Laporan Pendahuluan
Kejang Demam
1.
Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang
demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai
pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu
awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).
Kejang demam
adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (rectal > 38oC)
yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Anak yang pernah mengalami
kejang tanpa demam kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang
demam. Kejang demam biasanya terjadi pada anak umur 6bln - 5th. Bila anak
berumur kurang dari 6bln atau lebih dari 5th mengalami kejang didahului demam
perlu dipikirkan kemungkinan lain, misalnya infeksi susunan saraf pusat,
epilepsy yang kebetulan terjadi bersamaan dengan demam.Beberapa faktor penting
pada kejang demam adalah demam, umur, dan genetic.
2.
Etiologi
Menurut
Mansjoer, dkk (2000: 434) ada beberapa penyebab kejang pada anak yaitu ;
a.
Demam itu
sendiri
Demam yang
disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia,
gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak selalu timbul pada
suhu yang tinggi.
b.
Efek produk
toksik daripada mikroorganisme
c.
Respon
alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.
d.
Perubahan
keseimbangan cairan dan elektrolit.
e.
Ensefalitis
viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak diketahui atau
enselofati toksik sepintas.
f.
Menurut staf
pengajar ilmu kesehatan anak FKUI (1985: 50), faktor presipitasi kejang demam:
cenderung timbul 24 jam pertama pada waktu sakit demam atau dimana demam
mendadak tinggi karena infeksi pernafasan bagian atas. Demam lebih sering disebabkan oleh virus daripada bacterial.
3.
Klasifikasi Kejang Demam
Menurut
Livingston (1954, 1963) kejang demam dapat diklasikfikasi sebagai berikut:
a.
Kejang demam
sederhana
Kejang demam
sederhana yaitu kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum. Adapun
pedoman untuk mendiagnosa kejang demam sederhana dapat diketahui melalui
kriteria Livingstone yaitu :
·
Umur anak
ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun
·
Kejang
berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit.
·
Kejang
bersifat umum
·
Kejang
timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam.
·
Pemeriksaan
saraf sebelum dan sesudah kejang normal
·
Pemeriksaan EEG
yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukan kelainan.
·
Frekuensi
kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali
b.
Kejang
kompleks
Kejang
kompleks adalah tidak memenuhi salah satu lebih dari ketujuh criteria
Livingstone. Menurut Mansyur ( 2000 ) biasanya dari kejang kompleks diandai
dengan kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit, fokal atau multiple ( lebih
dari 1 kali dalam 24jam). Di sini anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan
neurology atau riwayat kejang dalam atau tanpa kejang dalam riwayat.
Lalu apa
yang membedakan kejang demam ini dengan epilepsi? Walaupun gejalanya sama yaitu
kejang dan berulang, namun pada anak yang menderita epilepsi, episode kejang
tidak disertai dengan demam.
Kejang yang
merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan tungkai dapat
diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik, kejang tonik dan
kejang mioklonik.
a.
Kejang Tonik
Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir
dengan berat badan rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi
dengan komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa
pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi
lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi
lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai
deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh
rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus
b.
Kejang Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral,
bilateral dengan pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk
klinis kejang klonik fokal berlangsung 1 – 3 detik, terlokalisasi dengan baik,
tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik.
Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal
pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.
c.
Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi
dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya
cepat. Gerakan tersebut menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan
susunan saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik
pada bayi tidak spesifik.
4.
Manifestasi Klinis
Kebanyakan kejang demam berlangsung singkat, bilateral, serangan berupa
klonik atau tonik-klonik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang
berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah
beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa adanya
kelainan saraf. Kejang demam dapat berlangsung lama dan atau parsial. Pada
kejang yang unilateral kadang-kadang diikuti oleh hemiplegi sementara (Todd’s
hemiplegia) yang berlangsung beberapa jam atau bebarapa hari. Kejang unilateral
yang lama dapat diikuti oleh hemiplegi yang menetap. (Lumbantobing,SM.1989:43)
Menurut Behman (2000: 843) kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang
tinggi dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39C atau lebih ditandai
dengan adanya kejang khas menyeluruh tionik klonik lama beberapa detik sampai
10 menit. Kejang demam yang menetap > 15 menit menunjukkan penyebab organik
seperti proses infeksi atau toksik selain itu juga dapat terjadi mata terbalik
ke atas dengan disertai kekakuan dan kelemahan serta gerakan sentakan terulang.
5.
Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan energi yang
didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting
adalah glucose,sifat proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi
paru-paru dan diteruskan keotak melalui system kardiovaskuler.
Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang
melalui proses oxidasi, dan dipecah menjadi karbon dioksidasi dan air. Sel
dikelilingi oleh membran sel. Yang terdiri dari permukaan dalam yaitu limford
dan permukaan luar yaitu tonik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat
dilalui oleh ion NA + dan elektrolit lainnya, kecuali ion clorida.
Akibatnya
konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah. Sedangkan
didalam sel neuron terdapat
keadaan sebaliknya,karena itu perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan
diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut potensial nmembran
dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi
dan bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan
konsentrasi ion diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak
misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari
patofisiologisnya membran sendiri karena penyakit/keturunan. Pada seorang anak
sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan orang dewasa
15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran
sel neuron dalam singkat terjadi dipusi di ion K+ maupun ion NA+ melalui
membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan listrik.
Lepasnya
muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel
maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang
berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala
sisa.
Tetapi
kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA
meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya
terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.
6.
Penatalaksanaan
Saat anak
mengalami Kejang Demam, hal hal penting yang harus kita lakukan antara lain:
·
Jika anak anda mengalami kejang demam, cepat bertindak
untuk mencegah luka.
·
Letakkan anak anda di lantai atau tempat tidur dan
jauhkan dari benda yang keras atau tajam
·
Palingkan kepala ke salah satu sisi sehingga saliva
(ludah) atau muntah dapat mengalir keluar dari mulut
·
Jangan menaruh apapun di mulut pasien. Anak anda tidak
akan menelan lidahnya sendiri.
·
Hubungi dokter anak anda
Akhirnya
timbul pertanyaan bagaimana cara mencegah agar anak tidak mengalami Kejang
Demam, seperti yang saya tulis diatas kejang bisa terjadi jika suhu tubuh naik
atau turun dengan cepat. Pada sebagian besar kasus, kejang terjadi tanpa
terduga atau tidak dapat dicegah. Dulu digunakan obat anti kejang sebagai
tindakan pencegahan pada anak-anak yang sering mengalami kejang demam, tetapi
hal ini sekarang sudah jarang dilakukan.
Pada
anak-anak yang cenderung mengalami kejang demam, pada saat mereka menderita
demam bisa diberikan diazepam (baik yang melalui mulut maupun melalui rektal).
Dengan
penanggulangan yang tepat dan cepat, perjalanan penyakitnya baik dan tidak
menimbulkan kematian.
Pada umumnya kejang pada BBLR merupakan kegawatan, karena kejang
merupakan tanda adanya penyakit mengenai susunan saraf pusat, yang memerlukan
tindakan segera untuk mencegah kerusakan otak lebih lanjut.
Penatalaksanaan Umum terdiri dari :
a. Mengawasi
bayi dengan teliti dan hati-hati
b. Memonitor
pernafasan dan denyut jantung
c. Usahakan
suhu tetap stabil
d. Perlu
dipasang infus untuk pemberian glukosa dan obat lain
e. Pemeriksaan
EEG, terutama pada pemberian pridoksin intravena
Bila
etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit primer segera dilakukan.
Bila terdapat hipogikemia, beri larutan glukosa 20 % dengan dosis 2 – 4 ml/kg
BB secara intravena dan perlahan kemudian dilanjutkan dengan larutan glukosa 10
% sebanyak 60 – 80 ml/kg secara intravena. Pemberian Ca – glukosa hendaknya
disertai dengan monitoring jantung karena dapat menyebabkan bradikardi.
Kemudian dilanjutkan dengan peroral sesuai kebutuhan. Bila secara intravena
tidak mungkin, berikan larutan Ca glukosa 10 % sebanyak 10 ml per oral setiap
sebelum minum susu.
Bila kejang
tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium dalam bentuk larutan 50% Mg
SO4 dengan dosis 0,2 ml/kg BB (IM) atau larutan 2-3 % mg SO4 (IV) sebanyak 2 –
6 ml. Hati-hati terjadi hipermagnesemia sebab gejala hipotonia umum menyerupai
floppy infant dapat muncul.
Pengobatan
dengan antikonvulsan dapat dimulai bila gangguan metabolik seperti hipoglikemia
atau hipokalsemia tidak dijumpai. Obat konvulsan pilihan utama untuk bayi baru
lahir adalah Fenobarbital (Efek mengatasi kejang, mengurangi metabolisme sel
yang rusak dan memperbaiki sirkulasi otak sehingga melindungi sel yang rusak
karena asfiksia dan anoxia). Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg . kg BB IV
berikan dalam 2 dosis selama 20 menit.
Diazepam jarang
digunakan untuk memberantas kejang pada BBL dengan alasan
a.
Efek diazepam hanya sebentar dan tidak dapat mencegah
kejang berikutnya
b.
Pemberian bersama-sama dengan fenobarbital akan
mempengaruhi pusat pernafasan
c.
Zat pelarut diazepam mengandung natrium benzoat yang
dapat menghalangi peningkatan bilirubin dalam darah.
7.
Pemeriksaan Penunjang
a.
Pemeriksaan Laboratorium
Perlu diadakan pemeriksaan laboratorium segera, berupa
pemeriksaan gula dengan cara dextrosfrx dan fungsi lumbal. Hal ini berguna
untuk menentukan sikap terhadap pengobatan hipoglikemia dan meningitis
bakterilisasi.
Selain itu pemeriksaan laboratorium lainnya yaitu
·
Pemeriksaan darah rutin ; Hb, Ht dan Trombosit.
Pemeriksaan darah rutin secara berkala penting untuk memantau pendarahan intraventikuler.
·
Pemeriksaan gula darah, kalsium, magnesium, kalium,
urea, nitrogen, amonia dan analisis gas darah.
·
Fungsi lumbal, untuk menentukan perdarahan,
peradangan, pemeriksaan kimia. Bila cairan serebro spinal berdarah, sebagian
cairan harus diputar, dan bila cairan supranatan berwarna kuning menandakan
adanya xantrokromia. Untuk mengatasi terjadinya trauma pada fungsi lumbal dapat
di kerjakan hitung butir darah merah pada ketiga tabung yang diisi cairan
serebro spinal
·
Pemeriksaan EKG dapat mendekteksi adanya hipokalsemia
·
Pemeriksaan EEG penting untuk menegakkan diagnosa
kejang. EEG juga diperlukan untuk menentukan pragnosis pada bayi cukup bulan.
Bayi yang menunjukkan EEG latar belakang abnormal dan terdapat gelombang tajam
multifokal atau dengan brust supresion atau bentuk isoelektrik. Mempunyai
prognosis yang tidak baik dan hanya 12 % diantaranya mempunyai / menunjukkan
perkembangan normal. Pemeriksaan EEG dapat juga digunakan untuk menentukan
lamanya pengobatan. EEG pada bayi prematur dengan kejang tidak dapat meramalkan
prognosis.
·
Bila terdapat indikasi, pemeriksaan lab, dilanjutkan
untuk mendapatkan diagnosis yang pasti yaitu mencakup :
ü
Periksaan urin untuk asam
amino dan asam organic
ü
Biakan darah dan pemeriksaan
liter untuk toxoplasmosis rubella, citomegalovirus dan virus herpes
ü
Foto rontgen kepala bila
ukuran lingkar kepala lebih kecil atau lebih besar dari aturan baku
ü
USG kepala untuk mendeteksi
adanya perdarahan subepedmal, pervertikular, dan vertikular
ü
Penataan kepala untuk mengetahui adanya infark,
perdarahan intrakranial, klasifikasi dan kelainan bawaan otak
ü
Top coba subdural, dilakukan
sesudah fungsi lumbal bila transluminasi positif dengan ubun – ubun besar
tegang, membenjol dan kepala membesar.
8.
Komplikasi
Menurut Arif
Mansjoers ( 2000 ) Komplikasi kejang demam umumnya berlangsung lebih dari 15
menit yaitu :
a.
Kerusakan
otak
Terjadi
melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu kejang
melepaskan glutamat yang mengikat resptor MMDA ( M Metyl D Asparate ) yang
mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuoran
secara irreversible.
b.
Retardasi
mental
Retasdasi
mental dapat terjadi karena deficit neurolgis pada demam neonatus.
9.
Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Yang paling penting peran perawat selama pasien kejang
adalah observasi kejangnya dan gambarkan kejadiannya. Setiap episode kejang
mempunyai karakteristik yang berbeda misal adanya halusinasi (aura ), motor
efek seperti pergerakan bola mata , kontraksi otot lateral harus
didokumentasikan termasuk waktu kejang dimulai dan lamanya kejang.
Riwayat penyakit juga memegang peranan penting untuk
mengidentifikasi faktor pencetus kejang untuk pengobservasian sehingga bisa
meminimalkan kerusakan yang ditimbulkan oleh kejang.
·
Aktivitas / istirahat : keletihan, kelemahan umum,
perubahan tonus / kekuatan otot. Gerakan involunter
·
Sirkulasi : peningkatan nadi, sianosis, tanda vital
tidak normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan
·
Integritas ego : stressor eksternal / internal yang
berhubungan dengan keadaan dan atau penanganan, peka rangsangan.
·
Eliminasi : inkontinensia episodik, peningkatan
tekanan kandung kemih dan tonus spinkter
·
Makanan / cairan : sensitivitas terhadap makanan, mual
dan muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak /
gigi
·
Neurosensor : aktivitas kejang berulang, riwayat truma
kepala dan infeksi serebra
·
Riwayat jatuh / trauma
b. Diagnose
1.
Risiko trauma fisik berhubungan dengan kurangnya
koordinasi otot/kejang
2.
Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi
c. Intervensi
1.
Diagnosa Keperawatan I :
Risiko trauma fisik berhubungan dengan kurangnya
koordinasi otot/kejang
Tujuan : Risk detection.
Kriteria Hasil :
·
Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
·
Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas
kejang.
·
Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika
terjadi kejang.
·
Pengetahuan tentang risiko
·
Memonitor faktor risiko dari lingkungan
Rencana
Tindakan : NIC : Pencegahan jatuh
a.
Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan
tempat tidur yang rendah.
Rasional : meminimalkan injuri saat kejang
b.
Tinggalah bersama klien selama fase kejang..
Rasional : meningkatkan keamanan klien.
c.
Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah
Rasional : menurunkan resiko trauma pada mulut.
d.
Letakkan klien di tempat yang lembut.
Rasional : membantu menurunkan resiko injuri fisik
pada ekstimitas ketika kontrol otot volunter berkurang.
e.
Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi kejang.
Rasional : membantu menurunkan lokasi area cerebral
yang terganggu.
f.
Catat tanda-tanda vital sesudah fase kejan
Rasional : mendeteksi secara dini keadaan yang
abnormal.
2.
Diagnosa Keperawatan II :
Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan : Thermoregulation
Kriteria Hasil :
·
Suhu tubuh dalam rentang normal
·
Nadi dan RR dalam rentang normal
·
Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
Rencana Tindakan : NIC : Fever treatment
a.
Kaji faktor – faktor terjadinya hiperthermi.
Rasional : Mengetahui penyebab terjadinya hiperthermi
karena penambahan pakaian/selimut dapat menghambat penurunan suhu tubuh.
b.
Observasi tanda – tanda vital tiap 4 jam sekali
Rasional : Pemantauan tanda vital yang teratur dapat
menentukan perkembangan keperawatan yang selanjutnya.
c.
Pertahankan suhu tubuh normal
Rasional : Suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat
aktivitas, suhu lingkungan, kelembaban tinggiakan mempengaruhi panas atau
dinginnya tubuh.
d.
Ajarkan pada keluarga memberikan kompres dingin pada
kepala / ketiak .
Rasional : Proses konduksi/perpindahan panas dengan
suatu bahan perantara.
e.
Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari
kain katun
Rasional : proses hilangnya panas akan terhalangi oleh
pakaian tebal dan tidak dapat menyerap keringat.
f.
Atur sirkulasi udara ruangan.
Rasional : Penyediaan udara bersih.
g.
Beri ekstra cairan dengan menganjurkan pasien banyak
minum
Rasional : Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan
tubuh meningkat.
h.
Batasi aktivitas fisik
Rasional : aktivitas meningkatkan metabolismedan
meningkatkan panas.
d.
Implementasi
Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan,
yang pelaksanaannya berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada
langkah sebelumnya (intervensi).
e. Evaluasi
Keperawatan.
Asuhan keperawatan
dalam bentuk perubahan prilaku pasien merupakan focus dari evaluasi tujuan.
Daftar
Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar