LAPORAN PENDAHULUAN
THALASEMIA
A. Konsep
Dasar
1.
Anatomi Fisiologi Darah
Darah adalah suatu jaringan tubuh yang terdapat
didalam pembuluh darah yang berwarna merah. Warna merah itu tidak tetap
tergantung pada banyaknya O2 dan CO2 didalamnya. Darah
yang banyak mengndung CO2 warnanya merah tua. Adanya O2
dalam darah diambil dengan jalan bernafas dan berguna untuk metabolism di dalam
tubuh, banyaknya kira-kira 4 sampai 5 liter BJ 1,041-1,067 dengan temperature
38
dan pH 7,37-7,45. Fungsi darah yaitu sebagai
zat pengangkut, pertahanan tubuh terhadap serangan bibit penyakit dan racun
yang akan membinasakan tubuh dengan perantaraan leukosit, menyebarkan panas ke
seluruh tubuh. Bagian darah; air 91%, protein 3% (albumin, globulin, protombulin,
dan fibrinogen), mineral; 1,9%, bahan organic 0,1%.
Jika darah di lihat begitu saja maka ia merupakan zat
cair yang berwarna merah, tetapi apabila dilihat dibawah mikroskop maka
nyatalah bahwa darah terdapat benda-benda kecil bundar yang disebut sel-sel
darah. Sedangkan cairan berwarna kekunining-kuningan disebut plasma. Jadi
nyatalah bahwa bahwa darah terdiri dari 2 bagian yaitu : sel darah merah
terdiri dari tiga bagian eritrosit, leukosit, trombosit dan plasma darah.
Eritrosit (sel darah merah), bentuknya seperti
cakram/bikonkaf dan tidak mempunyai inti ukurannya kira-kira 7,7 unit (0,007
mm) diameter warnanya kuning ke merah-merahan, karena didalamnya mengandung
suatu zat yang disebut hemoglobin, warna ini akan bertambah merah jika
didalamnya banyak mengandung O2. Fungsinya, mengikat dari paru-paru
untuk diedarkan keseluruh jaringan tubuh dan mengikat CO2 dari
jaringan tubuh untuk dikeluarkan melalui paru-paru.
Peningkatan O2 dan CO2
ini dilakukan oleh hemoglobin yang telah bersenyawa dengan O2 disebut
oksigen hemoglobin ( Hb + O2
HbO2 )
jadi O2 diangkat dari seluruh tubuh sebagai oksihemoglobin yang
nantinya setelah tiba di jaringan, akan dilepas HbO2
Hb + O2 dan
seterusnya Hb tersebut akan mengikat dan bersenyawa dengan CO2 dan
disebut karbindioksida hemoglobin ( Hb + CO2
HbCO2 dan CO2 tersebut akan
dilepas di paru-paru.
Tempat pembuatan sel darah merah dalam tubuh yaitu sum-sum
tulang merah, limpa, dan hati. Yang kemudian akan beredar dalam tubuh selama
14-15 hari, setelah itu akan mati. Hemoglobin yang keluar dari eritrosit yang
mati akan terurai menjadi 2 zat yaitu hamatin yang mengandung Fe yang berguna
untuk pembuatan eritrosit baru dan hemoglobin yaitu suatu yang terdapat dalam
eritrosit yang berguna untuk menikat O2 dan CO2 .
Jumlah normal pada orang dewasa kira-kira 11,5-15 gram
dalam 100cc darar. Normal Hb wanita 11,5 mg% dan Hb laki-laki 13,0 mg%. di
dalam tubuh banyaknya sel darah merah ini bisa berkurang, demikian juga
banyaknya hemoglobin dalam sel darah merah, apabila kedua-duanya berkurang maka
keadaan ini disebut anemia, yang biasanya hal ini disebabkan oleh pendarahan
yang hebat, hama-hama penyakit yang menghanyutkan eritrosit dan tempat
pembuatan eritrosit sendiri terganggu.
Ketika sel darah merah dihantarkan dari sum-sum tulang
masuk kedalam system sirkulasi, maka secara normal rata-rata akan bersirkulasi
selama 120 hari sebelum rusak. Walaupun sel darah merah matur tidak mempunyai
inti, mitokondria dan reticulum endoplasma, namun sebelumnya mereka mempunyai
enzim-enzim sitoplasmatik yang mampu mengadakan metabolisme glukosa dan
membentuk sedikit adenosine trifosfat dan khususnya sedikit nikotinamid-adenin
dinukleotida fosfat (NADPH). Selanjutnya NADPH melayani sel darah merah dalam
beberapa hal penting, yakni:
1.
