Senin, 16 Desember 2013

laporan pendahuluan PPOK



Laporan Pendahuluan
PPOK ( Penyakit Paru Obstruktif Kronik )

A.      Konsep Dasar
1.      Definisi
PPOK sebagai penyakit yang dapat diobati dan dicegah dengan beberapa efek ektrapulmonal yang memberi kontribusi keparahan penyakit. Komponen paru ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak reversibel sempurna. Hambatan aliran udara biasanya progresif dan ada hubungan dengan respons inflamasi paru terhadap berbagai partikel noksa dan gas.(2)
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, yang ditandai dengan adanya hambatan aliran udara pada saluran pernapasan yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan yang bersifat progresif ini terjadi karena adanya respon inflamasi paru akibat pajanan partikel atau gas beracun yang disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat penyakit.(4)
Penyakit paru obstruksi kronik adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma, yang merupaka kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.(1)

2.      Etiologi
Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan factor-faktor risiko yang terdapat pada penderita antara lain: (5, 7, 8)
a.       Pajanan dari partikel antara lain :
·      Merokok
Merokok merupakan penyebab PPOK terbanyak (95% kasus) di negara berkembang. Perokok aktif dapat meng-alami hipersekresi mucus dan obstruksi jalan napas kronik. Dilaporkan ada hubung-an antara penurunan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dengan jumlah, jenis dan lamanya merokok. Studi di China menghasilkan risiko relative merokok 2,47 (95% CI : 1,91-2,94),
Perokok pasif juga menyumbang terhadap symptom saluran napas dan PPOK dengan peningkatan kerusakan paru-paru akibat menghisap partikel dan gas-gas berbahaya. Merokok pada saat hamil juga akan meningkatkan risiko terhadap janin dan mempengaruhi pertumbuhan paru-paru-nya.
·      Polusi indoor
memasak dengan bahan biomass dengan ventilasi dapur yang jelek misalnya terpajan asap bahan bakar kayu dan asap bahan bakar minyak diperkirakan memberi kontribusi sampai 35%.
Manusia banyak menghabiskan waktunya pada lingkungan rumah (indoor) seperti rumah, tempat kerja, perpustakaan, ruang kelas, mall, dan kendaraan. Polutan indoor yang penting antara lain SO2, NO2 dan CO yang dihasilkan dari memasak dan kegiatan pemanasan, zat-zat organik yang mudah menguap dari cat, karpet, dan mebelair, bahan percetakan dan alergi dari gas dan hewan peliharaan serta perokok pasip. WHO melaporkan bahwa polusi indoor bertanggung jawab terhadap kematian dari 1,6 juta orang setiap tahunya.
·      Polusi outdoor
polusi udara mempunyai pengaruh buruk pada VEP1, inhalan yang paling kuat menyebabkan PPOK adalah Cadmium, Zinc dan debu. Bahan asap pem-bakaran/ pabrik/ tambang.
Bagaimanapun peningkatan relatif kendara-an sepeda motor di jalan raya pada dekade terakhir ini. saat ini telah meng-khawatirkan sebagai masalah polusi udara pada banyak kota metropolitan seluruh dunia. Pada negara dengan income rendah dimana sebagian besar rumah tangga di masyarakat menggunakan cara masak tradi-sional dengan minyak tanah dan kayu bakar, polusi indoor dari bahan sampah biomassa telah memberi kontribusi untuk PPOK dan penyakit kardio respiratory, khususnya pada perempuan yang tidak merokok
·      Polusi di tempat kerja
polusi dari tempat kerja misalnya debu-debu organik (debu sayuran dan bakteri atau racun-racun dari jamur), industri tekstil (debu dari kapas) dan lingkungan industri (pertambangan, industri besi dan baja, industri kayu, pembangunan gedung), bahan kimia pabrik cat, tinta, sebagainya diperkirakan men-capai 19%.
b.      Genetik (defisiensi Alpha 1-antitrypsin): Faktor risiko dari genetic memberikan kontribusi 1 – 3% pada pasien PPOK.
c.       Riwayat infeksi saluran napas berulang :Infeksi saliran napas akut adalah infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernafasan, hidung, sinus, faring, atau laring. Infeksi saluran napas akut adalah suatu penyakit terbanyak diderita anak-anak. Penyakit saluran pernafasan pada bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacat-an sampai pada masa dewasa, dimana ada hubungan dengan terjadinya PPOK.
d.      Gender, usia, konsumsi alkohol dan kurang aktivitas fisik: Studi pada orang dewasa di Cina14 didapatkan risiko relative pria terhadap wanita adalah 2,80 (95% C I ; 2,64-2,98). Usia tua RR 2,71 (95% CI 2,53-2,89). Konsumsi alkohol RR 1,77 (95% CI : 1,45 – 2,15), dan kurang aktivitas fisik 2,66 (95% CI ; 2,34 – 3,02).

3.      Klasifikasi(1)
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah sebagai berikut:
1.      Bronkitis kronik
Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan dalam satu tahun dan terjadi paling sedikit selama 2 tahun berturut-turut.
2.      Emfisema paru
Emfisema paru merupakan suatu definisi anatomic, yaitu suatu perubahan anatomic paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminalis, yang disertai kerusakan dinding alveolus.
3.      Asma
Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas cabang-cabang trakeobronkial terhadap pelbagai jenis rangsangan. Keadaan ini bermanifestasi sebagai penyempitan saluran-saluran napas secara periodic dan reversible akibat bronkospasme.
4.      Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah dilatasi bronkus dan bronkiolus kronik yan mungkin disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi bronkus, aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda dari saluran pernapasan atas, dan tekanan terhadap tumor, pembuluh darah yang berdilatasi dan pembesaran nodus limfe.


4.      Tingkat Keparahan PPOK
Tingkat keparahan PPOK diukur dari skala sesak napas. Menurut American Thoracic Society (ATS) penggolongan PPOK berdasarkan derajat obstruksi saluran napas yaitu ringan, sedang, berat dan sangat berat. Gejala ini ditandai dengan sesak napas pada penderita yang dirinci sebagai berikut :
a.         Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat dengan skala 0.
b.         Terganggu oleh sesak napas saat bergegas waktu berjalan atau sedikit mendaki nilai 1 skala ringan. Serta pengukuran spirometri menunjuk-kan nilai VEP1 ≥ 50 %
c.         Berjalan lebih lambat daripada orang lain yang sama usia karena sesak napas, atau harus ber-henti sesaat untuk bernapas pada saat berjalan walau jalan mendatar nilai 2 skala sedang.
d.        Harus berhenti bila berjalan 100 meter atau setelah beberapa menit berjalan nilai 3 skala berat.
e.         Sesak napas tersebut menyebabkan kegiatan sehari-hari terganggu atau sesak napas saat menggunakan atau melepaskan pakaian, nilai 4 skala sangat berat.
Pada penderita PPOK derajat berat sudah terjadi gangguan fungsional sangat berat serta mem-butuhkan perawatan teratur dan spesialis respirasi.

5.      Tipe PPOK(6)
Berdasarkan kesepakatan para pakar (PDPI/ Perkumpulan Dokter Paru Indonesia) tahun 2005 maka PPOK dikelompokkan ke dalam :
a.       PPOK ringan adalah pasien dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produksi sputum dan dengan sesak napas derajad nol sampai satu. Sedangkan pemeriksaan Spirometrinya me-nunjukkan VEP1 ≥ 80% prediksi (normal) dan VEP1/KVP < 70%
b.      PPOK sedang adalah pasien dengan gejala klinis dengan atau batuk. Dengan atau produksi sputum dan sesak napas dengan derajad dua. Sedangkan pemeriksaan Spirometrinya menunjukkan VEP1 ≥ 70% dan VEP1/KVP < 80% prediksi
c.       PPOK berat adalah pasien dengan gejala klinis sesak napas derajad tiga atau empat dengan gagal napas kroniki. Eksaserbasi lebih sering terjadi. Disertai komplikasi kor pulmonum atau gagal jantung kanan. Adapun hasil spirometri menunjukkan VEP1/KVP < 70 %, VEP1< 30 % prediksi atau VEP1> 30 % dengan gagal napas kronik. Hal ini ditunjukkan dengan hasil pe-meriksaan analisa gas darah dengan kriteria hipoksemia dengan normokapnia atau hipokse-mia dengan hiperkapnia.

6.      Patofisiologi
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut, kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat berkurang sehingga sulit bernapas.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.
Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan apda dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan (Brannon, et al, 1993).(3)

7.      Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok:
1.      Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis (blue bloater).
2.      Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).
Tanda dan gejalanya adalah sebagi berikut:
3.      Kelemahan badan
4.      Batuk
5.      Sesak napas
6.      Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi
7.      Mengi atau wheeze
8.      Ekspirasi yang memanjang
9.      Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut.
10.  Penggunaan otot bantu pernapasan
11.  Suara napas melemah
12.  Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
13.  Edema kaki, asites dan jari tabuh.

8.      Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1.      Pemeriksaan radiologis
a.       Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
·         Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.
·         Corak paru yang bertambah
a.       Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
·         Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.
·         Corakan paru yang bertambah.
2.      Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
3.      Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.


4.      Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
5.      Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
6.      Laboratorium darah lengkap

9.      Penatalaksanaan (2)
a.       Mencegah progresi penyakit
b.      Menghilangkan gejala
c.       Memperbaiki exercise tolerance
d.      Memperbaiki status kesehatan
e.       Mencegah dan mengobati penyulit
f.       Mencegah dan mengobati eksaserbasi
g.      Menurunkan mortalitas

10.  Komplikasi
1.      Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.
2.      Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
3.      Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
4.      Gagal   jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
5.      Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory.
6.      Status  Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.

B.     Konsep Keperawatan
1.      Pengkajian
Pengkajian mencakup informasi tentang gejala-gejala terakhir dan manifestasi penyakit sebelumnya. Berikut ini beberapa pedoman pertanyaan untuk mendapatkan data riwayat kesehatan dari proses penyakit: (1, 3)
1.      Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan?
2.      Apakah aktivitas meningkatkan dispnea?
3.      Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?
4.      Kapan pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?
5.      Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?
6.      Riwayat merokok?
7.      Obat yang dipakai setiap hari?
8.      Obat yang dipakai pada serangan akut?
9.      Apa yang diketahui pasien tentang kondisi dan penyakitnya?
Data tambahan yang dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan sebagai berikut:
1.      Frekuensi nadi dan pernapasan pasien?
2.      Apakah pernapasan sama tanpa upaya?
3.      Apakah ada kontraksi otot-otot abdomen selama inspirasi?
4.      Apakah ada penggunaan otot-otot aksesori pernapasan selama pernapasan?
5.      Barrel chest?
6.      Apakah tampak sianosis?
7.      Apakah ada batuk?
8.      Apakah ada edema perifer?
9.      Apakah vena leher tampak membesar?
10.  Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?
11.  Bagaimana status sensorium pasien?
12.  Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?
Palpasi:
1.      Palpasi pengurangan pengembangan dada?
2.      Adakah fremitus taktil menurun?
Perkusi:
1.      Adakah hiperesonansi pada perkusi?
2.      Diafragma bergerak hanya sedikit?
Auskultasi:
1.      Adakah suara wheezing yang nyaring?
2.      Adakah suara ronkhi?
3.      Vokal fremitus nomal atau menurun?

2.      Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama pasien mencakup berikut ini: (1, 2, 7)
1.      Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
2.      Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus, bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
3.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
4.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen.
5.      Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
6.      Ganggua pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan posisi.
7.      Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
8.      Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap kematian, keperluan yang tidak terpenuhi.
9.      Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas, depresi, tingkat aktivitas rendah dan ketidakmampuan untuk bekerja.
10.  Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak mengetahui sumber informasi.

3.      Intervensi Keperawatan
1.      Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
Tujuan: Pencapaian bersihan jalan napas klien
Intervensi keperawatan:
a.         Beri pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali terdapat kor pulmonal
b.         Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan diafragmatik dan batuk.
c.         Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur, atau IPPB
d.        Lakukan drainage postural dengan perkusi dan vibrasi pada pagi hari dan malam hari sesuai yang diharuskan.
e.         Instruksikan pasien untuk menghindari iritan seperti asap rokok, aerosol, suhu yang ekstrim, dan asap.
f.         Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan pada dokter dengan segera: peningkatan sputum, perubahan warna sputum, kekentalan sputum, peningkatan napas pendek, rasa sesak didada, keletihan.
g.        Beriakn antibiotik sesuai yang diharuskan.
h.        Berikan dorongan pada pasien untuk melakukan imunisasi terhadap influenzae dan streptococcus pneumoniae.

2.      Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus, bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
Tujuan: Perbaikan pola pernapasan klien
Intervensi:
a.       Ajarkan klien latihan bernapas diafragmatik dan pernapasan bibir dirapatkan.
b.      Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode istirahat. Biarkan pasien membuat keputusan tentang perawatannya berdasarkan tingkat toleransi pasien.
c.       Berikan dorongan penggunaan latihan otot-otot pernapasan jika diharuskan.

3.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi Tujuan: Perbaikan dalam pertukaran gas
Intervensi keperawatan:
a.       Deteksi bronkospasme saat auskultasi .
b.      Pantau klien terhadap dispnea dan hipoksia.
c.       Beriakn obat-obatan bronkodialtor dan kortikosteroid  dengan tepat dan waspada kemungkinan efek sampingnya.
d.      Berikan terapi aerosol sebelum waktu makan, untuk membantu mengencerkan sekresi sehingga ventilasi paru mengalami perbaikan.
e.       Pantau pemberian oksigen.

4.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen.
Tujuan: Memperlihatkan kemajuan pada tingkat yang lebih tinggi dari aktivitas yang mungkin.
Intervensi keperawatan:
a.       Kaji respon individu terhadap aktivitas; nadi, tekanan darah, pernapasan.
b.      Ukur tanda-tanda vital segera setelah aktivitas, istirahatkan klien selama 3 menit kemudian ukur lagi tanda-tanda vital.
c.       Dukung pasien dalam menegakkan latihan teratur dengan menggunakan treadmill dan exercycle, berjalan atau latihan lainnya yang sesuai, seperti berjalan perlahan.
d.      Kaji tingkat fungsi pasien yang terakhir dan kembangkan rencana latihan berdasarkan pada status fungsi dasar.
e.       Sarankan konsultasi dengan ahli terapi fisik untuk menentukan program latihan spesifik terhadap kemampuan pasien.
f.       Sediakan oksigen sebagaiman diperlukan sebelum dan selama menjalankan aktivitas untuk berjaga-jaga.
g.      Tingkatkan aktivitas secara bertahap; klien yang sedang atau tirah baring lama mulai melakukan rentang gerak sedikitnya 2 kali sehari.
h.      Tingkatkan toleransi terhadap aktivitas dengan mendorong klien melakukan aktivitas lebih lambat, atau waktu yang lebih singkat, dengan istirahat yang lebih banyak atau dengan banyak bantuan.
i.        Secara bertahap tingkatkan toleransi latihan dengan meningkatkan waktu diluar tempat tidur sampai 15 menit tiap hari sebanyak 3 kali sehari.

5.      Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan  anoreksia, mual muntah.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Intervensi keperawatan:
a.       Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
b.      Auskultasi bunyi usus
c.       Berikan perawatan oral sering, buang sekret.
d.      Dorong periode istirahat I jam sebelum dan sesudah makan.
e.       Pesankan diet lunak, porsi kecil sering, tidak perlu dikunyah lama.
f.       Hindari makanan yang diperkirakan dapat menghasilkan gas.
g.      Timbang berat badan tiap hari sesuai indikasi.

6.      Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan posisi.
Tujuan:  Kebutuhan tidur terpenuhi
Intervensi keperawatan:
a.       Bantu klien latihan relaksasi ditempat tidur.
b.      Lakukan pengusapan punggung saat hendak tidur dan anjurkan keluarga untuk melakukan tindakan tersebut.
c.       Atur posisi yang nyaman menjelang tidur, biasanya posisi high fowler.
d.      Lakukan penjadwalan waktu tidur yang sesuai dengan kebiasaan pasien.
e.       Berikan makanan ringan menjelang tidur jika klien bersedia.

7.      Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
Tujuan: Kemandirian dalam aktivitas perawatan diri
Intervensi:
a.       Ajarkan mengkoordinasikan pernapasan diafragmatik dengan aktivitas seperti berjalan, mandi, membungkuk, atau menaiki tangga.
b.      Dorong klien untuk mandi, berpakaian, dan berjalan dalam jarak dekat, istirahat sesuai kebutuhan untuk menghindari keletihan dan dispnea berlebihan. Bahas tindakan penghematan energi.
c.       Ajarkan tentang postural drainage bila memungkinkan.

8.      Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap kematian, keperluan yang tidak terpenuhi.
Tujuan: Klien tidak terjadi kecemasan
Intervensi keperawatan:
a.       Bantu klien untuk menceritakan kecemasan dan ketakutannya pada perawat.
b.      Jangan tinggalkan pasien sendirian selama mengalami sesak.
c.       Jelaskan kepada keluarga pentingnya mendampingi klien saat mengalami sesak.

9.      Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas, depresi, tingkat aktivitas rendah dan ketidakmampuan untuk bekerja.
Tujuan: Pencapaian tingkat koping yang optimal.
Intervensi keperawatan:
a.       Mengadopsi sikap yang penuh harapan dan memberikan semangat yang ditujukan pada pasien.
b.      Dorong aktivitas sampai tingkat toleransi gejala
c.       Ajarkan teknik relaksasi atau berikan rekaman untuk relaksasi bagi pasien.
d.      Daftarkan pasien pada program rehabilitasi pulmonari bila tersedia.
e.       Tingkatkan harga diri klien.
f.       Rencanakan terapi kelompok untuk menghilangkan kekesalan yang sangat menumpuk.

10.  Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak mengetahui sumber informasi.
Tujuan: Klien meningkat pengetahuannya.
Intervensi keperawatan:
a.       Bantu pasien mengerti tentang tujuan jangka panjang dan jangka pendek; ajarkan pasien tentang penyakit dan perawatannya.
b.      Diskusikan keperluan untuk berhenti merokok. Berikan informasi tentang sumber-sumber kelompok.


Daftar pustaka

1.     Smeltzer, Suzanne C. (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, alih bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8, Jakarta: EGC
2.      Wibisono, Yusuf. Ilmu penyakit paru. Surabaya. 2011
3.     Doenges, Marilynn E. (1999) Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Pasien, alih bahasa: I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, edisi 3, Jakarta: EGC
4.     Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Penyakit Paru Obstruktf Kronik : Pedoman Praktis Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta. 2010
5.     American Thoracic Society.Standards for Diagnosis and care of patient with COPD. Am J Respir Crit Care Med 1995;152:S77-120
6.     Ario Patrianto Partodimulyo dan Faisal Yunus, Kualiti Hidup penderita PPOK, J Respir Indo vol 25, no 2, April, 2006
7.      Barnes PJ. COPD, N England J Med 2000;343:269-78
8.      Shapiro SD. The Macropage in COPD. Am J Respir Crit Care Med 1999:160;p.29-32
9.     Mangunegoro H, PPOK Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia, PDPI, 2001
10.          Darmojo; Martono (1999) Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), Jakarta: Balai penerbit FKUI
11.          Nugroho, Wahjudi (2000) Keperawatan Gerontik, edisi 2, Jakarta: EGC

1 komentar:

  1. Alhamdulillah saya sudah sembuh dari PPOK.
    Saya sembuh semenjak konsultasi dan minum obat resep dari pengobatan terpadu ah9779 yang di rekomendasi kan oleh teman saya ...
    Alhamdulillah semenjak rutin kosumsi obat resep beliau yang saya pesan langsung dari beliau nafas saya menjadi lega dan dahak serta mendengkur saya hilang... Jadi buat saudara yang lain kalau belum sembuh coba berobat dengan beliau... Bisa datang langsung atau hanya pesan obat nya saja. Ini no beliau 0822-9423-8289 semoga saudara bisa sembuh juga seperti saya amin...

    BalasHapus