakit: (1, 3)
1.
Sudah berapa
lama pasien mengalami kesulitan pernapasan?
2.
Apakah
aktivitas meningkatkan dispnea?
3.
Berapa jauh
batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?
4.
Kapan pasien
mengeluh paling letih dan sesak napas?
5.
Apakah
kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?
6.
Riwayat
merokok?
7.
Obat yang
dipakai setiap hari?
8.
Obat yang
dipakai pada serangan akut?
9.
Apa yang
diketahui pasien tentang kondisi dan penyakitnya?
Data tambahan yang dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan sebagai
berikut:
1.
Frekuensi
nadi dan pernapasan pasien?
2.
Apakah
pernapasan sama tanpa upaya?
3.
Apakah ada
kontraksi otot-otot abdomen selama inspirasi?
4.
Apakah ada
penggunaan otot-otot aksesori pernapasan selama pernapasan?
5.
Barrel
chest?
6.
Apakah
tampak sianosis?
7.
Apakah ada
batuk?
8.
Apakah ada
edema perifer?
9.
Apakah vena
leher tampak membesar?
10. Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?
11. Bagaimana status sensorium pasien?
12. Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?
Palpasi:
1.
Palpasi
pengurangan pengembangan dada?
2.
Adakah
fremitus taktil menurun?
Perkusi:
1.
Adakah
hiperesonansi pada perkusi?
2.
Diafragma
bergerak hanya sedikit?
Auskultasi:
1.
Adakah suara
wheezing yang nyaring?
2.
Adakah suara
ronkhi?
3.
Vokal
fremitus nomal atau menurun?
2. Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama pasien mencakup
berikut ini: (1, 2, 7)
1.
Bersihan
jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan
produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi
bronkopulmonal.
2.
Pola napas
tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus, bronkokontriksi dan
iritan jalan napas.
3.
Gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
4.
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan
oksigen.
5.
Risiko
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
6.
Ganggua pola
tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan posisi.
7.
Kurang perawatan
diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat peningkatan upaya pernapasan
dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
8.
Ansietas
berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap kematian,
keperluan yang tidak terpenuhi.
9.
Koping individu
tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas, depresi, tingkat
aktivitas rendah dan ketidakmampuan untuk bekerja.
10. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak mengetahui
sumber informasi.
3. Intervensi Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga
dan infeksi bronkopulmonal.
Tujuan: Pencapaian
bersihan jalan napas klien
Intervensi keperawatan:
a.
Beri pasien
6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali terdapat kor pulmonal
b.
Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik
pernapasan diafragmatik dan batuk.
c.
Bantu dalam
pemberian tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur, atau IPPB
d.
Lakukan
drainage postural dengan perkusi dan vibrasi pada pagi hari dan malam hari
sesuai yang diharuskan.
e.
Instruksikan
pasien untuk menghindari iritan seperti asap rokok, aerosol, suhu yang ekstrim,
dan asap.
f.
Ajarkan
tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan pada dokter dengan
segera: peningkatan sputum, perubahan warna sputum, kekentalan sputum,
peningkatan napas pendek, rasa sesak didada, keletihan.
g.
Beriakn
antibiotik sesuai yang diharuskan.
h.
Berikan
dorongan pada pasien untuk melakukan imunisasi terhadap influenzae dan streptococcus pneumoniae.
2.
Pola napas
tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus, bronkokontriksi dan
iritan jalan napas.
Tujuan: Perbaikan pola pernapasan klien
Intervensi:
a.
Ajarkan
klien latihan bernapas diafragmatik dan pernapasan bibir dirapatkan.
b.
Berikan
dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode istirahat. Biarkan pasien
membuat keputusan tentang perawatannya berdasarkan tingkat toleransi pasien.
c.
Berikan
dorongan penggunaan latihan otot-otot pernapasan jika diharuskan.
3.
Gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi Tujuan: Perbaikan
dalam pertukaran gas
Intervensi
keperawatan:
a.
Deteksi
bronkospasme saat auskultasi .
b.
Pantau klien
terhadap dispnea dan hipoksia.
c.
Beriakn
obat-obatan bronkodialtor dan kortikosteroid
dengan tepat dan waspada kemungkinan efek sampingnya.
d.
Berikan
terapi aerosol sebelum waktu makan, untuk membantu mengencerkan sekresi
sehingga ventilasi paru mengalami perbaikan.
e.
Pantau
pemberian oksigen.
4.
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan
oksigen.
Tujuan: Memperlihatkan
kemajuan pada tingkat yang lebih tinggi dari aktivitas yang mungkin.
Intervensi
keperawatan:
a.
Kaji respon
individu terhadap aktivitas; nadi, tekanan darah, pernapasan.
b.
Ukur
tanda-tanda vital segera setelah aktivitas, istirahatkan klien selama 3 menit
kemudian ukur lagi tanda-tanda vital.
c.
Dukung
pasien dalam menegakkan latihan teratur dengan menggunakan treadmill dan exercycle, berjalan
atau latihan lainnya yang sesuai, seperti berjalan perlahan.
d.
Kaji tingkat
fungsi pasien yang terakhir dan kembangkan rencana latihan berdasarkan pada
status fungsi dasar.
e.
Sarankan
konsultasi dengan ahli terapi fisik untuk menentukan program latihan spesifik
terhadap kemampuan pasien.
f.
Sediakan
oksigen sebagaiman diperlukan sebelum dan selama menjalankan aktivitas untuk
berjaga-jaga.
g.
Tingkatkan
aktivitas secara bertahap; klien yang sedang atau tirah baring lama mulai
melakukan rentang gerak sedikitnya 2 kali sehari.
h.
Tingkatkan
toleransi terhadap aktivitas dengan mendorong klien melakukan aktivitas lebih
lambat, atau waktu yang lebih singkat, dengan istirahat yang lebih banyak atau
dengan banyak bantuan.
i.
Secara
bertahap tingkatkan toleransi latihan dengan meningkatkan waktu diluar tempat
tidur sampai 15 menit tiap hari sebanyak 3 kali sehari.
5. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
dispnea, kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual muntah.
Tujuan: Kebutuhan
nutrisi klien terpenuhi.
Intervensi
keperawatan:
a.
Kaji
kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan.
Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
b.
Auskultasi
bunyi usus
c.
Berikan
perawatan oral sering, buang sekret.
d.
Dorong
periode istirahat I jam sebelum dan sesudah makan.
e.
Pesankan
diet lunak, porsi kecil sering, tidak perlu dikunyah lama.
f.
Hindari
makanan yang diperkirakan dapat menghasilkan gas.
g.
Timbang
berat badan tiap hari sesuai indikasi.
6.
Gangguan
pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan posisi.
Tujuan: Kebutuhan tidur terpenuhi
Intervensi
keperawatan:
a.
Bantu klien
latihan relaksasi ditempat tidur.
b.
Lakukan
pengusapan punggung saat hendak tidur dan anjurkan keluarga untuk melakukan
tindakan tersebut.
c.
Atur posisi
yang nyaman menjelang tidur, biasanya posisi high fowler.
d.
Lakukan
penjadwalan waktu tidur yang sesuai dengan kebiasaan pasien.
e.
Berikan
makanan ringan menjelang tidur jika klien bersedia.
7. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat
peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
Tujuan: Kemandirian
dalam aktivitas perawatan diri
Intervensi:
a.
Ajarkan
mengkoordinasikan pernapasan diafragmatik dengan aktivitas seperti berjalan,
mandi, membungkuk, atau menaiki tangga.
b.
Dorong klien
untuk mandi, berpakaian, dan berjalan dalam jarak dekat, istirahat sesuai
kebutuhan untuk menghindari keletihan dan dispnea berlebihan. Bahas tindakan
penghematan energi.
c.
Ajarkan
tentang postural drainage bila memungkinkan.
8.
Ansietas
berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap kematian,
keperluan yang tidak terpenuhi.
Tujuan: Klien
tidak terjadi kecemasan
Intervensi
keperawatan:
a.
Bantu klien
untuk menceritakan kecemasan dan ketakutannya pada perawat.
b.
Jangan tinggalkan
pasien sendirian selama mengalami sesak.
c.
Jelaskan
kepada keluarga pentingnya mendampingi klien saat mengalami sesak.
9. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi,
ansietas, depresi, tingkat aktivitas rendah dan ketidakmampuan untuk bekerja.
Tujuan: Pencapaian
tingkat koping yang optimal.
Intervensi
keperawatan:
a.
Mengadopsi
sikap yang penuh harapan dan memberikan semangat yang ditujukan pada pasien.
b.
Dorong
aktivitas sampai tingkat toleransi gejala
c.
Ajarkan
teknik relaksasi atau berikan rekaman untuk relaksasi bagi pasien.
d.
Daftarkan
pasien pada program rehabilitasi pulmonari bila tersedia.
e.
Tingkatkan
harga diri klien.
f.
Rencanakan
terapi kelompok untuk menghilangkan kekesalan yang sangat menumpuk.
10. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak mengetahui
sumber informasi.
Tujuan: Klien
meningkat pengetahuannya.
Intervensi
keperawatan:
a.
Bantu pasien
mengerti tentang tujuan jangka panjang dan jangka pendek; ajarkan pasien
tentang penyakit dan perawatannya.
b.
Diskusikan
keperluan untuk berhenti merokok. Berikan informasi tentang sumber-sumber
kelompok.
Daftar pustaka
1.
Smeltzer,
Suzanne C. (2001) Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth, alih bahasa: Agung Waluyo (et. al.),
vol. 1, edisi 8, Jakarta: EGC
2.
Wibisono, Yusuf. Ilmu penyakit paru.
Surabaya. 2011
3.
Doenges,
Marilynn E. (1999) Rencana Asuhan
Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Pasien, alih
bahasa: I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, edisi 3, Jakarta: EGC
4.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Penyakit Paru Obstruktf Kronik :
Pedoman
Praktis Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta. 2010
5.
American Thoracic Society.Standards for
Diagnosis and care of patient with COPD. Am J Respir Crit Care Med
1995;152:S77-120
6.
Ario Patrianto Partodimulyo dan Faisal
Yunus, Kualiti Hidup penderita PPOK, J Respir Indo vol 25, no 2, April, 2006
7.
Barnes PJ. COPD, N England J Med
2000;343:269-78
8.
Shapiro SD. The Macropage in COPD. Am J
Respir Crit Care Med 1999:160;p.29-32
9.
Mangunegoro H, PPOK Pedoman diagnosis
dan penatalaksanaan di Indonesia, PDPI, 2001
10.
Darmojo;
Martono (1999) Buku Ajar Geriatri (Ilmu
Kesehatan Usia Lanjut), Jakarta: Balai penerbit FKUI
11.
Nugroho,
Wahjudi (2000) Keperawatan Gerontik, edisi 2, Jakarta: EGC
Alhamdulillah saya sudah sembuh dari PPOK.
BalasHapusSaya sembuh semenjak konsultasi dan minum obat resep dari pengobatan terpadu ah9779 yang di rekomendasi kan oleh teman saya ...
Alhamdulillah semenjak rutin kosumsi obat resep beliau yang saya pesan langsung dari beliau nafas saya menjadi lega dan dahak serta mendengkur saya hilang... Jadi buat saudara yang lain kalau belum sembuh coba berobat dengan beliau... Bisa datang langsung atau hanya pesan obat nya saja. Ini no beliau 0822-9423-8289 semoga saudara bisa sembuh juga seperti saya amin...