Mempertahankan
kelenturan membrane sel
2.
Mempertahankan
pengangkutan ion-ion melalui membrane
3.
Mempertahankan
besi hemoglobin sel agar tetap dalam bentuk fero, daripada bentuk feri (yang
menyebabkan terbentuknya methemoglobin yang tidak akan mengakut oksigen)
4.
Mencegah
oksigen protein dalam sel darah merah
System metabolic dalam sel darah merah ini makin lama
makin kurang aktif, dan sel semakin rapuh.
Begitu membrane sel menjadi rapuh,maka sel bisa robek
sewaktu melewati tempat-tempat yang sempit dalam sirkulasi. Dalam limpa akan
dijumpai banyak sekali pecahan seldarah merah, karena sel-sel ini terperas
sewaktu melewati pulpa merah lienalis. Ruangan diantara struktur trabekula
pulpa merah, yang harus dilalui oleh sebagian besar sel, lebarnya hanya 3 mikrometer,
dibandingkan dengan sel darah yang berdiameter 8 mikrometer. Bila limpa
diangkat, maka dalam darah sirkulasi terjadi peningkatan jumlah sel darah merah
abnormal dan yang sudah tua.
Penguraian hemoglobin. Hemoglobin yang dilepas sewaktu
sel darah merah pecah, akan segera difagosit oleh sel-sel makrofag di hamper
seluruh tubuh, terutama dihati (sel-sel kupffer), limpa, dn smu-sum tulang.
Selama beberapa jam atau beberapa hari sesudahnya, makrofag akan melepaskan
besi yang didapat dari hemoglobin yang masuk kembali kedalam darah dan diangkut
oleh transferin menuju sum-sum tulang untuk membentuk sel darah merah baru,
atau menuju hati dan jaringan lainnya untuk disimpan dalam bentuk feritin.
Bagian porfirin dari molekul hemoglobin di ubah oleh sel-sel makrofag melalui
serangkaian tahapan menjadi pigmen empedu.
2. Definisi
Thalasemia
Thalasemia berasal dari kata yunani, yaitu thalassa
yang berarti laut. Yang dimaksud laut tersebut adalah laut tengah, karena
penyakit ini mula-mula ditemukan di sekitar laut tengah. Thalasemia merupakan
kelainan genetic yang di tandai oleh penurunan atau tidak adanya sintesis atau
beberapa rantai polipeptida globin (Soegijanto S, 2004).
Thalasemia adalah sekelompok penyakit atau keadaan
herediter dimana produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida
terganggu. Secara garis besar sindrom thalasemia dibagi dalam dua golongan
besar yaitu jenis alfa dan beta sesuai kelainan berikutnya produksi rantai
polipeptida. Thalasemia berbeda dengan abnormal. Pada thalasemia letak salah
satu asam amino rantai polipeptida berbeda urutannya atau di tukar dengan jenis
asam amino lainnya. Gabungan antara thalasemia dengan Hb normal mungkin berupa
Hb S, Hb C, Hb D, dan Hb E yang terakhir ini sering terdapat di
Penderita thalasemia tidak mampu memproduksi salah
satu dari protein tersebut dalam jumlah yang cukup, sehingga sel darah merahnya
tidak terbentuk dengan sempurna. Akibatnya hemoglobin tidak dapat mengankut
oksigen dalam jumlah yang cukup. Hal ini mengakibatkan anemia yang dimulai
sejak usia anak-anak hingga sepanjang hidup penderitanya. Thalasemia diturunkan
oleh orang tua yang carrier kepada anaknya. Sebagai conto, jika ayah dan ibu
memiliki gen pembawa sifat thalasemia adalah sebesar 50%, kemungkinan menjadi penderita thalasemia
mayor 25% dan kemungkinan menjadi anak normal yang bebas thalasemia hanya 25%
(mambo, 2009).
3. Etiologi
Thalasemia alfa disebabkan oleh delegasi gen (terhapus
karena kecelakaan genetic) yang mengatur
produksi tetramer globin, sedangkan thalasemia beta karena adanya mutasi gen
tersebut. Individu normal yang mempunyai 2 gen alfa yaitu alfa thal 2 dan alfa
thal 1 terletak pada tiap bagian pendek kromosom 16 (aa/aa). Hilangnya 1 gen (slient carrier) tidak memberikan gejala
klinis sedangkan hilangnya 2 gen hanya memberikan manifestasi ringan atau tidak
memberikan gejala klinis yang jelas. Hilangnya 3 gen (penyakit Hb H) memberikan
anemia moderat dan gambaran klinis thalasemia alfa intermedia. Afinitas Hb H
terhadap oksigen sangat terganggu dan destruksi eritrosit lebih cepat. Delesi
ke 4 gen alfa (homosigot alfa thal 1, Hb Barts hydrops fetails) adalah tidak
kompatibel dengan kehidupan akhir intra-uterin atau neonatal, tanpa tranfusi
darah.
Gen yang mengatur produksi rantai beta terletak di
sisi pendek kromosom 11. Pada thalasemia beta, mutasi gen disertai berkurangnya
produksi mRNA dan berkurangnya sintesis globin dengan struktur normal.
Dibedakan 2 golongan besar thalasemia beta:
1.
Ada
produksi sedikit rantai beta (tipe beta plus)
2.
Tidak
ada produksi rantai beta ( tipe beta nol)
Deficit sintesis
globin beta hamper parallel dengan deficit globin beta mRNA berfungsi sebagai
template untuk sintesis protein.
4. Klasifikasi
Thalasemia
Secara garis besar, thalasemia dibagi dalam dua
kelompok besar yaitu thalasemia alfha dan thalasemia beta sesuai dengan
kelainan berkurangnya produksi rantai polipeptida (Jones H, 1995).
a.
Thalasemia
alpha
Thalasemia alpha biasanya disebabkan oleh delesi
(penghapusan) gen. secara normal terdapat empat buah gen globin alpha, oleh
sebab itu beratnya penyakit secara klinis dapat digolongkan menurut jumlah gen
yang tidak ada atau tidak aktif. Thalasemia dibagi menjadi(PMI Jatim, 2007) :
1.
Slient
Carrier State (gangguan pada satu rantai globin alpha)
Kelainan yang disebabkan oleh kurangnya protein alpha.
Tetapi kekurangan hanya dalam tahap rendah. Akibatnya fungsi hemoglobin dalam
eritrosit tampak normaldan tidak terjadi gejala klinis yang signifikan. Slient
Carrier baru terdeteksi ketika memiliki keturunan yang mengalami kelainan
hemoglobin atau timbul thalasemia alfa.
2.
Thalasemia
Alpha Trait (gangguan pada 2 rantai globin alpha)
Thalasemia alpha trait sering tidak bersamaan dengan
anemia, tetapi volume eritrosit rata-rata (MCV), hemoglobin eritrosit rata-rata (MCH), dan
konsentrasi eritrosit rata-rata (MCMH) semuanya rendah dan perhitungan sel
darah merah di atas 5,5 x 1012/L. Elektroforesis hemoglobin normal
tetapi kadang-kadang benda hemoglobin H dapat diamati dalam sel darah merah
yang diisolasi pada sediaan retikulosit dan pemeriksaan ratio sintesis rantai
diperlukan untuk kepastian diagnosis. ratio
normal 1 : 1 dan ini berkurang pada thalasemia
alpha. Penderita hanya mengalami anemia kronis yang ringan dengan sel darah
merah yang tampak pucat (hipokrom) dan lebih kecil dari normal
(mikrositer)(Hoffbrand A,1996).
3.
Hemoglobin
H disease (gangguan pada 3 rantai globin alpha)
Delesi
tiga gen alpha menyebabkan anemia mikrrositik hipokrom yang cukup berat
(hemoglobin 7-11 g/dl) disertai pembesaran limpa (splenomegali). Keadaan ini
dikenal sebagai penyakit hemoglobin H karena hemoglobin H dapat dideteksi dalam
eritrosit pasien melalui pemeriksaan elektroforesis atau persediaan retikulosit
(Supandiman I, 2007). Gambaran klinis dari penderita dapat bervariasi dari
tidak ada gejala sama sekali, hingga anemia yang berat yang disertai dengan
splenomegali (PMI Jatim, 2007).
4.
Thalasemia
alpha major (gangguan pada 4 rantai globin alpha)
Thalasemia
tipe inimerupakan kondisi yang paling berbahaya pada thalasemia tipe alpha.
Pada kondisi ini tidak ada rantai globin yang dibentuk sehingga tidak ada
hemoglobin A atau hemoglobin F yang diproduksi. Pada awal kehamilan biasanya
janin yang menderita thalasemia alpha major mengalami anemia, membengkan karena
kelebihan cairan(hydrops fetalis), pembesaran hati dan limpa. Janin yang
menderita kelainan ini biasanya mengalami keguguran atau meninggal tidak lama
setelah dilahirkan (Jones H, 1995).
b.
Thalasemia
Beta
Thalasemia beta merupakan kelainan yang disebabkan
oleh kurangnya produksi protein beta, thalasemia beta terjadi jika terjadi
mutasi pada ssatu rantai atau dua rantai globin yang ada.
Thalasemia beta dibagi menjadi (PMI Jatim, 2077)
1.
Thalasemia
Beta Trait (Minor)
Thalasemia
Beta Trait (Minor) merupakan kelainan yang diakibatkan kekurangan protein beta.
Namun, kekuranganya tidak terlalu signifikan sehingga fungsi tubuh dapat
normal. Gejala terparahnya hanya berupa anemia ringan sehingga dokter sering
kali salah mendiagnosis. Penderita thalasemia minor sering didiagnosis
mengalami kekurangan zat besi. Individu yang memiliki gejala seperti ini akan
membawa kelainan genetiknya tersebut untuk diturunkan pada keturunanya kelak.
Penderita thalasemia trait (minor) merupakan carrier pada thalasemia beta.
2.
Thalasemia
Intermedia
Pada
kondisi ini kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa memproduksi sedikit
rantai beta globin. Penderita biasanya mengalami anemia yang derajatnya
tergantung dari mutasi gen yang terjadi.
Anemia,
pengapuran dan pembesaran pembuluh darah merupakan gejala yang ditimbulkan oleh
kekurangan protein beta dalam jumlah yang cukup signifikan. Rentang gejala
thalasemia intermedia dengan thalasemia mayor hamper mirip sehingga penderita
sering memperoleh kerancuan diagnosis. Indicator yang sering menjadi acuan
adalah jumlah tranfusi darah yang diberikan pada penderita. Semakin sering
penderita menerima darah transfuse, maka dapat dikategorikan sebagai thalasemia
mayor. Tranfusi darah pada penderita thalasemia intermedia ditujukan untuk
memperbaiki kualitas hidup, bukan mempertahankan hidup.
3.
Thalasemia
Major (Cooley’s anemia)
Kelainan
serius yang disebabkan karena tubuh sangat sedikit memproduksi protein beta
sehingga hemoglobin yang terbentuk akan cacat atau abnormal. Penderitanya akan
merasakan gejala anemia akut sehingga selalu membutuhkan transfusi darah dan
perawtan kesehatan secara rutin dan terus menerus. Frekuensi pemberian
transfusi darah sebaiknya sekitar 2-3 minggu. Namun, seringnya transfusi akan menyebabkan
penderita kelebihan zat besi dalam tubuhnya sehingga dapat menyebabkan gagal
organ. Oleh karena itu, penderita thalasemia major juga harus menjalani terapi.
Pada kondisi ini kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak dapat memproduksi
rantai beta globin. Biasanya gejala muncul pada bayi berumur 3 bulan berupa
anemia yang berat (PMI Jatim, 2007).
5. Patofisiologi
Penyebab anemia pada pasien thalasemiif a bersifat
primer atau sekunder. Primer adalah berkurangnya sintesis HbA dan eritropoesis
yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intramedular.
Sedangkan yang sekunder adalah karena defisiensi asam polat, bertambahnya
volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi
eritrosit oleh system retikuloendotelial dalam limpa dan hati (mansjoer, A,
2003).
Penelitian biomolekuler menunjukan adanya mutasi DNA
pada gen sehingga pada produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin
berkurang. Terjadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara tranfusi
berulang, peningkatan absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak
efektif, anemia kronis, serta proses hemolisis (mansjoer, A, 2003).
Pada pasien dengan thalasemia terjadi penurunan
sintesis rantai globin (alfa dan beta) sehingga menyebabkan anemia karena
hemoglobinisasi eritrosit yang tidak efektif. Eritrosit yang normal dapat hidup
sampai 120 hari menjadi mudah rusak dan umur sel darah meah menjadi pendek
kurang dari 100 hari. Pasien dengan thalasemia alfa disebabkan karena penurunan
sintesis globin a, maka tidak menyebabkan perubahan pada presentase distribusi
hemoglobin A, A2 dan F thalasemia beta terjadi akibat penurunan atau tidak
adanya rantai globin b, hal ini disebabkan karena adanya mutasi. Mutasi ini
disebabkan prematuritas rantai atau gangguan dalam transkrip RNA dan dapat
menyebabkan defek yang menyebabkan ekspresi rantai globin disebut B. sedangkan
yang dapat menyebabkan penurunan sintesis disebut B penurunan rantai beta, menyebabkan rantai
alfa tidak stabil sehingga berakibat pada membrans eritrosit. Eritrosit mudah
rusak sebelum waktunya sehingga dapat menyebabkan anemia berat.
Di sisi lain pemecahan hemoglobin akan menghasilkan
zat besi yang kemudian akan terjadi penimbunan pada hati, kulit dan limpa dan
pada waktu jangka waktu yang lama menimbulkan komplikasi yaitu kegagalan fungsi
organ seperti hati, endokrin dan jantung (Lawrence M, Tierney, 2003).
6. Manifestasi
Klinis
Pada thalasemia mayor gejala klinik telah terlihat
sejak anak berumur kurang dari satu tahun. Gejala yang nampak :
a.
Anak
lemah
b.
Pucat
c.
Perkembangan
fisik tidak sesuai dengan umur
d.
Berat
badan kurang
Pada anak yang lebih besar gejala yang nampak :
a.
Sering
dijumpai adanya gizi buruk
b.
Perut
membuncit karena adanya pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba.
c.
Adanya
pembesaran limpa dan hati mempengaruhi gerak si pasien karena kemampuan
terbatas.
Gejala lain (khas) :
a.
Bentuk
muka yang mongoloid
b.
Hidung
pesek mata lebar dan tulang dahi membesar disebabkan karena gangguan
perkembangan tulang muka dan tengkorak. (gambaran radiologis tulang
memperlihatkan medulla yang lebar, korteks tipis dan trabekula kasar)
c.
Keadaan
kulit kekuning-kuningan
d.
Jika
pasien, telah sering mendapatkan tranfusi darah kulit menjadi kelabu dengan
besi akibat penimbunan dalam jaringan kulit
e.
Penimbunan
besi dalam jaringan tubuh seperti pada hepar, limpa, jantung akan mengakibatkan
gangguan fungsi faal alat-alat tersebut.
7. Pemeriksaan
Diagnostik
a.
Darah tepi :
kadar Hb rendah, retikulosit tinggi, jumlah trombosit dalam batas normal
b.
Hapusan
darah tepi : hipokrom mikrositer,anisofolkilositosis, polikromasia sel target,
normoblas.pregmentosit
c.
Fungsi
sum-sum tulang : hyperplasia normoblastik
d.
Kadar besi
serum meningkat
e.
Bilirubin
indirect meningkat
f.
Kadar Hb Fe
meningkat pada thalassemia mayor
g.
Kadar Hb A2
meningkat pada thalassemia minor
8. Penatalaksanaan
Pengobatan pada penderita thalasemia dapat dilakukan
dengan beberapa cara yaitu (Permono, B, 2006):
a.
Medikamentosa
1.
Pemberian iron
chelating agent (desferoxamine) diberikan setelah kadar ferritin serum
sudah mencapai 1000 mg/l atau transferrin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali
transfuse darah. Desferoxamine, dosis
25-50 mg/kg berat bada/hari subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam
dengan minimal waktu selama 5 hari berturut setiap selesai transfuse darah.
2.
Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian khelasi
besi, untuk meningkatkan efek khelasi besi.
3.
Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang
meningkat.
4.
Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan
dapat memperpanjang umur sel darah merah.
b.
Splenektomi
Splenektomi
perlu dilakukan untuk mengurangi kebutuhan darah. Splenektomi harus ditunda
sampai pasien berusia > 6 tahun karena tingginya resiko infeksi pasca
splenektomi. Splenektomi dilakukan dengan indikasi :
1.
Limpa
yang terlalu besar, sehingga membatai gerak penderita, menimbulkan peningkatan
tekanan intra abdominal dan bahaya terjadi rupture.
2.
Hipersplenisme
di tandai dengan peningkatan kebutuhan tranfusi darah atau kebutuhan suspense
eritrosit melebihi 250ml/kg berat badan dalam satu tahun.
c.
Suportif
Pengobatan
paling umum pada penderita thalasemia adalah transfuse komponen sel darah
merah. Transfusi bertujuan untuk mensuplai sel darah merah sehat untuk
sementara waktu pada penderita. Transfusi darah yang teratur perlu dilakukan
untuk mempertahankan hemoglobin penderita di atas 10 g/dl setiap saat. Hal ini
biasanya membutuhkan 2-3 unit tiap 4-6 minggu. Dengan keadaan ini akan
memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi
besi dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian
darah dalam bentuk packed red Cell (PRC), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan
hemoglobin 1 g/dl.
9. Komplikasi
Pada talasemia minor, memiliki gejala ringan dan hanya menjadi pembawa sifat. Sedangkan pada thalasemia mayor,
tidak dapat membentuk hemoglobin yang cukup sehingga harus mendapatkan tranfusi
darah seumur hidup. Ironisnya, transfusi darah pun bukan tanpa risiko.
"Risikonya terjadi pemindahan penyakit dari darah donor ke penerima,
misalnya, penyakit Hepatitis B, Hepatitis C, atau HIV. Reaksi transfusi juga
bisa membuat penderita menggigil dan panas.
Yang lebih berbahaya, karena memerlukan transfusi darah seumur hidup, maka
anak bisa menderita kelebihan zat besi karena transfusi yang terus menerus
tadi. Akibatnya, terjadi deposit zat besi. "Karena jumlahnya yang
berlebih, maka zat besi ini akhirnya ditempatkan di mana-mana." Misalnya,
di kulit yang mengakibatkan kulit penderita menjadi hitam. Deposit zat besi
juga bisa merembet ke jantung, hati, ginjal, paru, dan alat kelamin sekunder,
sehingga terjadi gangguan fungsi organ. Misalnya, tak bisa menstruasi pada anak
perempuan karena ovariumnya terganggu. Jika mengenai kelenjar ginjal, maka anak
akan menderita diabetes atau kencing manis. Tumpukan zat besi juga bisa terjadi
di lever yang bisa mengakibatkan kematian. "Jadi, ironisnya, penderita
diselamatkan oleh darah tetapi dibunuh oleh darah juga.
Infeksi sering terjadi dan dapat berlangsung fatal pada masa anak-anak.
Pada orang dewasa menurunnya faal paru dan ginjal dapat berlangsung progresif
kolelikiasis sering dijumpai, komplikasi lain seperti: Infark tulang, Nekrosis, Aseptic kapur femoralis, Asteomilitis (terutama salmonella), Hematuria sering berulang-ulang.
10. Pencegahan
a.
Pencegahan
primer
Pencegahan
primer adalah mencegah seseorang untuk tidak menderita thalasemia ataupun
menjadi carrier thalasemia yaitu dengan konseling genetic pranikah. Untuk
mencegah perkawinan di antara pasien thalasemia agar tidak mendapatkan
keturunan yang homozigot atau varian thalasemia dengan mortalitas tinggi.
Perkawinan antara 2 heterozigot (carrier) menghasilkan : 25% thalasemik
(homozigot), 50% carrier (heterozigot) dan 25% normal (genie, 2004).
b.
Pencegahan
sekunder
Pencegahan
sekunder pada penderita thalasemia dilakukan dengan cara (Genie, 2004):
1.
Diagnosis
prenatal
Diagnosis
prenatal ditunjuka pada pasangan carrier dan bagi pasangan beresiko lainnya
yang telah mempunyai bayi thalasemia. Tujuan dari diagnosis prenatal adalah
untuk mengetahui sedini mungkin apakah janin apakah janin yang di kandung
menderita thalasemia mayor atau tidak.
2.
Skiring
Skiring
merupakan pemantauan perjalanan penyakit dan pemantauan hasil terapi yang lebih
akurat.
3.
Tranfusi
darah
Pemberian
tranfusi darah berupa sel darah merah sampai kadar hemoglobin sekitar 11 g/dl.
c.
Pencegahan
tersier
Pencegahan
tersier adalah mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi bagi
penderita thalasemia. Dengan mendirikan pusat rehabilitasi medis bagi penderita
thalasemia.
B.
Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
a.
Identitas
Nama, umur (kebanyakan terjadi pada anak-anak), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa (banyak dijumpai
pada bangsa disekitar laut tengah/mediterania), tanggal dan jam masuk rumah
sakit, nomer register, diagnosis medis
b.
Riwayat kesehatan
1. Keluhan
utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk
meminta pertolongan kesehatan adalah Pasien biasanya lemah, sesak nafas, pucat
yang menunjukkan anemia.
2. Riwayat
penyakit sekarang
Anoreksia,
lemah, diare, demam, anemia, ikterus ringan, BB menurun, perut membuncit,
hepatomegali, dan splenomegali.
3. Riwayat
penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan pada RPD meliputi
adanya Riwayat transfuse darah/ komponen darah, penyakit ginjal kronis, hepar,
kanker, infeksi kronis, pernah mengalami pendarahan, dan alergi multiple.
4. Riwayat
penyakit keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji
apakah orang tua yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita
thalassemia, maka anaknya berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena
itu, konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk
mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan.
5. Riwayat
Tumbuh Kembang
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan
gangguan terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh
hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk
thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada
keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut
pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan. Namun pada
jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak
normal.
6. Riwayat
psiko-sosio-spiritual
a.
Anak : Usia, tugas perkembangan psikososial, kemampuan
beradaptasi dengan penyakit mekanisme koping yang digunakan.
b.
Keluarga : Respon emosional keluarga, koping keluarga
yang digunakan keluarga, penyesuaian keluarga terhadap stress.
7. Riwayat
kehamilan
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara
mendalam adanya faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa
dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan
mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk
memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.
c.
Activity Daily Living
·
Aktivitas
Pada pasien dengan thalassemia anak terlihat lemah dan
tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat, karena bila
beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah
·
Sirkulasi
Kemungkinan terjadi dapat ditemukan tekanan darah
hipotensi, nadi bradikardi, takikardi
·
Eliminasi
biasanya ditemukan BAK lebih sering , bisa terjadi
disyuria dan hematuria. Bisa terjadi konstipasi/diare.
·
Makanan dan Cairan
Terjadi penurunan nafsu makan (anoreksia) biasanya
disertai mual dan muntah yang menyebabkan berat badan menurun
·
Nyeri / Kenyamanan
Pada pasien thalassemia terdapat distensi abdomen,
·
Seksualitas
Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia
pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya anemia kronik.
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya anemia kronik.
d.
Pemeriksaan
Fisik
1.
Keadaan umum: Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah
serta tidak selincah aanak seusianya yang normal, tampak pucat, perut membuncit
akibat hepatomegali, bentuk muka mongoloid (facies Cooley), ditemukan ikterus.
2.
Tanda-tanda
vital
·
TD: Hipotensi (N: 110-120/70-80)
·
Nadi: Takikardi (N: 60-100x/menit)
·
RR: Takipneu (N: 20-24 x/menit)
·
Suhu: Bisa naik/turun (N:36,5-37,5˚C)
3.
Kepala dan
rambut: biasanya normal
4.
Muka/wajah:
wajah seperti mongoloid, pada mata: konjungtiva anemis dan sclera ikteri, pada
bibir sianosis.
5.
Thorak/dada
Paru: nafas
pendek, takipnea, ortopnea,, dan dispnea
Jantung:
bunyi jantung mur mur sistolik
6.
Leher: tidak
ada pembesaran kelenjar getah bening
7.
Abnomen: adanya
pembesaran hati dan limpa serta nyeri abdomen
8.
Ekstermitas:
perubahan pada tulang, penipisan korteks tulang punggung
9.
Kulit: warna
pucat, terdapat koreng pada tungkai
10. Genitalia: perubahan pada seks sekunder
2.
Diagnose Keperawatan
1.
Perubahan
perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komponen seluler yang penting
untuk menghantarkan oksigen/zat nutrisi ke sel.
2.
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan kebutuhan pemakaian dan suplai
oksigen
3.
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kurangnya selera makan
4.
Koping
keluarga tidak efektif berhubungan dengan dampak penyakit anak terhadap fungsi
keluarga.
3.
Intervensi
1.
Perubahan
perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komponen seluler yang penting
untuk menghantarkan oksigen/zat nutrisi ke sel.
Tujuan:
setelah dilakukan tindakan keperawatna selama 4 x 24 jam perfusi jaringan klien
adekuat dengan criteria:
·
Membrane
mukosa merah muda
·
Konjungtiva
tidak anemis
·
Akral hangat
·
TTV dalam
batas normal
Intervensi
a.
Monitor
tanda-tanda vital, pengisian kapiler, warna kulit dan membrane mukosa
Rasional: perubahan
tanda-tanda vital, warna kulit dan membrane mukosa menunjukan tanda perfusi
jaringan
b.
Tinggikan
posisi kepala tampat tidur
Rasional:
meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigen untuk kebutuhan seluler
c.
Periksa
adanya keluhan nyeri
Rasional:
iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial
d.
Catat
keluhan rasa dingin
Rasional:
vassokontriksi ke organ vital menurunkan sirkulasi perifer
e.
Pertahankan
suhu lingkungan dan tubuh hangat
Rasional: memaksimalkan
transfer oksigen ke jaringan
f.
Beri oksigen
sesuai kebutuhan
Rasional:
memantau kadar oksigenasi
2.
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan kebutuhan pemakaian dan suplai
oksigen
Tujuan:
setelah dilakukan tindakan keperawatna selama 3 x 24 jam klien toleran terhadap
aktivitas dengan criteria:
·
Kebutuhan
ADL terpenuhi tanpa rasa pusing, sesak
Intervensi
a.
Kaji
kemampuan anak dalam melakukan aktvitas/memenuhi ADL
Rasional: mempengaruhi
pilihan intervensi
b.
Monitor
tanda-tanda vital, respon fisiologi selama, setelah melakukan aktifitas
Rasional:
manifestasi kardipulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah
oksigen adekuat ke jaringan
c.
Beri
informasi pada anak/keluarga untuk berhenti melakukan aktivitas jika terjadi
peningkatan tanda-tanda vital atau pusing
Rasional:
rangsangan atau stress kardiopulmonal berlebihan dapat menimbulkan dekompensasi
atau kegagalan
d.
Beri bantuan
dalam beraktivitas/ambulasi bila perlu
Rasional:
membantu dan member dukungan
e.
Perioritaskan
jadwal asuhan keperawatan untuk meningkatkan istirahat
Rasional:
mempertahankan tingkat energy dan meningkatkan regangan pada system jantung dan
paru.
3.
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kurangnya selera makan
Tujuan:
setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam nutrisi klien
terpenuhi denagn criteria:
· BB stabil atau meningkat
· Melaporkan nafsu makan meningkat
· Menghabiskan porsi makan yang disediakan
Intervensi
a.
Kaji riwayat
nutrisi dan makanan yang disukai
Rasional:
mengidentipikasi defisiensi, merencanakan intervensi
b.
Observasi
dan catat msukan makanan
Rasional:
mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan komsumsi makanan
c.
Timbang
berat badan setiap hari
Rasional:
mengawasi penurunan BB atau efektivitas intervensi nutrisi
d.
Beri makanan
sedikit tapi sering atau makan di antara waktu makan
Makan dapat
menurunkan kelemahan dan meningkatkan pemasukan juga mencegah distensi gaster
e.
Konsul ahli
gizi
Rasional:
membantu membuat rencana diet
f.
Beri obat atau
suplemen vitamin sesuai order
Meningkatkan
masukan protein dan kalori
4.
Koping
keluarga tidak efektif berhubungan dengan dampak penyakit anak terhadap fungsi
keluarga.
Tujuan:
setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 3x 24 jam keluarga dapat mengatasi
dan mengendalikan stress yang terjadi pada keluarga dengan criteria:
·
Keluarga
menerima kondisi anaknya
·
Menunjukan
tingkah laku koping yang positif
Intervensi
a.
Jelaskan
kondisi anak sesuai realita dan beri dukungan pada keluarga
Rasional:
keluarga paham dengan kondisi anak dan dapat menerima sesuai keadaan
b.
Beri
waktu/dengarkan hal-hal yang menjadi keluhan keluarga
Rasional:
orang terdekan memerlukan dukungan yang terus-menerus dengan berbagai masalah
yang dihadpi akan meningkatkan dalam mengatasi penyakit untuk memudahkan proses
adaptasi
c.
Member
dukungan pada keluarga untuk mengembangkan harapan realistis terhadap anak
Rasional:
dukungan keluarga terhadap anak dapat meningkatkan harapan anak
d.
Bantu
keluarga untuk memahami betapa pentingnya mempertahankan fungsi psikososial
Rasional:
tingkah laku yang terhalang, tuntutan perawatan tinggi seterusnya dapat
menimbulkan keluarga menarik diri dari pergaulan sosial
Daftar Pustaka
Wijaya, andra saferi dan
putri, yessie mariza. 2013. KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah(keperawatan dewsa).
Yogyakarta, Nuha Medika.
Doenges, M.E dkk.2000. Rencana
Asuhan Keperawatan, Jakarta, kedokteran EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar